Kepala First Nation Meminta Paus untuk Meminta Maaf atas 751 Kuburan Tak Bertanda di Lokasi Bekas Sekolah

- 26 Juni 2021, 07:54 WIB
Potret lawas Kamloops Indian Residential School di Kanada
Potret lawas Kamloops Indian Residential School di Kanada /coastmountainnews.com


ZONABANTEN.com - Cadmus Delorme, Kepala First Nation Cowessess, meminta Paus untuk meminta maaf atas sekitar 751 kuburan tak bertanda yang ditemukan di lokasi bekas sekolah perumahan di Saskatchewan.

Situs pemakaman tak bertanda itu ditemukan di halaman Sekolah Perumahan Indian Marieval, yang beroperasi selama hampir 100 tahun dan dijalankan oleh Gereja Katolik.

“Sekolah Perumahan Katolik Roma telah memberikan dampak yang sangat besar bagi kami.” ujar Delorme saat konferensi pers Kamis pagi.

“Hari ini kami memiliki generasi yang mungkin tidak bersekolah di sekolah asrama, tetapi mereka merasakan generasi pertama dan kedua dari dampak tersebut,” ujar Delorme menambahkan.

Delorme meminta Paus untuk meminta maaf atas apa yang terjadi di sekolah yang dikelola Katolik selama konferensi pers Kamis pagi.

Baca Juga: Makam Tak Bernama di Samping Sekolah Terus Ditemukan, Beberapa Warga Etnis Dukung Pembatalan Canadian Day

“Permintaan maaf adalah salah satu tahap dari banyak perjalanan penyembuhan,” ujar Delorme menegaskan.

Uskup Agung Don Bolen, Uskup Agung Regina, mengajukan sebuah surat yang ditujukan kepada Delorme dan orang-orang dari Cowessess First Nation.

Bolen menyampaikan permintaan maaf lainnya setelah pertama kali meminta maaf dua tahun lalu.

Bolen meminta maaf atas kegagalan dan dosa para pemimpin dan staf Gereja di masa lalu terhadap orang-orang Cowessess.

"Saya tahu bahwa permintaan maaf tampaknya merupakan langkah yang sangat kecil saat beban penderitaan masa lalu semakin terungkap,” ujar Bolen.

“Tetapi saya menyampaikan permintaan maaf itu lagi, dan berjanji untuk melakukan apa yang kami bisa untuk mengubah permintaan maaf itu menjadi tindakan nyata yang bermakna," ujar Bolen dalam tulisannya.

Bolen mengatakan "tindakan nyata" akan mencakup membantu First Nation mengakses nama dan informasi tentang mereka yang terkubur di kuburan tak bertanda.

Dalam surat itu, uskup agung juga mengatakan pekerjaan tersebut membawa mereka berhadapan langsung dengan warisan brutal sistem Sekolah Perumahan Indian.

Menurutnya sistem itu adalah ‘produk sejarah kolonialis yang telah meninggalkan begitu banyak penderitaan dan trauma antargenerasi.’

Dia menambahkan beban itu adalah sebuah warisan menyakitkan yang perlu mereka pikul.

Baca Juga: Kanada Dikejutkan Dengan Penemuan Ratusan Mayat Anak-anak, PM Justin Trudeau : Ini Memilukan

Bolen mengatakan beberapa anggota Cowessess First Nation telah terlibat dalam Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi keuskupan agung dan telah bekerja dengan keuskupan agung untuk menangani Panggilan untuk Bertindak.

Bolen juga mengatakan karena hubungan tersebut, momen itu menjadi bahkan lebih luar biasa bagi keuskupan agung.

Delorme berbicara tentang dampak abadi sekolah perumahan terhadap First Nations, dengan masyarakat merasakan dampaknya hingga hari ini.

Untuk melanjutkan perjalanan penyembuhan bagi masyarakat adat, Delorme mengatakan masalah modern yang berasal dari trauma antargenerasi perlu ditangani juga.

Walaupun seluruh tingkat pemerintahan Kanada berusaha keras untuk mengatasi beberapa masalah yang dihadapi masyarakat adat Kanada, Delorme mengatakan kemajuan yang dicapai lambat.

“Permintaan maaf adalah salah satu tahap dari banyak perjalanan penyembuhan,” ujar Delorme.

“Kanada sedang menangani permulaan dari banyak rasa sakit yang kita alami, dan birokrasi pemerintah Kanada dan provinsi masih memiliki banyak pekerjaan.” ujar Delorme menegaskan.

“Kanada dapat bergerak lebih cepat, tetapi mereka membuat kemajuan. Kami telah melihat beberapa perubahan dan investasi yang membantu kami dalam perjalanan penyembuhan kami.” ujar Delorme menambahkan.

Menurut Delorme, pada tahun 1960-an mungkin ada batu nisan di situs pemakaman, tetapi dia mengatakan mereka dipindahkan oleh "perwakilan Gereja Katolik."

Baca Juga: Mengerikan! Kuburan Massal Anak-anak Tak Bertanda Kembali Ditemukan di Bekas Sekolah Kanada

Dalam suratnya, Bolen menulis ada seorang imam yang melayani di wilayah itu pada 1960-an menghancurkan batu nisan dengan cara yang tercela.

Tetua Florence Sparvier, yang bersekolah di Marieval Indian Residential School, mengatakan bahwa agama Katolik dipaksakan kepada mereka.

“Kami harus belajar bagaimana menjadi Katolik Roma. Kami tidak bisa mengatakan berkat kecil kami sendiri seperti yang kami katakan di rumah, ”ujar Sparvier

Korban selamat berusia 80 tahun itu, yang ibu dan neneknya juga bersekolah di sekolah tersebut, menambahkan bahwa para biarawati dan guru Katolik mengutuk cara hidup dan spiritualitas masyarakat adat.

"Mereka membuat kami berpikir berbeda. Mereka membuat kami merasa berbeda. Banyak rasa sakit yang kami lihat pada orang-orang kami berasal dari sana."***

Editor: Rizki Ramadhan

Sumber: CTV News


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x