Sosialisasi hingga Penggunaan Alat Monitoring, Menkes Beberkan Penanganan Dampak Polusi Udara bagi Kesehatan

29 Agustus 2023, 13:10 WIB
Penanganan Kementerian Kesehatan terkait dampak polusi udara Jabodetabek terhadap kesehatan /Humas Setkab/Agung/Setkab

ZONABANTEN.com – Sosialisasi hingga penggunaan alat monitoring, Menkes beberkan penanganan dampak polusi udara bagi kesehatan. Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) memimpin rapat terbatas (ratas) yang membahas tentang peningkatan kualitas udara di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek) di Istana Merdeka, Jakarta, pada Senin, 28 Agustus 2023. Dalam ratas tersebut, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan, bahwa polusi udara berkontribusi besar terhadap enam besar penyakit gangguan pernapasan di Indonesia.

Penyakit tersebut antara lain pneumonia (infeksi paru), infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), asma, tuberkulosis, kanker paru, dan penyakit paru obstruksi kronis (PPOK).

“Kita lihat itu salah satu penyebab (penyakit gangguan pernapasan) yang paling dominan adalah polusi udara. Itu antara 24-34 persen dari tiga penyakit utama tadi, pneumonia, kemudian ISPA, dan asma,” kata Budi.

Baca Juga: Waspada, Jumlah Kasus ISPA di Kota Serang Meningkat, Anak Bayi Paling Rentan 

Menkes juga menyebutkan, bahwa beban BPJS disebabkan enam penyakit tersebut mencapai Rp10 triliun di tahun 2022 lalu, dan menunjukkan peningkatan di tahun 2023.

“Memang perlu kita sampaikan di sini, yang  top 3-nya itu adalah infeksi paru atau pneumonia, infeksi saluran pernapasan yang di atas, kemudian asma. Ini totalnya sekitar Rp8 triliun dari Rp10 triliun yang tadi yang enam,” lanjut Menkes.

Soal dampak polusi di sektor kesehatan, Badan Kesehatan Dunia (WHO) memberikan pedoman untuk melakukan pemantauan terhadap lima komponen di udara.

Lima komponen tersebut terdiri dari tiga komponen bersifat gas, yaitu nitrogen, karbon, dan sulfur. Sementara dua komponen lainnya yaitu partikulat (particulate matter), yaitu PM 10 dan PM 2,5.

“Yang bahaya di kesehatan adalah yang 2,5. Kenapa? Dia bisa masuk sampai pembuluh alveoli di paru. Itu yang menyebabkan kenapa pneumonia itu terjadi. Itu sebabnya, kalau di kesehatan memang kita melihatnya di PM 2,5, karena ini yang bisa masuk sampai dalam, kemudian menyebabkan pneumonia yang memang di BPJS ini paling besar,” jelas Budi.

Baca Juga: Waspada, Jumlah Kasus ISPA di Kota Tangerang Meningkat akibat Polusi Udara 

Terkait hal ini, Presiden meminta jajarannya dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) untuk menyesuaikan standar kualitas udara yang terkini dan telah diperketat oleh WHO.

“Jadi ada guidance lagi WHO mengenai standar-standar dari standar udara yang harus dipenuhi untuk menjaga level kesehatan masyarakat. Dan arahan Bapak Presiden tadi, coba ini dibicarakan dulu dengan Menteri LHK dan nanti Menteri LHK lah yang akan menentukan standarnya di mana, supaya sama di seluruh industrinya,” ungkap Budi.

Untuk memantau kualitas udara, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah melengkapi puskesmas di Jabodetabek dengan alat monitoring yang dapat mendeteksi kadar PM 2,5 secara real time.

“Kita di puskesmas ada alat-alat monitoring yang kita bagi sebagian sanitarian kit biasanya dikasih tuh di seluruh puskesmas. Tapi itu lebih ke indoor measurement sebenarnya, bisa juga dipakai outdoor, tapi tidak terus-menerus seperti yang tadi disampaikan oleh Ibu Menteri LHK untuk mengetahui komponen-komponen kesehatan udara, tanah, dan air,” jelasnya.

Kemudian, untuk menurunkan risiko dan dampak kesehatan dari polusi udara, Kemenkes akan memberikan edukasi kepada masyarakat terkait bahaya polusi udara bagi kesehatan.

Baca Juga: Presiden Jokowi Minta Penanganan Polusi Berbasis Kesehatan, Menteri LHK: 161 Sumber Pencemaran Akan Diperiksa 

Selain itu, penggunaan masker juga diberlakukan sebagai upaya pencegahan apabila polusi udara terpantau tinggi berdasarkan standar yang sudah ditetapkan.

Menkes menyarankan masker yang memiliki spesifikasi tertentu yang memiliki kerekatan untuk menahan partikulat.

“Maskernya mesti yang KF 94 atau KN 95 minimum, yang memiliki kerengketan untuk menahan particulate matters 2,5, karena yang bahaya itu yang 2,5. Dia masuk bisa masuk paru, dia masuk bisa masuk pembuluh darah paru, karena saking kecilnya ya dia fine. Jadi, perlu masker yang kelasnya KF 94 atau KN 95 itu yang untuk pencegahannya,” kata Menkes.

Bekerjasama dengan Rumah Sakit Persahabatan, edukasi juga akan disosialisasikan oleh Kemenkes kepada dokter-dokter di puskesmas dan rumah sakit di Jabodetabek terkait langkah-langkah penanganan penyakit pernapasan.

Jika masyarakat harus dirawat karena penyakit gangguan pernapasan tersebut, masyarakat bisa mendapatkan penanganan dan diagnosis yang sama.***

Editor: Dinda Indah Puspa Rini

Sumber: Setkab

Tags

Terkini

Terpopuler