Kesadaran kemudian muncul dengan tekad untuk menjadi hamba yang Allah yang taat.
Namun kadangkala dengan rutinitas yang kembali mengisi hari-hari kita kesadaran itu kembali tumpul bahkan luntur.
Oleh sebab itulah melalui mimbar jumat ini khotib kembali mengajak marilah kita berupaya secara sungguh-sungguh memperbaharui keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah, memperbaharui kembali komitmen kita kepada Allah yang sering kita ulang-ulang namun jarang diresapi, sebuah komitmen yang mestinya menyertai setiap langkah kita:
إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا من الْمُسْلِمِينَ
“Sesungguhnya sholatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah termasuk orang orang yang menyerahkan diri.”
Baca Juga: Strategi Percepatan Program, Indonesia Targetkan Pengembangan Kendaraan Listrik dan Ekosistemnya
Ma'asyiral jamaati fii shalatil Jum'ah rahimakumullah
Ibadah haji secara syar’i hukumnya wajib. Tetapi hukum wajibnya tidak bersifat mutlak secara utuh, tetapi ditujukan kepada mereka yang telah mampu. Ibadah haji adalah kebutuhan bagi mereka yang telah mampu dan karenanya harus dilaksanakan sesegera mungkin.
Bagi mereka, kewajiban melaksanakan ibadah haji ke Tanah Suci tidak mengganggu pemenuhan kebutuhan-kebutuhan lainnya karena mereka memang memiliki rejeki yang lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari, seperti kebutuhan sandang, pangan dan papan.
Oleh karena itu sangat jelas dinyatakan bahwa ibadah haji adalah wajib bagi orang-orang yang telah mampu sebagaimana firman Allah dalam surah Ali Imran, ayat 97: