Kesadaran kebangsaan dan semangat perjuangan dalam memajukan pendidikan Indonesia juga mendorong masyarakat untuk memperjuangkan posisi dan hak mereka dari orang-orang Belanda.
Perjuangan tersebut meraih kesuksesannya semenjak Kepala Hollandsch Inlandsche School (HIS) atau SD, diganti oleh orang Indonesia.
Kemudian, posisi lain di sekolah-sekolah Belanda juga lama-kelamaan mengikuti tren ini.
Hingga akhirnya, anggota-anggota PGHB tidak lagi memperjuangkan persamaan hak, tapi juga hak mereka untuk merdeka dari jajahan bangsa lain.
Baca Juga: Hari Guru Nasional, DPR Dorong Honorer yang Telah Lama Mengabdi Semakin Dimudahkan Jadi ASN
Sayangnya, saat Jepang menjajah Indonesia, semua organisasi, perserikatan, dan perkumpulan dilarang, termasuk PGRI.
PGRI ditutup, dan aktif kembali setelah Indonesia meraih kemerdekaannya. Beberapa bulan setelah proklamasi kemerdekaan, dilaksanakan Kongres Guru Indonesia pada 24-25 November 1945 di Surakarta.
Melalui kongres tersebut, semua organisasi dan kelompok guru yang berdasarkan pada perbedaan gelar, tamatan, suku, agama, dan lainnya, dihapuskan.
Anggota PGRI adalah guru yang aktif mengajar, pensiunan guru yang aktif berjuang, dan pegawai pendidikan Indonesia yang baru saja dibentuk.
Pada hari kedua kongres, tanggal 25 November 1945, PGRI sepakat dibentuk dengan semangat mempertahankan Indonesia, meningkatkan kualitas pendidikan dan pengajaran, serta membela hak dan nasib guru.