Mewujudkan Desa Tangguh Pangan - Oleh Yeby Ma’asan Mayrudin

- 16 Oktober 2023, 11:46 WIB
Penulis: Yeby Ma’asan Mayrudin, Akademisi FISIP Untirta
Penulis: Yeby Ma’asan Mayrudin, Akademisi FISIP Untirta /Ist/

Oleh: Yeby Ma’asan Mayrudin

ZONABANTEN.com - Persoalan krisis pangan menjadi momok di belahan dunia mana pun. Dampak krisis pangan menyebabkan terjadinya masalah kelaparan dan kekurangan gizi yang masif.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 2021 menyebut jumlah warga yang menderita kekurangan gizi di dunia mencapai 767 juta orang.

Di Indonesia, menurut kajian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), terdapat 21 juta warga Indonesia yang kekurangan gizi dan 21,6 persen anak mengalami stunting. Atas dasar itu Indeks Ketahanan Pangan Global 2022 menempatkan Indonesia di urutan 84 untuk ketersediaan pangan dan 44 untuk keterjangkauan dari total 113 negara.

Baca Juga: Menghilangkan Halusinasi Lima Tahunan

Isu ketahanan pangan menjadi persoalan penting yang harus jadi fokus pemerintah. Pelaksanaan politik kebijakan pangan merupakan salah satu fondasi krusial bagi suatu negara untuk terhindar dari krisis pangan yang akan sangat menyengsarakan rakyatnya.

Upaya menangkal terjadinya krisis pangan memerlukan strategi yang praktis dan taktis. Perlu pergeseran paradigma sentralistis ke paradigma desentralisasi soal pembangunan ketahanan pangan. Artinya, pemerintah fokus mewujudkan ketahanan pangan dimulai dari satuan wilayah terkecil dan terpenting yakni desa.

Dengan jumlah desa yang mencapai 83.794 di 2022, sangat rasional jika pembangunan yang terjadi di desa merupakan dasar dari pembangunan nasional. Berbagai program pembangunan berkelanjutan dengan dasar SDGs (Sustainable Development Goals) juga sudah terbukti manfaatnya bagi desa. Desa bahkan berkontribusi 74% terhadap pencapaian SDGs nasional.

Penguatan pangan dimulai dari desa menggelorakan semangat GERBANG DESTANGAN yaitu Gerakan Membangun Desa Tangguh Pangan.  

Ada empat hal penting dalam membangun desa tangguh pangan yang penulis adopsi dari Lioba Weingärtner (2009) yaitu kecukupan ketersediaan pangan, mudahnya aksesibilitas terhadap pangan, penyerapan pangan, dan stabilitas pangan.

Pertama, untuk mewujudkan desa tangguh pangan yaitu dengan cara mencukupi ketersediaan pangan masyarakat desa. Produktivitas pangan dasar seperti padi, beras, sayur mayur, dan lauk perlu ditingkatkan dan distimulasi dengan kebijakan Dana Desa agar pasokan pangan di setiap desa terpenuhi.

Baca Juga: Wisuda TK-SMA Mengundang Kesenjangan Dan Mengandung Komersialisasi

Kedua, warga desa dengan mudah memiliki aksesibilitas pangan. Artinya ketersediaan pangan memadai dan warga mampu membeli bahan pangan tersebut.

Ketiga, penyerapan pangan yaitu keterpenuhan bahan pangan yang bergizi untuk kebutuhan energi dan kecukupan gizi Masyarakat desa.

Keempat, stabilitas pangan, yaitu menghadirkan desa tangguh pangan. Artinya, dalam kondisi apa pun seperti bencana dan sebagainya desa tetap aman dan kondusif dalam urusan konsumsi pangan untuk kehidupan sehari-hari.

Keempat aspek tersebut masih terbilang sangat normatif. Maka dari itu diperlukan upaya strategis dan taktis menyusun secara praktikal transformasi di sektor pertanian.

Upaya transformasi ini membutuhkan penopang utama yang didasarkan pada political will pimpinan tertinggi di level nasional dan di wilayah Provinsi serta Kabupaten/Kota. Kekuatan anggaran menjadi kata kuncinya.

Focusing anggaran untuk Ketahanan Pangan di level Desa perlu dipertimbangkan. Upaya tersebut seyogyanya dialokasikan untuk mendorong regenerasi petani.

Keharusan melakukan regenerasi petani tidak bisa ditawar lagi. Aktivitas tersebut perlu direalisasikan dengan luas melalui program Petani Milenial yang mendorong para anak muda secara masif terjun ke dunia pertanian.

Sebenarnya program tersebut sudah ada di beberapa daerah di Indonesia. Sayangnya kebijakan tersebut sangat parsial dan tidak terorganisasi secara sistematis dan masif. Sehingga gerakan tersebut viral semata tanpa membawa perubahan besar di sektor pertanian.

Baca Juga: Momentum HUT Kemerdekaan RI Ke-75, Saatnya Serius Membangun Bisnis UMKM

Penulis menggagas GERBANG DESTANGAN ini dengan memasukkan value atas penghadiran Petani Milenial dalam mewujudkan desa tangguh pangan.

Pengelolaan program ini mendasar pada mandat Presiden, Gubernur dan Bupati/Walikota yang kemudian memberikan ruang kepada Kepala Desa untuk membuat dan melaksanakan program Petani Milenial dibantu dengan regulasi atas pemanfaatan Dana Desa maupun Anggaran Pemerintahan Desa (APBDes) untuk Desa Tangguh Pangan. Kehadiran 150 Petani Milenial di setiap desa diharapkan mampu mendorong perubahan sektor pertanian di level desa.

Sesungguhnya perubahan pengelolaan sektor pertanian di Indonesia ini mengalami eskalasi yang menarik di awal Kepemimpinan Presiden Joko Widodo periode awal dengan mengeluarkan kebijakan UPSUS PAJALE yaitu Upaya Khusus Peningkatan Produksi Padi, Jagung dan Kedelai.

Program tersebut terkesan program gotong royong, karena semua para pemangku kepentingan terkonsentrasi pada program tersebut bahkan eksistensi tentara Angkatan darat dalam operasionalisasi UPSUS PAJALE begitu berperan. Maka program penguatan Petani Milenial pun akan sangat masif dan berdampak positif bila penerapannya dikerjakan secara gotong royong dan kebersamaan para pemangku kepentingan dan institusi-instansi lain sebagai leading sector.

Penulis merupakan salah satu akademisi di Program Studi Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Disclaimer: Semua tulisan dari opini ini adalah hasil dari pemikiran dan riset dari penulis, redaksi ZONABANTEN.com hanya melakukan penyuntingan dari sisi bahasa dan penulisan.

***

Editor: Rahman Wahid


Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x