Pertempuran Terjadi di Khartoum Sudan, 97 Orang Tewas dalam Waktu Dua Hari

17 April 2023, 15:29 WIB
Pertempuran di Sudan sedikitnya menewaskan 97 orang. /Reuters

ZONABANTEN.com – Pertempuran kembali terjadi di Sudan. Pertempuran itu terjadi di ibukota Sudan, Khartoum, setelah beberapa jam terjeda untuk memenuhi kebutuhan kemanusian pada hari kedua pertempuran. Pertempuran ini terjadi antara faksi-faksi militer yang ada untuk memperebutkan kekuasaan di negara Afrika tersebut.

Pertempuran yang terjadi antara tentara Sudan dan paramiliter Rapid Support Forces ini telah menewaskan sedikitnya 97 orang warga sipil pada hari Minggu lalu.

Menurut para dokter yang bertugas di lokasi kejadian, pertempuran tersebut telah menuai kecaman internasional dan kekhawatiran regional. Selain itu, pertempuran tersebut juga mengakibatkan adanya penutupan perbatasan oleh negara tetangga, seperti Mesir dan Chad.

Intergovernmental Authority on Development (IGAD) berencana untuk mengirim Presiden Kenya, Sudan Selatan dan Dijouti ke Khartoum. Dikirimnya ketiga Presiden tersebut bertujuan agar dapat mendamaikan pihak-pihak yang sedang bertikai di Sudan.

Baca Juga: Soal TikTokers Bima Kritik Lampung, Bambang Kuncoro: Keluarga Tak Ingin Masalah Terus Berlanjut

Kasus kekerasan yang terjadi pada hari Sabtu lalu menjadi pemicu utama faksi-faksi yang ada bergabung untuk menggulingkan Presiden Omar Al-Bashir. Selain itu, ketidaksepakatan mengenai penggabungan RSF ke dalam tubuh militer juga menjadi pemicu bentrokan tersebut.

Saksi mata mengungkapkan bahwa terdengar ledakan dan tembakan yang terjadi di sisi pinggiran utara dan selatan kota Khartoum yang padat penduduk. Pada hari Minggu, juga terdengar suara bising tank-tank dan pesawat jet tempur yang melintasi kota Khatoum.

Saat malam tiba, penduduk sipil bersembunyi di dalam rumah mereka dengan penuh rasa khawatir akan kondisi negaranya yang berpotensi terjerumus ke dalam kekacauan yang lebih dalam. Bentrokan tersebut meredupkan harapan rakyat Sudan untuk memiliki negara dengan sistem demokrasi yang dipimpin oleh sipil.

"Kami takut, kami belum tidur selama 24 jam karena kebisingan dan rumah bergetar. Kami khawatir kehabisan air dan makanan, dan obat-obatan untuk ayah saya yang menderita diabetes," kata Huda yang merupakan seorang penduduk Khartoum.

Baca Juga: Kronologi TikTokers Bima Dituding Hina Lampung Hingga Diancam Akan Dipolisikan

"Ada begitu banyak informasi palsu dan semua orang berbohong. Kami tidak tahu kapan ini akan berakhir, bagaimana ini akan berakhir," ucapnya menambahkan.

Serikat Dokter Sudan menyampaikan bahwa ada 97 korban akibat bentrokan yang terjadi di Khartoum. Selain itu, beberapa rumah sakit yang menampung korban bentrokan yang terjadi di Khatoum telah kehabisan persedian darah, peralatan transfusi, cairan intravena, dan persedian vital lainnya.

Menurut tentara yang ada di sana, pada Minggu sore, mereka telah menyetujui proposal PBB untuk membukakan jalan yang aman untuk kasus-kasus kemanusiaan, termasuk untuk evakuasi korban yang terluka selama tiga jam.

RSF mengonfirmasi tindakan tersebut. Sementara itu, kedua belah pihak mempertahankan haknya untuk dapat memberikan respon apabila terjadi pelanggaran dari pihak lain.

Baca Juga: KPK Telah Resmikan Wali Kota Bandung Sebagai Tersangka Kasus Korupsi

Meskipun sedang dalam jeda, suara tembakan masih terdengar di kota Khartoum dekat bandara. Selain itu, kepulan asap hitam masih dapat terlihat di area sekitar pertempuran.

Reporter Al-Jazeera, Hiba Morgam, mengatakan bahwa jeda kemanusiaan yang berlangsung selama tiga jam telah berakhir pada Minggu malam. Kedua belah pihak yang bertikai kembali menyerang satu sama lain setelah jeda tersebut berakhir.

"Durasi untuk periode singkat gencatan senjata telah berlalu. Itu dari sekitar jam empat waktu setempat sampai jam tujuh. Dalam periode tiga jam itu, kami dapat mendengar suara artileri berat di berbagai bagian ibukota, Khartoum. Kami bisa melihat asap membumbung dari bagian selatan dan utara kota," kata Morgan terkait bentrokan yang terjadi di Khartoum.

"Tujuan utama dari gencatan senjata yang dilakukan selama tiga jam adalah untuk memungkinkan mereka yang terjebak di sekitar istana presiden, di sekitar komando umum tentara, untuk dapat melarikan diri, serta mereka yang terperangkap di daerah dekat pangkalan RSF yang menghadapi serangan udara oleh jet tempur tentara Sudan," ucap Morgan menambahkan.

Baca Juga: Sejarah Dimulainya Tradisi Mudik di Indonesia, Sudah Ada Sejak Zaman Kerajaan Majapahit?

Bentrokan meletus setelah berminggu-minggu terjadi perebutan kekuasaan antara panglima militer Abdel Fattah Al-Burhan dan wakilnya, Mohamed Hamdan Dagalo, yang juga dikenal sebagai Hemedti, yang mengepalai RSF bersenjata berat. Masing-masing menuduh yang lain memulai pertempuran.

RSF mengklaim bahwa mereka telah merebut Istana Presiden, bandara Khartoum, dan lokasi strategis lainnya. Namun, tentara menepis klaim tersebut dan bersikeras bahwa tempat-tempat tersebut masih dalam kendali.

Reuters melaporkan bahwa ada serangan udara tentara baru pada hari Minggu di pangkalan RSF di Omdurman, kota kembar Khartoum di seberang Sungai Nil, serta di distrik Kafouri dan Sharg En Nile di Bahri yang berdekatan.

Pertempuran juga meletus di wilayah Darfur barat dan di negara bagian perbatasan timur Kassala, di mana saksi Hussein Saleh mengatakan bahwa tentara telah menembakkan artileri ke sebuah kamp RSF.

PBB mengatakan bahwa tiga orang karyawan World Food Programme (WFP) telah tewas pada hari Sabtu di Dafrur Utara. Berkaitan dengan hal tersebut, ada pemberhentian sementara semua operasi di Sudan.

Baca Juga: Preview Leeds United Vs Liverpool: Berita Tim, Prediksi Line-up, dan Skor

Setelah kematian mereka serta warga sipil lainnya, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyerukan, “Jusitce without delay". Ia sebelumnya memperingatkan bahwa eskalasi dalam pertempuran akan semakin memperburuk situasi kemanusiaan yang sudah genting di Sudan. Selain itu, PBB mengatakan bahwa sepertiga penduduk Sudan membutuhkan bantuan kemanusiaan.

Berbagai negara seperti Amerika Serikat, Inggris, Cina, Uni Eropa, dan Rusia telah menyerukan untuk segera menghentikan pertempuran tersebut. Sementar itu, Paus Fransiskus turut prihatin dengan apa yang terjadi di Sudan dan mendesak untuk diadakannya dialog.

Pada pertemuan blok IGAD yang beranggotakan delapan negara, para pemimpin regional menyerukan tindakan tegas terhadap krisis di Sudan dan menyerukan penghentian segera permusuhan antara pihak-pihak yang bertikai.

Blok itu memutuskan untuk mengirim William Ruto dari Kenya, Salva Kiir dari Sudan Selatan dan Ismail Omar Guelleh dari Djibouti ke Sudan dalam waktu dekat untuk mendamaikan pihak-pihak yang bertikai, menurut kantor presiden Kenya.

Baca Juga: Prediksi Skor Chelsea Vs Real Madrid, Real Madrid Miliki Kesiapan Penuh Jelang Laga Melawan Chelsea

"Stabilitas di Sudan adalah kunci stabilitas sosial dan ekonomi Kawasan,” kata kantor Ruto di Twitter

"Para pemimpin juga meminta kedua kelompok untuk menyediakan koridor yang aman untuk bantuan kemanusiaan di Khartoum dan kota-kota lain yang terkena dampak," katanya menambahkan.

Uni Afrika juga menyampaikan akan mengirimkan pejabat senior ke Sudan dalam misi memperjuangkan gencatan senjata yang terjadi di antara pihak-pihak yang bertikai.***

Editor: Rismahani Ulina Lubis

Sumber: www.aljazeera.com

Tags

Terkini

Terpopuler