Australia Kecam China Atas Laporan Pemerkosaan dan Penyiksaan Kepada Kaum Muslim Uighur di Kamp Kerja Paksa

- 4 Februari 2021, 17:40 WIB
Ilustrasi Putus Asa
Ilustrasi Putus Asa /Pixabay


ZONA BANTEN - Australia mengecam China setelah adanya laporan yang menyebut tentang pemerkosaan dan penyiksaan di kamp kerja paksa yang berisi satu juta Muslim bekerja sampai mati dan dianiaya secara mengerikan.

Dilansir dari Daily Mail, Australia telah mengutuk perlakuan China terhadap Muslim Uighur setelah sebuah laporan tentang pemerkosaan dan penyiksaan sistematis muncul ke media.

Para narapidana dan penjaga mengklaim bahwa mereka mengalami atau menyaksikan sistem pemerkosaan massal, penyiksaan, dan pelecehan seksual yang terorganisir terhadap wanita Uighur yang ditahan di Provinsi Xinjiang.

Diperkirakan ada lebih dari satu juta orang yang saat ini ditahan di kamp pendidikan ulang brutal Partai Komunis China yang diklaim ingin menindak agama minoritas setelah beberapa serangan teror di wilayah tersebut selama tahun 2014.

Baca Juga: Misi Ke-18 Starlink, 60 Satelit Baru untuk Memperlancar Jasa Internet Starlink

Sebuah wawancara berhasil mengungkapkan kekejaman yang dilakukan di jaringan penjara yang luas. Para tahanan juga dipekerjakan secara paksa.

Gulzira Auelkhan, yang menghabiskan 18 bulan terkurung di kamp pendidikan ulang China, mengatakan dia dipaksa untuk mengikat tahanan lain sebelum meninggalkan mereka sendirian dengan pria China.

“Pekerjaan saya adalah melepas pakaian mereka di atas pinggang dan memborgol mereka sehingga mereka tidak bisa bergerak. Kemudian saya akan meninggalkan para wanita di kamar dan seorang pria akan masuk, beberapa pria Tionghoa dari luar atau polisi. Saya duduk diam di samping pintu, dan ketika pria itu meninggalkan kamar, saya membawa wanita itu untuk mandi,” ujarnya sebagaimana dikutip ZONA BANTEN dari artikel Daily Mail.

Menurutnya, orang-orang Cina akan membayar uang untuk memilih tahanan muda tercantik.

Baca Juga: Kasus Aktif, Vaksinasi & Sebaran Virus Corona Covid-19 di 34 Provinsi Indonesia Hari Kamis 4 Februari 2021

Tursunay Ziawudun, yang menghabiskan sembilan bulan di dalam kamp pendidikan ulang sebelum melarikan diri ke Amerika Serikat, mengatakan wanita dikeluarkan dari sel setiap malam dan dibawa ke ruang hitam tanpa kamera pengintai.

Dia bersaksi bahwa dirinya diperkosa pada tiga kesempatan oleh setidaknya dua orang pria.

Ziawudun juga dipukuli dengan kejam oleh polisi di perkemahan yang menginterogasinya tentang keberadaan suaminya.

"Sepatu bot polisi sangat keras dan berat, jadi pada awalnya saya pikir dia memukuli saya dengan sesuatu. Kemudian saya menyadari bahwa dia menginjak-injak perut saya. Saya hampir pingsan. saya merasakan rasa panas melanda diri saya," katanya.

Baca Juga: Sindir Akan Tenggelamkan Susi Pudjiastuti, Dewi Tanjung Katakan Lebih Baik Jadi Caleg Gagal

Faktanya, sebuah artikel yang diterbitkan oleh Partai Komunis China The Global Times, berpendapat 'Barat' harus belajar dari metode pemerintahan China.

Tahun lalu terungkap angka kelahiran Xinjiang turun 120.000, atau sepertiga, di tengah laporan tentang sterilisasi paksa di dalam kamp-kamp penahanan.

Beijing telah mencoba untuk menangkis tuduhan genosida dengan mengklaim penurunan tersebut adalah hasil dari 'implementasi kebijakan keluarga berencana yang komprehensif'.

Basis data terbesar dan terluas dari 'kamp pendidikan ulang' brutal China dipetakan oleh tim peneliti Australia pada tahun 2020.

Institut Kebijakan Strategis Australia mengidentifikasi lebih dari 380 situs di provinsi Xinjiang barat laut yang bergolak digunakan untuk menahan ratusan ribu penduduk Uighur di China Barat.

Baca Juga: Rihanna Men-tweet Protes Petani di Delhi, Pemerintah India Marah dan Beri Kecaman

Aspek yang paling mengganggu dari jaringan penjara yang luas adalah bahwa pabrik-pabrik terletak di sepanjang kamp, menunjukkan para tahanan digunakan sebagai kerja paksa.

Di Sidang Umum PBB pada 2019, 23 negara termasuk Australia mengutuk China dengan menyebut bahwa negara itu melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang menjijikkan.

"Pemerintah China harus segera (menahan diri) dari penahanan sewenang-wenang terhadap Uighur dan anggota komunitas Muslim lainnya," kata pernyataan itu.

Selama perjalanan ke Washington pada bulan Juli untuk pembicaraan AUSMIN, Menteri Luar Negeri Australia, Marise Payne juga mengungkapkan keprihatinannya atas kondisi tersebut.

“Kami terus menerima bukti penahanan sewenang-wenang, tentang pengawasan individu, tentang serangan terhadap hak reproduksi mereka, dan kerja paksa. Mereka sangat memprihatinkan,” katanya.***

Editor: Rizki Ramadhan

Sumber: Daily Mail


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah