Semakin Berat, Murid SD di Jepang Membawa Tas Sekolah sampai 10 Kilogram

- 1 Mei 2023, 12:46 WIB
Murid SD di Jepang membawa tas sekolah dengan berat hingga mencapai 10 kilogram.
Murid SD di Jepang membawa tas sekolah dengan berat hingga mencapai 10 kilogram. /Tadashi Kako/The Mainichi

ZONABANTEN.com - Masalah tas sekolah yang berat sekali lagi membebani pundak murid-murid SD di Jepang. 

 

Menurut sebuah survei yang dilakukan oleh sebuah perusahaan di Tokyo, berat rata-rata tas sekolah yang berisi buku pelajaran dan barang-barang lainnya adalah lebih dari 4 kilogram, bahkan ada yang mencapai lebih dari 10 kilogram.

 

Hasil survei tersebut menunjukkan bahwa hampir 30 persen anak-anak yang disurvei merasakan sakit pada tubuhnya.

 

Beberapa pemerintah daerah di Jepang mengupayakan langkah-langkah untuk mengurangi beban tas sekolah dengan okiben, yaitu meninggalkan buku pelajaran di sekolah.

 

Baca Juga: Angka Kelahiran Terus Menurun, Korea Selatan Diprediksi Jadi Negara Hilang

 

Namun, cara tersebut rupanya kurang efektif karena banyak murid yang akhirnya membawa buku pelajaran ke rumah.

 

Seorang siswa kelas satu SD di Kobe ini misalnya, punggungnya tersembunyi oleh tas ransel sekolah randoseru barunya.

 

Randoseru adalah tas yang dibuat dari kulit hewan atau bahan sintetis yang mirip, dan umum digunakan oleh siswa-siswi SD di Jepang.

 

Ibunya yang berusia 47 tahun berkomentar sambil tersenyum kecut, "Seolah-olah ada tas ransel yang berjalan-jalan."

 

Baca Juga: Generasi Hikikomori Korea Selatan Lebih Tinggi dari Jepang, Ini Penyebabnya

 

Menurut survei yang dilakukan oleh Footmark Corp (produsen pakaian renang sekolah) terhadap anak-anak kelas satu hingga kelas tiga SD dan wali kelas di seluruh Jepang, berat rata-rata tas ransel sekolah meningkat.

 

Rata-rata berat tas ransel anak SD sekitar 3,97 kilogram pada tahun 2021, kemudian menjadi 4,28 kilogram pada tahun 2022. Bahkan ada yang beratnya mencapai lebih dari 10 kilogram.

 

Jumlah anak yang selalu atau sering merasa tas ransel mereka berat meningkat dari 50 persen pada tahun 2021 menjadi 60 persen pada tahun 2022. Sebanyak 27 persen anak merasakan sakit di bahu, pinggul, punggung, atau bagian tubuh lainnya.

 

Permasalahan ini dipicu oleh pandemi Covid-19. Kurikulum berbasis digital yang dipercepat membuat siswa-siswi di Jepang harus memiliki perangkat digital sehingga jumlah barang yang mereka bawa dari atau ke sekolah meningkat drastis.

 

Baca Juga: Begini Persepsi Warga Korea Selatan Mengenai KDRT

 

Seorang siswa kelas 5 SD yang tinggal di Tokyo telah menggunakan perangkat digital dengan berat sekitar 1 kilogram sejak ia duduk di bangku kelas 3 SD. 

 

Namun, karena perangkat itu tidak muat di dalam tas sekolahnya, ia juga membawa tas yang lebih kecil. Ia bahkan membawa satu tas lagi saat jadwal di sekolahnya padat, sehingga ada tiga tas yang dibawanya. 

 

Menurut sang ibu, anak perempuan dengan berat badan 40 kilogram ini membawa 6-9 kilogram barang bawaan, bahkan kadang mencapai 10 kilogram.

 

Menanggapi situasi ini, pada tahun 2018 Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Olahraga, Sains dan Teknologi Jepang mengeluarkan pemberitahuan yang mendesak sekolah untuk lebih fleksibel dengan mengizinkan para murid untuk meninggalkan perlengkapan sekolah yang tidak terpakai selama belajar di rumah di sekolah (okiben), tetapi hal ini belum cukup efektif.

 

Baca Juga: Krisis Penduduk, Angka Kelahiran Bayi di Korea Selatan Turun ke Tingkat Terendah

 

Ibu dari siswa kelas 5 SD yang disebutkan sebelumnya mengeluh, "Dia akhirnya harus membawa pulang sebagian besar materi pelajaran utama karena pekerjaan rumah dan persiapan ujian."

 

Sejak Februari, Dewan Pendidikan Kobe telah menganjurkan slogan baru yang disebut karu-sta sebagai alternatif dari okiben.

 

Inisiatif ini tidak berfokus pada apa yang harus ditinggalkan di sekolah, tetapi apa yang harus dibawa pulang sebagai kebutuhan minimum, dalam upaya untuk mengurangi beban barang bawaan dan membuat belajar di rumah menjadi pendekatan yang lebih positif. 

 

Sebagai contoh, pada hari-hari ketika siswa membawa pulang laptop, mereka fokus belajar di rumah dengan menggunakan komputer dan meninggalkan buku pelajaran dan buku catatan di sekolah.

 

Baca Juga: Mahasiswa Jepang Asal Hong Kong Ditangkap usai Berkomentar di Media Sosial

 

Namun, banyak sekolah yang tidak memiliki ruang penyimpanan yang memadai. Di Sekolah Dasar Kobe, para wali kelas terus mencari cara untuk menyimpan buku pelajaran para muridnya, seperti menggunakan rak-rak yang dipasang di ruang kelas dan lorong yang kosong.

 

Profesor dari Universitas Taisho, Takeshi Shirado, menyarankan, "Jika tidak ada tindakan yang diambil, barang bawaan siswa akan semakin berat. Penting bagi wali murid dan guru untuk memperhatikan barang bawaan mereka dan membiasakan diri untuk meninggalkan perlengkapan sekolah yang tidak diperlukan di rumah atau di sekolah,” katanya, dilansir dari The Mainichi.***

Editor: Rismahani Ulina Lubis

Sumber: The Mainichi


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x