Melawan dengan Pena, Peran Majalah Alternatif di Indonesia pada Masa Orde Baru

- 25 Februari 2024, 14:36 WIB
Melawan depan pena, peran majalah alternatif pada masa orde baru.
Melawan depan pena, peran majalah alternatif pada masa orde baru. /South East Asian Library Group
ZONABANTEN.COM - Pada Juni 1994, Pemerintah Indonesia membredel majalah-majalah seperti Tempo, Editor, dan Detik. Hal ini karena beberapa media tersebut menulis artikel yang mengutarakan kritik mereka terhadap Pemerintah Indonesia yang saat itu memang sedang tidak akrab dengan pers. 
 
Beberapa majalah tersebut mengedarkan berita yang kritis terhadap pemerintah, salah satunya mengenai Habibie yang membeli kapal perang dari Jerman, kapal bekas yang sebelumnya digunakan dalam perang Jerman Timur. Majalah tersebut berjudul 'Habibie dan Kapal Itu' yang diterbitkan oleh Tempo. 
 
Namun, mereka bukanlah satu-satunya media yang mengkritik pemerintah orde baru. Terdapat banyak sekali media yang mengkritik pemerintah orde baru, seperti koran-koran pentolan PKI yang mengasingkan diri ke luar negeri, dan Majalah Zine yang beredar pada tahun 1990-an. 
 
Pada tahun 1965, terjadi G30S-PKI. Setelah kejadian ini, pentolan-pentolan PKi terpaksa mengasingkan diri, umumnya ke negara-negara komunis, Perancis, dan Belanda. Identitas mereka terpaksa diubah dan mereka menggunakan nama-nama yang mirip dengan nama orang Prancis, Belanda, atau Tiongkok. 
 
Eksil Indonesia pada umumnya berbeda dengan eksil negara-negara lain. Eksil negara lain kabur karena tekanan yang mereka alami, dan mereka tahu mereka mungkin tidak akan pulang, berbeda dengan eksil Indonesia yang baru sadar bahwa mereka terasingkan pada tahun 1990-an. 
 
 
Hal ini pun membuat para seniman yang terasingkan menulis karya sastra dalam pengasingan. Di dalam karya sastra tersebut, mereka menulis emosi terhadap situasi yang sedang terjadi. Mereka masih merasa sebagai Warga Negara Indonesia, namun sebenarnya mereka sudah diasingkan. 
 
Mereka pun tidak hanya menceritakan emosi dan kebingungan mereka mengenai situasi yang sedang terjadi, namun mereka juga kritis terhadap pemerintah. Mereka melahirkan aliran sastra eksil Indonesia, dan sastra bawah tanah di Indonesia. Banyak dari mereka mengedarkan majalah yang terinspirasi dari Samizdat di Eropa Timur. 
 
Seperti di Eropa Timur di mana Samizdat beredar, pada masa perang dingin di negara-negara Barat juga mengedarkan majalah-majalah bawah tanah, seperti Vrye Weekblad  di Afrika Selatan, yang ternyata didirikan oleh seorang kulit putih. 
 
Salah satu karya sastra eksil yang kritis terhadap orde baru adalah Api Pemuda Indonesia. Majalah Api Pemuda Indonesia merupakan majalah yang diterbitkan oleh Pentolan PKI yang terasingkan di Albania. Jurnal tersebut diterbitkan oleh Pentolan PKI dan Perhimpunan Pelajar Indonesia Albania selama beberapa bulan sekali. 
 
Majalah Api Pemuda Indonesia diterbitkan pada tahun 1968-1980-an dan beredar dalam Bahasa Perancis, Inggris, dan tentu Bahasa Indonesia. Mereka membahas mengenai berbagai hal, mulai dari karya sastra dan politik, termasuk mengenai invasi Indonesia ke Timor Leste pada 1975.
 
 
Selain Api, terdapat juga Arah. Arah merupakan sebuah majalah yang diterbitkan oleh Perhimpunan Indonesia di Amsterdam yang terbit pada tahun 1985-1990-an. Di dalam tulisan Arah, beredar juga wawancara dengan Widji Thukul, dan puisi-puisi Pramoedya Ananta Toer. 
 
Sanksi-sanksi yang didapatkan dari para pemegang, atau pembeli majalah-majalah tersebut di Indonesia pada saat itu, bisa berupa kurungan penjara. 
 
Namun, majalah-majalah alternatif tidak hanya beredar dari luar negeri. Juga terdapat beberapa majalah yang beredar dan diedarkan di Indonesia sendiri. Salah satu di antaranya adalah Majalah Suara Independen. Suara Independen merupakan majalah yang diedarkan oleh wartawan-wartawan yang umumnya berasal dari Kompas dan Tempo setelah pembredelan pada Juni 1994. 
 
Majalah ini diedarkan dan diterbitkan oleh para wartawan yang merasa tidak puas dengan tindakan represif pemerintah terhadap para wartawan. Akhirnya mereka menerbitkan majalah bernama Suara Independen, yang merupakan sebuah majalah yang diterbitkan oleh wartawan-wartawan Aliansi Jurnalis Independen, yang pada saat itu masih bertindak di bawah tanah. 
 
Majalah Suara Independen ditujukan untuk para wartawan dan seniman agar terdapat ruangan yang lebih luas dalam kehidupan pers. Majalah ini diedarkan kepada para aktivis, anggota parlemen yang dianggap kritis, dan kalangan-kalangan LSM yang dianggap kritis dari tangan ke tangan. 
 
 
Para pengedar dan penerbit majalah ini tentunya tidak luput dari hukuman. Seringkali mereka terkena masalah hukum, dengan berbagai alasan. Banyak dari mereka pada saat itu dikeluarkan dari Persatuan Wartawan Indonesia, yang pada saat itu menjadi satu-satunya organisasi wartawan yang diakui, dan bahkan banyak juga yang dipecat oleh media mereka masing-masing. 
 
Selain Suara Independen, pada tahun 1990-an, terdapat Majalah Zine. Kata Zine sendiri merupakan pecahan dari kata "Magazine" dalam Bahasa Inggris yang berarti majalah. Majalah Zine ini lebih luas cakupannya.
 
Di dalam majalah ini tidak hanya ditulis mengenai politik, namun juga mengenai musik dan budaya-budaya serta karya sastra lainnya. Zine baru mulai menggubris mengenai Politik pada tahun 1990-an akhir. Pada 1990-an akhir, majalah ini sudah membahas mengenai kapitalisme dan isu sosial lainnya. 
 
Selain itu, semua orang dapat menulis di majalah ini. Yang dibutuhkan hanya pensil atau alat tulis lainnya, dan mesin fotokopi. Majalah ini biasanya di staples. Majalah Zine sendiri masih beredar sampai sekarang karena pada dasarnya dapat diterbitkan secara mandiri. 
 
Beberapa tahun yang lalu pun masih terdapat acara festival bagi para Zinester di Bandung. Majalah Zine sekarang tidak hanya membahas politik, namun juga olahraga dan lain-lain. 
 
Meski Zine masih beredar, majalah-majalah seperti Api Pemuda Indonesia dan Suara Independen sudah berhenti beredar sejak 1990-an akhir ketika orde baru tumbang. Meskipun orde baru sudah tumbang, masih banyak ruangan yang harus dibenahi pemerintah untuk memperbaiki  keadaan wartawan dan pers di Indonesia.***

Editor: Rismahani Ulina Lubis


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x