Perayaan Hari Valentine di Timur Tengah: Pesta di Dubai hingga Lingerie Merah di Etalase Toko-Toko Arab Saudi

- 14 Februari 2022, 12:28 WIB
Perayaan Hari Valentine di Timur Tengah: Pesta di Dubai hingga Lingerie Merah di Etalase Toko-Toko Arab Saudi. /REUTERS/Faisal Al Nasser/
Perayaan Hari Valentine di Timur Tengah: Pesta di Dubai hingga Lingerie Merah di Etalase Toko-Toko Arab Saudi. /REUTERS/Faisal Al Nasser/ /
ZONABANTEN.com - Perayaan Hari Valentine dilakukan setiap tanggal 14 Februari di seluruh dunia.
 
Perayaan Hari Valentine pun tak terkecuali telah digelar di negara-negara Timur Tengah dengan penduduk mayoritas Muslim.
 
Perayaan ini diyakini terkait dengan pejuang Kristen bernama Valentine dari zaman Romawi hingga Arab Saudi sangat melarangnya, dilansir France 24.
 
Bahkan, Arab Saudi pernah mendeklarasikan Hari Valentine sebagai "hari libur Kristen pagan", menurut laporan Mediindia pada Februari 2008.
 
Hal tersebut diatur melalui fatwa (dekrit agama) yang dikeluarkan tujuh tahun lalu, sekitar 2001 oleh mufti agung saat itu, Sheikh Abdul Aziz al-Sheikh.
 
 
Namun, di negara-negara Teluk Arab lainnya, perayaan hari kasih sayang tradisional itu sudah umum dilakukan, dan tampaknya mulai diterima.
 
"Pecinta di seluruh dunia Arab biasanya merayakan Hari Valentine dengan bertukar hadiah dan bunga mawar," tulis The Jerusalem Post pada 2021.
 
Banyak warga menghabiskan malam di restoran dan tempat romantis, menunjukkan perayaan Hari Valentine terus berlanjut meski di tengah pandemi Covid-19.
 
Di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA), hotel dan restoran biasanya mengadakan pesta khusus Hari Valentine, dengan biaya mulai dari yang biasa hingga selangit.
 
Bab Al Shams Desert Resort and Spa di Dubai menyelenggarakan perayaan Hari Valentine dengan pesta makan malam di bawah bintang-bintang di tengah gurun.
 
Anantara The Dubai Palm Resort menyediakan makan malam privat di tepi pantai dengan pemandangan cakrawala Dubai yang menakjubkan saat matahari terbenam.
 
 
"Saat ini, dunia sangat perlu merayakan cinta," kata Suhail al-Zubaidi, seorang analis Emirat dan tokoh media di Abu Dhabi TV kepada The Media Line.
 
"Dan menjadikannya sebagai gaya hidup sepanjang waktu, tidak hanya pada satu hari tertentu," katanya menambahkan.
 
"UEA memberikan contoh kepada dunia tentang bagaimana menjalani dan mempraktikkan cinta ini," ujarnya lagi.
 
Sepertinya ucapan dia merujuk kepada kondisi Timur Tengah yang penuh dengan ketegangan dan perselisihan, bahkan hingga melahirkan banyak peperangan.
 
Laporan Medindia pada 2008 juga menyebut lingerie merah dan perhiasan bentuk hati, bantal dan boneka beruang pun banyak ditemukan di etalase toko.
 
Dubai diklaim sebagai paling berorientasi Barat dari tujuh emirat yang membentuk Uni Emirat Arab, tulis laporan tersebut.
 
 
Lebanon juga merayakan Hari Valentine pada 2021 dengan sejumlah pesta menampilan artis papan atas di hotel-hotel besar di ibu kota, Beirut.
 
Di Mesir, artis terkemuka tampil dalam konser di Gedung Opera Mesir, sebagai bagian dari rangkaian pesta Hari Valentine pada 2021.
 
Selain itu, seorang penyanyi dan aktor Mesir juga menggelar konser di Teater Zamalek untuk merayakan Hari Valentine di negara itu.
 
Sedang Amal Shamali menjual bunga yang dapat dimakan dan cokelat buatan sendiri dari rumah di pinggiran kota Al-Rasheed di ibu kota Yordania, Amman.
 
"Saya belajar bagaimana membuat semua ini saat tinggal di rumah selama (pandemi) virus corona," kata ibu empat anak berusia 45 tahun pada 2021 itu.
 
Shamali membuka bisnis rumahan itu pada 2020, setelah dia kehilangan pekerjaannya sebagai ahli kesehatan gigi.
 
 
Di Kuwait, di mana kaum liberal dan Islamis selalu bentrok selama Hari Valentine, ternyata juga sudah mulai berubah, dlansir Medindia pada 2008.
 
Kepala Sekolah Tinggi Syariah Islam di Universitas Kuwait, Mohammad al-Tabtabai, mengeluarkan fatwa bahwa Hari Valentine dilarang menurut Islam.
 
Dua anggota parlemen Islam juga menuntut agar pemerintah melarang perayaan Hari Valentine, yang menurut mereka mempromosikan amoralitas.
 
Namun, supermarket utama dan toko bunga di emirat Teluk itu dipenuhi dengan produk-produk Hari Valentine.
 
Hotel juga menerbitkan iklan yang menggoda pasangan untuk makan malam dan menginap satu malam dengan harga diskon.
 
"Saya tidak tahu mengapa Islamis ingin melarang perayaan Hari Valentine...," kata karyawan paruh baya Kuwait, Mahmoud Ahmad kepada AFP.
 
"Saya tidak berpikir menandai Hari Valentine melanggar ajaran Islam," ujarnya lagi pada saat itu, di mana dia sedang memilih hadiah untuk istrinya.
 
Di Bahrain, protes Islam tampaknya telah ditenggelamkan oleh meningkatnya popularitas Hari Valentine, juga dalam laporan Medindia pada 2008.
 
"Tahun lalu, kami mengimpor 20.000 mawar merah untuk Hari Valentine," kata Varghese Modiyil, manajer salah satu toko bunga, Manama pada saat itu.
 
 
"Tahun ini, kami meningkatkan jumlahnya menjadi 25.000, karena permintaan yang meningkat," ujarnya memberikan keterangan.
 
"Saya biasanya memberi istri saya buket (mawar merah) pada Hari Valentine," ucap Nawaf al-Ghanem, karyawan bank Bahrain pula.
 
Sedang toko-toko suvenir dan perhiasan di Qatar juga dihiasi dengan warna merah, meski warga negara Teluk yang kaya gas itu juga banyak menolak.
 
"Sangat disayangkan beberapa pemilik toko mengiklankan barang-barang (Hari Valentine) ini," tulis warga Qatar dalam surat pembaca kepada harian Al-Raya.
 
"(Mereka) menggunakannya untuk menghias toko mereka demi mengejar keuntungan materi, melanggar norma-norma kami dan melanggar agama kami," tulisnya lagi. 
 
Sementara di Arab Saudi, perayaan Hari Valentine telah dilarang sejak lama. Sesuai tradisi, larangan itu diterapkan secara keras, dilansir Medindia.
 
Polisi agama, yang disebut Muttawa, biasanya akan menegakkan larangan simbol Hari Valentine dari sebelumnya sampai tanggal 14 Februari.
 
Muttawa, yang bernama resmi Komisi untuk Promosi Kebajikan dan Pencegahan Kejahatan itu tidak akan berhenti memeriksa semua toko.
 
Mereka memerintahkan pemilik toko bunga dan toko suvenir di ibu kota Riyadh untuk membuang barang-barang berwarna merah tua.
 
Sebab, warna merah tua secara luas telah dipandang sebagai simbol cinta, atau melambangkan pesta cinta yang identik dengan Hari Valentine.
 
 
Bukan hal aneh jika Arab Saudi melakukan tindakan keras menjelang Hari Valentine, karena dianggap mendorong hubungan pria dan wanita di luar nikah.
 
Arab Saudi memberlakukan aturan Islam Sunni yang keras, termasuk mencegah pria dan wanita yang tidak punya hubungan keluarga untuk berbaur.
 
Hubungan di luar nikah sangat dilarang keras, dan jika terjadi maka dapat dihukum dengan hukuman yang sangat berat.
 
"Barat mengekspor kepada kami kebiasaan dan pesta yang bertentangan dengan syariah (hukum Islam) dan ingin kami meniru," kata seorang anggota Muttawa.
 
"Kami ingin memastikan bahwa syariah diterapkan. Kami menghukum siapa pun yang melakukan atau bersekongkol dengan pelanggaran," ucapnya.
 
Namun, di masa kini, toko-toko di Arab Saudi tampak sudah biasa memajang mawar merah dan hadiah-hadiah penuh hati di etalasenya.
 
"Hanya tiga tahun yang lalu, toko-toko di Arab Saudi dilarang menjual mawar merah dan boneka beruang untuk Hari Valentine," tulis The Jerusalem Post
 
"Karena merayakan hari libur "tidak Islami" itu ilegal," tambah laporan yang terbit pada 2021 tersebut.
 
Karema Bokhary, seorang analis dan akademisi di Arab Saudi mengatakan bagi kaum muda di negara itu, merayakan Hari Valentine sangat penting.
 
"Itu menciptakan budaya baru yang sangat indah, dan menyebarkan cinta dan kedamaian," kata kandidat dewan kota Riyadh 2015 itu kepada The Media Line.
 
"Kita sebagai manusia harus memanfaatkan setiap waktu atau kesempatan untuk mengekspresikan cinta," ucapnya seperti dilansir The Jerusalem Post.
 
 
Menurut Bokhary, larangan Hari Valentine meninggalkan dampak psikologis, karena orang-orang dikejar jika mengenakan pakaian merah, misalnya.
 
"Melarang perayaan Hari Valentine itu tidak normal, yang menciptakan ketakutan dan fobia di antara orang-orang, dan itu tidak benar," ujarnya.
 
Kini, beragam produk fashion didominasi warna merah sudah leluasa dipajang di di pusat perbelanjaan Arab Saudi jelang Hari Valentine, dilansir France 24.
 
Bahkan, pakaian dalam berwarna merah, termasuk lingerie dengan mudah ditemukan dalam pajangan etalase toko pada Sabtu 13 Februari 2022.
 
"Manajemen telah meminta kami untuk mendekorasi etalase dengan pakaian dalam berwarna merah," ucap seorang penjual di mal Riyadh.
 
"Tetapi tanpa menyebutkan di mana pun Hari Valentine," kata penjual yang tidak mau disebutkan namanya tersebut.
 
Sejumlah pramuniaga mengatakan pakaian dalam berwarna merah paling banyak diminati selama periode Hari Valentine di Arab Saudi.
 
"Ada permintaan besar pada pakaian selama ini, dan pelanggan sering meminta warna merah dan keuntungannya juga besar," kata Khuloud, seorang pramuniaga.
 
"Ada banyak pelanggan yang meminta lingerie merah saat Hari Valentine," kata pramuniaga di Grenada Mall yang juga berbicara sebagai anonim.
 
"Kami memiliki diskon selama waktu ini, tetapi kami tidak menyebutnya sebagai penawaran Hari Valentine," ujarnya menambahkan.
 
 
Titik balik terjadi pada 2018 di masa mantan Presiden Komisi Mekah untuk Promosi Kebajikan dan Pencegahan Kejahatan, Sheikh Ahmed Qasim Al-Ghamdi.
 
Dia menyatakan perayaan Hari Valentine sebenarnya tidak bertentangan dengan ajaran Islam, dilansir Middle East Monitor pada 13 Februari 2020.
 
Menurutnya saat itu, perayaan cinta merupakan fenomena universal dan tidak terbatas pada dunia non-Muslim.
 
Perubahan sosial di Arab Saudi ini pun seiring dengan diversifikasi ekonomi yang dilakukan Pangeran Mohammed bin Salman melalui Visi 2030-nya.
 
Dia telah berkuasa secara de facto sejak diangkat sebagai Putra Mahkota Arab Saudi pada 2017, dan melakukan banyak perubahan besar di negaranya.***

Editor: Rizki Ramadhan

Sumber: The Jerusalem Post, Medindia, France 24, Middle East Monitor


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x