Asal Muasal Perayaan Tahun Baru Masehi, Persembahan Orang Romawi Untuk Dewa Janus

- 31 Desember 2020, 20:14 WIB
Asal Muasal Perayaan Tahun Baru Masehi, Persembahan Orang Romawi Untuk Dewa Janus
Asal Muasal Perayaan Tahun Baru Masehi, Persembahan Orang Romawi Untuk Dewa Janus /Pixabay

ZONABANTEN.com Tahun Baru Masehi 2021 hanya tinggal hitungan jam.

Hampir seluruh orang di dunia akan merarakan pergantian Tahun Baru Masehi dengan berbagai cara.

Tidak terkecuali umat Muslim, meski jelas-jelas mereka memiliki kalender sendiri yakni Hijriah yang berbeda penanggalannya dengan Tahun Baru Masehi.

Namun kebanyakan umat Islam juga merayakan pergantian tahun baru Masehi bersama keluarga atau orang-orang terdekat mereka.

Baca Juga: Lengkap! Daftar Pemenang MBC Drama Award 2020, Park Hae Jin Berhasil Meraih Grand Prize Daesang

Jika menilik sejarah peringatan perayaan Tahun Baru Masehi, mungkin sebagian umat Muslim akan terkejut, dan akan mulai meninggalkan perayaan Tahun Baru Masehi.

Perayaan Tahun Baru Masehi sendiri merujuk pada persembahan orang Romawi untuk Dewa Janus.

Dalam buku The World Book Encyclopedia, 1984, volume 14 halaman 237 dijelaskan, penguasa Romawi Julius Caesar menetapkan 1 Januari sebagai hari permulaan tahun baru semenjak abad ke-46 SM.

Orang Romawi mempersembahkan hari ini (1 Januari) kepada Janus, dewa segala gerbang, pintu-pintu, dan permulaan (waktu).

Baca Juga: Segera Cek Smartphone Anda! Mulai 2021, WhatsApp Terancam Tak Dapat Digunakan di Beberapa Ponsel

Bulan Januari diambil dari nama Janus sendiri, yaitu dewa yang memiliki dua wajah.

Sebuah wajahnya menghadap ke (masa) depan dan sebuahnya lagi menghadap ke (masa) lalu).

Merayakan tahun baru masehi memiliki keterkaitan historis dengan ritual paganisme Romawi tersebut.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassalam sendiri melarang umat muslim untuk merayakan pergantian tahun baru masehi.

Baca Juga: Waspada! Ini Ilmu Hitam Paling Berbahaya di Dunia, Ada Juga yang Berasal dari Indonesia

Adapun larangan merayakan tahun baru masehi di riwayatkan oleh Imam Abu Daud dan an-Nasa’i dalam kitab sunah-nya yang artinya:

"dari Anas, ia berkata: ketika Rasulullah saw datang ke Madinah, penduduknya mempunyai dua hari yang biasa dirayakan (Nairuz dan Muhrojan).

Tanya Rasul Shallallahu’alaihi wa sallam:” Ada apa dengan dua hari itu?” mereka menjawab:” Kami sudah biasa merayakannya sejak zaman Jahillayah.”Sabda Rasul Sallallahu’alaihi Salam:”Sesungguhnya Allah telah meggantikan untuk kalian dua hari tersebut dengan dua hari yang lebih biak, yaitu hari Adha dan hari Fitri.”

Berdasarkan hadist di atas, bahwa Rasulullah SAW telah menghapuskan hari raya Nairuz dan Muhrojan dan menggantikannya dengan hari raya I’dul Adha dan Id’ul Fitri.

Baca Juga: WHO Peringatkan Terlalu Sering Gunakan Antibiotik Umum di Tengah Pandemi bisa Picu Super Gonore

Hari raya Nairuz adalah hari pertama dalam awal tahun, dan itu adalah dianggap sebagai awal tahun matahari.

Hari raya Nairuz dalam perhitungan bangsa Arab sama dengan hari pertama Muharram berdasarkan bulan Hijjriyah.

Sedangkan hari Muhrojan adalah hari pertengahan tahun, tepatnya ketika matahari berada di awal musim semi.***

Editor: Bondan Kartiko Kurniawan

Sumber: Sumbarprov.go.id UIN Suska Riau


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x