Dampak Krisis Ukraina: Minyak Melonjak US$100, Memperburuk Goncangan Inflasi Global

- 24 Februari 2022, 17:38 WIB
ilustrasi Kilang Minyak
ilustrasi Kilang Minyak /REUTERS/Jean-Paul Pelissie

ZONABANTEN.com - Dilansir dari Straits Times, untuk pertama kalinya sejak 2014 minyak melonjak menjadi US$100 per barel.

Ini merupakan pukulan ganda bagi perekonomian global, karena semakin memperlemah prospek pertumbuhan dan mendorong inflasi.

Karena eskalasi Rusia dari krisis Ukraina, brent berjangka di London melonjak hingga $101,86.

Hal ini memicu kekhawatiran gangguan pada ekspor energi penting di kawasan itu.

Sebagian besar perusahaan dan konsumen akan mendapati tagihan mereka meningkat dan daya belanja diperas oleh makanan, transportasi, dan pemanas yang lebih mahal, ini akan memukul dunia.

"Kenaikan harga minyak akan mengintensifkan tekanan pada bank sentral di seluruh dunia, untuk memajukan siklus pengetatan mereka dan menaikkan suku bunga lebih agresif agar menahan risiko inflasi," ucap ekonom senior MayBank di Singapura Chua Hak Bin.

Baca Juga: Donasikan Lebih dari 100 Juta Won, Han Hyo Joo Bergabung dengan Komunitas Honor Society

Telah diperingatkan secara luas oleh JPMorgan Chase & Co, bahwa kenaikan hingga US$150 per barel akan menghentikan ekspansi global dan membuat inflasi melonjak hingga lebih dari 7 persen.

Lebih dari tiga kali lipat yang ditargetkan oleh sebagian besar pembuat kebijakan moneter.

Harga minyak telah naik pesat, begitupun juga gas alam. Faktor pendorong dari lonjakan harga tersebut adalah banyaknya permintaan di seluruh dunia pasca-lockdown, ditambah dengan ketegangan geopolitik, dan rantai pasokan yang ketat.

Prospek untuk kesepakatan nuklir Iran yang diperbarui terkadang mendinginkan pasar.

Hanya dua tahun yang lalu harga minyak berjangka jatuh sebentar di bawah nol. Namun kali ini kenaikannya sangat tajam.

Bahan bakar fosil, yang merupakan minyak, batu bara, dan gas alam menyediakan lebih dari 80 persen energi ekonomi global.

Menurut Gavekal Research, sebuah konsultan, bahwa biaya sekeranjang khas mereka telah naik lebih dari 50 persen dari tahun lalu.

Baca Juga: Harga Minyak Dunia Melonjak, Harga Gas Alam Meledak, Eropa Terancam Krisis Energi Jika Rusia Lakukan Hal Ini

Dalam rantai pasokan global, krisis energi telah memperparah tekanan yang sedang berlangsung.

Akibatnya biaya naik dan tertundanya pengiriman bahan mentah dan barang jadi.

Baru-baru ini Dana Moneter Internasional menaikkan perkirannya untuk harga konsumen global menjadi rata-rata 3,9 persen di negara maju tahun ini, naik dari 2,3 persen, dan 5,9 persen di negara berkembang.

China merupakan importir minyak dan pengekspor barang terbesar di dunia, sejauh ini mereka masih menikmati inflasi yang jinak.

Tetapi ekonomi mereka tetap rentan, karena produsen menghadapi biaya input yang tinggi, dan kekhawatiran akan kekurangan energi.

Para Gubernur bank sentral sekarang memprioritaskan perjuangan melawan inflasi daripada dukungan permintaan.

Hal ini disebabkan karena tekanan harga yang terbukti lebih kuat dari yang diperkirakan sebelumnya.

Saat ini harga konsumen AS mengalami kenaikan yang mengejutkan sistem, dan ini merupakan harga tertinggi selama empat dekade.

Sehingga meningkatkan taruhan dan menyarankan Fed untuk menaikkan suku sebanyak tujuh kali tahun ini.

Dalam analisis pemenang dan pecundang dari lonjakan harga minyak, Bloomberg Economics memperkirakan Arab Saudi dapat mengharapkan rejeki nomplok, keuntungan Rusia.

Sementara eksportir minyak yang lebih kecil seperti Uni Emirat Arab juga lebih baik. Pecundang terbesar adalah importir energi seperti Korea Selatan, India dan Jepang.

Banyak yang bergantung pada seberapa cepat energi berjalan, seperti konsumen dan gubernur bank sentral, terutama jika ekonomi kehilangan momentum secara global.

Menurut ekonom JPMorgan "meskipun latar belakang inflasi yang tinggi, dan kekhawatiran tentang ekspektasi inflasi yang berlabuh, berarti kebijakan masih akan lebih ketat, daripada jika inflasi saat ini sedang berjalan rendah,".

Guncangan minyak yang cukup besar dapat menggagalkan rencana normalisasi banyak bank sentral.***

Editor: Bondan Kartiko Kurniawan

Sumber: Strait Times


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x