Krisis Myanmar Menjadi Topik Utama Pembicaraan pada Pertemuan Para Menteri Luar Negeri ASEAN

- 17 Februari 2022, 06:02 WIB
Krisis Myanmar Menjadi Topik Utama Pembicaraan pada Pertemuan Para Menteri Luar Negeri ASEAN
Krisis Myanmar Menjadi Topik Utama Pembicaraan pada Pertemuan Para Menteri Luar Negeri ASEAN /reuters/

ZONABANTEN.com - Para Menteri Luar Negeri se-Asia Tenggara akan bertemu pada Kamis 17 Februari 2022, untuk pembicaraan yang telah ditunda sekali di tengah perpecahan di blok 10 anggota mengenai bagaimana memulihkan stabilitas di Myanmar setelah kudeta militer setahun lalu.

Kamboja saat ini yang menjadi Ketua Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), yang tahun lalu secara tak terduga melarang junta Myanmar dari pertemuan-pertemuan penting karena dianggap gagal untuk menghormati rencana perdamaian yang disepakati dengan blok tersebut.

Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen, telah berusaha untuk melibatkan kembali junta dan melakukan perjalanan kontroversial untuk pembicaraan, tetapi di tengah gesekan atas pendekatan tersebut, ASEAN mengecualikan Menteri Luar Negeri yang ditunjuk oleh militer Myanmar dari pertemuan minggu ini, yang sudah ditunda dari Januari 2022.

"Di ASEAN, kami mengalami masalah dan kami harus menyelesaikannya secara damai," ujar Hun Sen dalam pidatonya pada Rabu 16 Februari 2022. Ia juga memperingatkan bahwa, tanpa terobosan, perdamaian di Myanmar mungkin tidak akan tercapai bahkan dalam lima hingga sepuluh tahun.

Baca Juga: Singapura Melanjutkan Buka Kembali Perbatasan Setelah Jeda karena Omicron

Singapura, Filipina, Indonesia, dan Malaysia telah mendesak Kamboja untuk tidak mengundang para Jenderal Myanmar, sampai mereka memenuhi komitmen yang dibuat tahun lalu untuk mengakhiri permusuhan dan memungkinkan untuk ASEAN dalam memfasilitasi proses kedamaian.

Selama perjalanan ke Kamboja minggu ini, Menteri Luar Negeri Singapura, Vivian Balakrishnan, menyatakan penyesalannya bahwa tidak ada kemajuan yang signifikan, dalam pengimplementasiannya rencana perdamaian.

Myanmar berada dalam kekacauan sejak militer menggulingkan Pemerintah terpilih, oleh pemenang Hadiah Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi pada 1 Februari 2021.

Menurut angka yang dikutip oleh kelompok aktivis yang berbasis di Thailand, lebih dari 1.500 warga sipil tewas dalam tindakan keras junta terhadap lawan-lawannya. Junta membantah jumlah korban tewas dan menyalahkan kekerasan itu pada "teroris".

Baca Juga: Ukraina Mengibarkan Bendera untuk Menentang Ketakutan Invasi Rusia. Warga: Kami Tidak Takut pada Siapa pun!

Halaman:

Editor: Yuliansyah

Sumber: Reuters


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x