8 Tahun Rusia Rebut Krimea dari Ukraina, Ini Sejarah Lengkapnya

18 Maret 2022, 18:14 WIB
8 tahun Rusia rebut Krimea dari tangan Ukraina /Unsplash

ZONABANTEN.com - Konflik Rusia dan Ukraina telah menjadi sorotan utama di seluruh dunia. Semua orang tampaknya begitu tertarik untuk mengawasi perseteruan dua negara Eropa Timur itu.

Bagaimana tidak, pasalnya konflik Rusia dan Ukraina ini telah dikhawatirkan oleh banyak pihak, karena dapat berpotensi untuk memulai perang nuklir, dan menjadi sumber perang dunia 3.

Tetapi perseteruan ini bukanlah perseteruan pertama bagi Rusia dan Ukraina. Tepat 8 tahun pada hari ini, perseteruan yang sama panasnya juga pernah terjadi.

Tepatnya di semenanjung Krimea, sebuah daratan yang menjadi satu-satunya penghubung Rusia dengan Laut Hitam.

Baca Juga: Terkini Kasus Covid-19 DKI Jakarta 18 Maret 2022, Korban Meninggal Naik Lagi

Dikutip dari Britannica, pada mulanya, Krimea diakui sebagai bagian dari daerah Ukraina. Sampai Presiden Ukraina, Viktor Yanukovych, digulingkan.

Semenjak Revolusi Oranye yang terjadi pada tahun 2004 - 2005, rakyat Ukraina menginginkan kedaulatan sejati, yaitu terlepas dari pengaruh Rusia yang selama ini mengintervensi.

Tetapi cita-cita yang selama 10 tahun di perjuangkan rakyat Ukraina, tampaknya seperti dikhianati Viktor Yanukovych yang justru membatalkan kerjasama dengan Uni Eropa, dan mendekati Rusia.

Rakyat Ukraina pun marah, dan berakhir pada penggulingannya di tangga 22 Februari 2014. Tetapi peristiwa ini justri ditanggapi secara negatif oleh warga Krimea yang mayoritas pro-Rusia.

Tidak membutuhkan waktu lama, sejumlah pasukan bertopeng tak dikenal dengan cepat merebut gedung parlemen Krimea dan sejumlah situs penting lainnya.

Baca Juga: Ustadz Adi Hidayat Bahas Hukum Hutang Puasa yang Sudah Menahun, Bagaimana Cara Menggantinya?

Tuntutan mereka hanya satu, yaitu bergabung dengan Rusia. Legislator pro-Rusia di Krimea pun mengadakan rapat tertutup dan memilih Sergey Aksyonov, sebagai Perdana Menteri di sana.

Gejolak di daerah itu pun meningkat, yang mana membuat Presiden Rusia, Vladimir Putin, merasa untuk perlu melindungi etnis Rusia di sana.

Putin pun menandatangani persetujuan parlemen untuk mengerahkan pasukan ke Krimea. Pasukan Rusia kemudian bergabung dengan militer Krimea pro-Rusia.

Tak butuh waktu lama, persatuan dua kelompok militer itu, membuat negara beruang putih itu dapat menguasai secara de facto, semenanjung di laut hitam itu.

Rusia dan Ukraina kemudian berakhir pada kebuntuan yang cukup rumit. Sementara parlemen Krimea dengan inisiatif sendiri memutuskan untuk mengadakan referendum untuk menentukan nasib daerah itu.

Baca Juga: Repotting Pada Tanaman  Aglonema, Untuk Apa?

Referendum ini dilaksanakan pada 16 Maret 2014, tetapi Kiev melihat bahwa proposal dari pemungutan suara ini dinilai inkonstitusional.

Ini karena hasil referendum dinilai sudah ditentukan sejak awal, dan tidak memiliki transparansi karena wartawan dilarang untuk meliput.

Referendum pun mengantongi suara sebanyak 97% setuju untuk penggabungan dengan negara Rusia, meskipun banyak penyimpangan yang dicurigai.

Seperti yang sudah diperkirakan, hasil dari pemungutan suara itu tidak diakui oleh Kiev, Amerika Serikat, dan sejumlah negara Uni Eropa.

Sejumlah sanksi Internasional pun dijatuhkan pada Rusia dan sejumlah anggota pemerintahan Krimea yang mendukung referendum itu.

Baca Juga: RUU Kekerasan Seksual yang Telah Lama Ditunggu-tunggu, Akhirnya akan Segera Terwujud

Tetapi seperti tidak peduli dengan itu, pada 18 Maret 2014, Rusia memutuskan untuk menandatangani perjanjian penggabungan Krimea ke dalam negara Rusia.

Hanya segelintir negara yang mengakui keabsahan aneksasi itu. Tetapi dikabarkan PBB tetap mengakui bahwa Krimea adalah milik Ukraina, dan Rusia hanya sebatas “occupying power”.***

Editor: IDHY ADHYANINDA SUGENG MULYANDINI

Sumber: Britanica

Tags

Terkini

Terpopuler