Turis Asing yang Datang ke Indonesia Ungkap Adanya Penipuan dalam Karantina Hotel, Ini Tindakan Pemerintah

- 18 Februari 2022, 21:28 WIB
Wisatawan dan turis yang berkunjung ke Indonesia merasa ditipu oleh para mafia karantina hotel. /Ilustrasi/Pexels/Pixabay
Wisatawan dan turis yang berkunjung ke Indonesia merasa ditipu oleh para mafia karantina hotel. /Ilustrasi/Pexels/Pixabay /

ZONABANTEN.com - Kementerian Pariwisata Indonesia menindak penipuan karantina hotel yang diduga dilakukan oleh kelompok terorganisir yang dijuluki 'mafia karantina' terhadap turis asing.

Melansir dari ABC News, dugaan penipuan ini melibatkan turis yang diberitahu pada akhir masa karantina bahwa hasil tes PCR mereka positif.

Hal ini mengakibatkan mereka dipaksa masuk ke 'hotel isolasi' dimana harus membayar akomodasi lebih lanjut.
 
Baca Juga: Ini Fakta Unik Buah Pisang untuk Manfaat di Setiap Tingkatan Kematangannya

'Hotel isolasi' hanya menampung para turis yang dites positif selama karantina. Meski tidak menunjukkan gejala, mereka juga tidak diperbolehkan menjalani tes kedua untuk memastikan hasil positif.

Akhirnya pihak berwenang saat ini mengizinkan para pelancong untuk mendapatkan tes kedua yang independen.

Menteri Pariwisata, Sandiaga Uno mengatakan, pemerintah Indonesia telah menerapkan peraturan dan standar baru untuk menangani praktik 'mafia karantina'.

"Kementerian Pariwisata sedang menyelidiki dan akan memberikan hukuman berat kepada mereka yang melanggar aturan pemerintah," katanya kepada ABC News.
 
Baca Juga: WINNER Umumkan Jadwal Konser Offline dan Online 'WINNER 2022 Concert' di Seoul

Komentar Sandiaga Uno muncul setelah Presiden Joko Widodo memerintahkan Polri untuk menyelidiki laporan kontra dalam sistem karantina ini.

Polisi membentuk tim khusus untuk menangani tuduhan penipuan  yang dilakukan oleh kelompok terorganisir atau sistematis yang terhubung dengan hotel.

"12 hotel yang ditempati oleh 300 warga negara Indonesia dan 417 orang asing diselidiki," kata tim penyelidik.

"Salah satu laporan datang dari seorang wanita Ukraina yang diminta oleh staf hotel di Jakarta untuk tinggal lebih lama dan membayar tarif yang lebih tinggi setelah menerima hasil positif pada hari terakhirnya di karantina," tutur Sandiaga Uno.
 
Baca Juga: Update Covid-19 Global: Sah! Jepang Izinkan Warga Negara Asing Datang Mulai Maret 2022

"Staf hotel beralasan hasil tes PCR positif," tambahnya.

Saat Kementerian membantu turis itu mendapatkan tes PCR kembali dan hasilnya negatif, ia tidak perlu memperpanjang masa tinggalnya di hotel.

Kontras dengan laporan yang beredar, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) telah membantah tuduhan penipuan karantina dengan mengatakan mungkin terjadi miskomunikasi.

"Tidak ada yang namanya mafia di karantina hotel, Bisa dicoba untuk menemukan bukti, tapi kami tidak pernah menemukannya" ujar Vivi Herlambang, Koordinator Hotel Karantina PHRI, seraya menambahkan bahwa penyedia layanan karantina hotel tidak melanggar peraturan apa pun.
 
Baca Juga: Park Min Young dan Song Kang Tampil Ceria di Foto Promosi Drama ‘Forecasting Love and Weather’

Juru bicara Gugus Tugas COVID-19 Indonesia, Wiku Adisasmito juga membantah tuduhan penipuan karantina hotel.

Sementara itu, data dari gugus tugas yang diterbitkan pada awal Januari menunjukkan bahwa lebih dari 2.700 orang yang dites negatif COVID ketika mereka tiba di Jakarta pada Januari kembali dengan hasil tes positif pada akhir masa karantina tujuh atau 10 hari mereka.

Selain mafia karantina hotel, warga AS, Matthew Joseph Martin mempermasalahkan standar akomodasi dan biaya karantina hotel di Jakarta.

Dia dan putranya telah kembali dari mengunjungi orang tuanya di luar negeri.
 
Baca Juga: California Mengadopsi Kebijakan Virus Endemik Pertama

Martin yang tinggal di Bogor bersama istri dan tiga anaknya dinyatakan positif COVID-19 pada akhir masa karantina di hotel pilihannya dan kemudian terpaksa pindah ke hotel isolasi.

Di hotel itu ia menerima semua biaya dan biaya menginap di hotel isolasi, tetapi perjanjian itu tidak menyebutkan harga menginap.

Dia awalnya menolak untuk menandatangani, dan mengatakan staf hotel 'mengancam' dirinya dengan deportasi, dan akhirnya mengalah setelah biaya dirinci dalam perjanjian.

Martin mengatakan dia membayar 17,6 juta rupiah ($ 1.700) selama seminggu untuk dia dan putranya tetapi kondisi ruangan itu jauh di bawah harapan sampai-sampai dirinya menyebut seluruh sistem itu 'penipuan'.
 
Baca Juga: 1 dari 4 Siswa Korea Selatan Tolak Unifikasi dengan Korea Utara, Ini Alasannya

"Hotelnya sangat kotor, tidak higienis dan tidak kondusif untuk pemulihan yang sehat dan cepat dari COVID," katanya.

Pihak ABC News sempat menghubungi hotel isolasi untuk mematikan hal tersebut tetapi belum menerima tanggapan. 

Martin juga mengirim laporan yang merinci terkait kondisi hotel kepada Sandiaga Uno, sekaligus memposting video tampilan hotel tempatnya isolasi di Instagram dan menjadi viral. 

Video tersebut menyoroti masalah kamarnya termasuk sprei bernoda, dinding yang rusak, dan lantai kotor.***

Editor: IDHY ADHYANINDA SUGENG MULYANDINI

Sumber: ABC News


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x