Ada Larangan Hijab dan Kekerasan, Tokoh AS Sebut Islamofobia Jadi Aksi Paling Mematikan Bagi Muslim di India

- 14 Februari 2022, 14:47 WIB
Di Tengah larangan kontroversial jilbab dan kekerasan Muslim di India, Tokoh AS sebut Islamofobia jadi aksi paling mematikan di negara itu
Di Tengah larangan kontroversial jilbab dan kekerasan Muslim di India, Tokoh AS sebut Islamofobia jadi aksi paling mematikan di negara itu /Pexels/Studio Art Smile

ZONABANTEN.com -  Tokoh terkemuka di Amerika Serikat sebut larangan hijab dan kekerasan muslim di India menjadi aksi paling mematikan bagi kaum agama minoritas di negeri itu.

Melansir dari media Dawn, cendekiawan dan aktivis terkenal asal Amerika Serikat, Noam Chomsky mengatakan bahwa Islamofobia telah menjadi bentuk paling mematikan di India dan mengubah sekitar 250 juta Muslim India menjadi minoritas yang teraniaya.

“Patologi Islamofobia berkembang di seluruh Barat dan saat ini mengambil bentuk yang paling mematikan di India," ujarnya.

Baca Juga: India Larang Perempuan Muslim Pakai Jilbab, Duta Besar Amerika Hingga Paul Pogba Langsung Murka

Sebelumnya aturan kontroversial India telah melarang penggunaan hijab atau jilbab di sekolah maupun perguruan tinggi di negara tersebut.

Dalam pesan video yang diselenggarakan oleh Indian American Muslim Council, akademisi dan aktivis lainnya ikut serta dalam webinar bertema 'Memburuknya Ujaran Kebencian dan Kekerasan di India'.

Noam Chomsky juga menyebut, Perdana Menteri India Narendra Modi telah secara tajam meningkatkan kejahatan di Kashmir yang diduduki India disebut 'IoK'.

“Kejahatan di Kashmir memiliki sejarah panjang, negara itu sekarang menjadi wilayah yang diduduki secara brutal dan kontrol militernya dalam beberapa hal mirip dengan Palestina yang diduduki Israel," ucapnya.

Annapurna Menon, seorang penulis dan dosen India di Universitas Westminster mendesak masyarakat internasional untuk fokus pada status kebebasan pers di India sebab di bawah pemerintahan Partai Bharatiya Janata (BJP) situasinya menjadi prihatin.

“Situasi di lapangan sangat mengkhawatirkan karena empat jurnalis telah terbunuh akibat pelecehan, penahanan ilegal, kekerasan polisi, dan tuduhan hasutan pada tahun 2022,” tutur Annapurna.

Baca Juga: Tiga Orang Dibunuh Buaya Dalam Tiga Bulan, India Tutup Akses Sungai Kali

“Kondisi di IoK bahkan mengerikan, di mana para jurnalis secara rutin menghadapi pemeriksaan polisi, larangan pelaporan, penangguhan layanan internet, menjadi sasaran pelecehan dan intimidasi oleh Polisi India dan kendala keuangan sejalan dengan 'kebijakan media' BJP baru-baru ini," tambahnya.

Fahad Shah, seorang jurnalis Kashmir terkenal yang merupakan pendiri dan editor The Kashmir Walla ditangkap baru-baru ini oleh polisi di Pulwama di bawah undang-undang terorisme dan hasutan.

Tidak hanya Fahad Shah, jurnalis lain, Sajad Gul dari The Kashmir Walla juga ikut ditangkap pada awal Februari 2022.

John Sifton, Direktur Advokasi Asia di Human Rights Watch (HRW) juga menyebut ancaman terbesar terhadap konstitusi India adalah peningkatan agama mayoritas oleh pemerintah dengan mengorbankan minoritas.

“BJP dan afiliasinya membuat pernyataan kebencian terhadap Muslim untuk mendapatkan suara umat Hindu disaat pemilihan,” katanya.

Baca Juga: Kebijakan Baru, Wanita Muslim Diizinkan Tidak Memakai Jilbab Oleh Putra Mahkota Arab Saudi

Pemerintah BJP yang saat ini berkuasa telah mengadopsi undang-undang dan kebijakan yang secara sistematis mendiskriminasi minoritas agama dan kelompok lain.

Angana Chatterji, antropolog dan cendekiawan India di Universitas Berkeley California menyebut prasangka yang tertanam dalam pemerintahan BJP telah menyusup ke lembaga-lembaga independen, seperti polisi dan pengadilan.

Selain itu BJP juga memberdayakan kelompok-kelompok nasionalis untuk mengancam, melecehkan, dan menyerang minoritas agama tanpa mendapat hukuman.

“Para pemimpin spiritual Hindu terlibat dalam pembersihan etnis Muslim yang menggambarkan komunitas minoritas, terutama Muslim, sebagai ancaman terhadap keamanan nasional dan cara hidup Hindu,” tutur Angana Chatterji.

Tak hanya itu mereka juga mengklaim bahwa pria Muslim memikat wanita Hindu untuk mengubah mereka menjadi Islam, melabeli imigran Muslim sebagai ekstremis, dan menuduh mereka melukai sentimen Hindu atas penyembelihan sapi.

Sejak Yogi Adityanath menjadi Ketua Menteri Uttar Pradesh (UP) pada tahun 2017, Chatterji mengatakan budaya kekerasan telah mengakar seperti polisi melakukan ratusan pembunuhan di luar proses hukum terhadap tersangka penjahat yang termasuk minoritas, khususnya Muslim.

Baca Juga: Miris! Lebih dari 20 Ribu Ibu Rumah Tangga di India Lakukan Bunuh Diri Tiap Tahun, Ada Apa?

"Pada saat protes terhadap RUU Amandemen Kewarganegaraan pada Desember 2019, polisi menganiaya pengunjuk rasa, berperilaku vulgar dengan perempuan, menangkap siapa pun yang diinginkan dan menjebak aktivis terkemuka dalam kasus kriminal," katanya.

Bahkan pada tanggal 23 Februari 2022 nanti memperingati dua tahun kekerasan komunal di Delhi yang menewaskan 53 orang, 40 diantaranya Muslim.

“Kejahatan kebencian telah meningkat seribu kali lipat selama rezim BJP,” ujar Harsh Mander, mantan pegawai negeri sipil India dan aktivis hak asasi manusia.

"BJP menstigmatisasi dan secara terbuka menghasut kejahatan terhadap minoritas, bahkan Ibu Teresa telah difitnah," tambahnya.***

Editor: Siti Fatimah Adri

Sumber: Dawn


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x