Kisah Lolong, Buaya Air Asin Terbesar yang Jadi Bintang Kebun Ekowisata Filipina Setelah Memakan Manusia

18 Februari 2022, 21:45 WIB
Diduga telah memakan rakyat, Lolong menjadi buaya terbesar di penangkaran sebelum kematiannya pada tahun 2013 /Pixabay

ZONABANTEN.com – Tentunya, buaya bukan binatang yang tidak lazim untuk dilihat. Namun pernahkah anda mendengar mengenai Lolong?

Lolong adalah buaya penangkaran terbesar yang pernah tercatat di dunia.  Tidak tanggung-tanggung, panjangnya mencapai 6,17 meter, dengan berat 1,075 kilogram, sehingga tidak heran bila ia mendapat penghargaan tersebut.

Buaya air asin tersebut ditangkap di sungai Bunawan, Agusan Del Sur, Filipina, pada tanggal 3 September 2011 atas kerjasama warga, unit pemerintahan lokal, dan para pemburu buaya Palawan.

Baca Juga: Hasil J.League Kawasaki Frontale vs FC Tokyo: Gol tunggal Damiao Beri Frontale Kemenangan Pertama

Penangkapan Lolong tidak mudah. 100 orang warga ikut terlibat untuk membawanya menuju daratan, setelah pemburuan yang berlangsung selama 3 minggu.

Lolong juga sempat bertindak agresif dalam proses, dan merusak tali pengikat sebanyak dua kali sebelum dapat diamankan dengan baik. Ia diduga berusia 50 tahun saat ditangkap.

Seorang pemburu buaya senior dari Pusat Reservasi Buaya dan Satwa Liar Palawan sekaligus pemimpin operasi pemburuan, Ernesto "Lolong" Goloran Cañete, meninggal akibat serangan jantung beberapa hari sebelum hewan tersebut berhasil ditangkap.

Baca Juga: Turis Asing yang Datang ke Indonesia Ungkap Adanya Penipuan dalam Karantina Hotel, Ini Tindakan Pemerintah

Sebelum penangkapannya, Lolong sempat diduga memakan seorang nelayan yang menghilang di Bunawan, dan juga mengkonsumsi seorang gadis berusia 12 tahun yang kepalanya ditemukan dua tahun sebelumnya.

Selain itu, ia menjadi tersangka utama dalam kasus hilangnya kerbau di daerah tersebut.

Meskipun memiliki sejarah yang mengerikan, hewan predator tersebut dijadikan pusat dari sebuah taman ekowisata untuk spesies rawa.

Lolong disimpan di dalam Bunawan Ecopark and Wildlife Reservation Center yang berlokasi di Barangay Consuelo.

Taman tersebut mengenakan biaya masuk sebesar 20 peso atau 5,5 ribu rupiah untuk dewasa, dan 15 peso atau 4,1 ribu rupiah bagi anak-anak.

Baca Juga: Efek Samping Vaksin COVID–19 dan Apa yang Harus Dilakukan Jika Mengalaminya?

Uang yang didapatkan digunakan untuk mendukung proses pemeliharaan taman dan juga sebagai biaya makanan Lolong.

Aktivis organisasi non-pemerintah Animal Kingdom Foundation Inc., sempat bekerja sama dengan People for the Ethical Treatment of Animals dalam mendesak pemerintah daerah untuk mengembalikan hewan karnivora itu ke habitatnya.

Usulan tersebut ditentang oleh warga Barangay dan juga walikota Bunawan, Edwin Elorde, dengan alasan bahwa ia akan mengancam penduduk di sekitar sungai.

Baca Juga: Ini Fakta Unik Buah Pisang untuk Manfaat di Setiap Tingkatan Kematangannya

Sayangnya, Lolong meninggal pada Februari 2013 lalu. Ia ditemukan dalam posisi terbalik dengan perut kembung di dalam kandangnya.

Otopsi menyatakan bahwa kematiannya disebabkan oleh pneumonia dan serangan jantung, yang terpicu akibat infeksi jamur dan juga stres.

Menurut walikota Edwin Elorde, ia telah menderita penyakit selama beberapa minggu sebelum kematiannya.

“Ia tidak mau makan semenjak bulan lalu dan kami menyadari perubahan warna dalam kotorannya," ucapnya.

Baca Juga: Obat Antivirus COVID-19 Movfor Mulai Diedarkan

Selain itu, anggota staf juga menyadari kembung yang tidak wajar di perut reptil raksasa tersebut, menurutnya.

Kini, mayatnya ditampilkan di Museum Nasional Sejarah Alam Filipina, Manila, setelah diawetkan dengan taksidermi. Sejarahnya tetap dikenang meskipun dia telah tiada. ***

Editor: IDHY ADHYANINDA SUGENG MULYANDINI

Sumber: Daily Star

Tags

Terkini

Terpopuler