Force Majeure Jadi Alasan Banyak Konser dan Acara Yang Dibatalkan di China

24 Mei 2023, 18:34 WIB
Ilustrasi negara China. Pembatalan konser di Beijing, Cina, pada hari Sabtu adalah salah satu dari serentetan pembatalan acara dalam seminggu terakhir di seluruh Tiongkok. /

ZONABANTEN.com -  Sebuah konser luar ruangan "What the Folkstival" pada hari Sabtu, 20 Mei 2023, yang seharusnya dimulai pada sore hari di pinggiran kota Beijing, China, yang berlokasi dekat bandara, dengan 10 pertunjukan langsung, tiba-tiba dibatalkan sebelum dimulaii.

Di dekat stan yang menjual tusuk sate barbekyu dan bir rumahan, para pengunjung festival mulai berkumpul di atas selimut atau kursi lipat, menikmati angin sepoi-sepoi dan kebebasan dari pembatasan di era COVID-19. Di saat seperti itu, polisi pun muncul untuk berbicara dengan penyelenggara. 

Beberapa menit kemudian, seorang sukarelawan naik ke atas panggung dan mengatakan bahwa acara tersebut ditunda karena alasan yang tidak terduga. 

Baca Juga: Rekor Pertemuan Indonesia vs Argentina, Pernah Lawan Legenda Sepakbola Dunia

Penyelenggara mengatakan bahwa polisi telah memerintahkan mereka untuk mengosongkan tempat.

Insiden ini merupakan salah satu dari serentetan pembatalan atau penutupan mendadak yang tidak biasa dalam seminggu terakhir di seluruh negeri, mencakup seni, bisnis, dan kesetaraan. 

Salah satu alasannya adalah sebuah skandal dimana pihak berwenang mendenda perusahaan produksi Xiaoguo sekitar $2 juta (30 miliar rupiah) dan menangguhkan pertunjukannya di dua kota besar, setelah komedian Li Haoshi membuat lelucon mengenai slogan militer Xi Jinping akhir pekan lalu. 

Pihak berwenang kemudian menangkap seorang perempuan karena membela lelucon komedian tersebut.

Baca Juga: Erick Thohir Buka Suara Soal Kepastian Timnas Indonesia vs Argentina, Siap-Siap War Tiket

Namun beberapa pembatalan dilakukan meskipun tanpa adanya kritik terhadap pemerintah, seperti sebuah konvensi untuk pengusaha teknologi wanita di Shanghai atau konser band Jepang di Guangzhou.

Penyelenggara acara yang dibatalkan menyatakan permintaan maaf yang tidak terlalu rinci dengan mengutip "keadaan yang tidak terduga," atau dalam bahasa Inggris yakni "force majeure," merupakan istilah hukum untuk membebaskan tanggung jawab jika terjadi keadaan di luar kendali pemasok. 

Dalam konteks Tiongkok, istilah ini dianggap sebagai eufemisme untuk kekuasaan yang lebih tinggi, di mana polisi atau badan pemerintah lainnya yang menegakkan aturan atau memberikan tekanan untuk menghentikan aktivitas yang dianggap berbahaya bagi negara atau masyarakat.

Seorang musisi yang tinggal di Beijing, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya saat membahas isu-isu yang sensitif secara politis, mengatakan bahwa ia yakin tindakan keras terhadap pertunjukan langsung dan acara budaya adalah hasil dari insiden Xiaoguo.

Namun, ketika razia semacam itu terjadi, orang asing dan band-band serta artis-artis yang lebih populer sering menjadi target utama.

Baca Juga: Mengapa Sinetron Tetap Dicintai Meskipun Tidak Masuk Akal?

Grup paduan suara Jepang yang dipengaruhi oleh agama Buddha, Kissaquo, secara tiba-tiba membatalkan pertunjukannya di kota Guangzhou pada Rabu malam. 

Sebuah pernyataan di akun Weibo resmi band tersebut mengatakan bahwa pembatalan tersebut diperintahkan oleh lembaga pemerintah karena keadaan darurat. 

Kissaquo tidak segera membalas permintaan untuk memberikan komentar.

Konvensi Ladies Who Tech, yang dijadwalkan pada Minggu, 14 Mei, juga mengutip alasan force majeure. 

Kelompok yang berfokus pada perempuan ini mengatakan bahwa tujuannya adalah untuk meningkatkan kesadaran akan kurangnya jumlah perempuan dalam industri sains, teknologi, teknik dan matematika serta untuk membantu perusahaan-perusahaan dalam meningkatkan keragaman.

Menurut seseorang yang akrab dengan organisasi tersebut, acara satu hari itu memiliki sekitar 1.700 pendaftar. 

Daftar pembicara termasuk warga negara Tiongkok dan asing, sebagian besar perempuan, yang berencana untuk membahas topik-topik mulai dari kecerdasan buatan, kewirausahaan, hingga ESG.

Pada Senin, 15 Mei, Beijing LGBT Center mengumumkan bahwa mereka akan ditutup, juga dengan alasan force majeure.

Baca Juga: Penyebab Kekalahan Barcelona saat Melawan Valladolid, Pelatih Xavi Hernandez Ungkap Hal Ini

Seorang musisi yang dijadwalkan untuk tampil di acara musik rakyat di Beijing mengatakan bahwa pertunjukan di Tiongkok secara teknis harus disetujui terlebih dahulu oleh biro lokal Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.

Namun sebelumnya, peraturan tersebut tidak terlalu ketat dan banyak pertunjukan yang tetap berjalan tanpa persetujuan sebelumnya.

Musisi tersebut, yang juga meminta untuk tidak disebutkan namanya karena membahas isu-isu yang sensitif secara politis, mengaitkan pembatalan baru-baru ini dengan kasus komedian tersebut dan mengatakan bahwa mereka berharap kasus ini akan segera mereda.

Biro Keamanan Publik Beijing cabang Distrik Chaoyang tidak segera membalas faks untuk mengomentari pembatalan konser tersebut.

Pihak penyelenggara festival rakyat juga tidak dapat segera dihubungi untuk dimintai komentar. 

Dalam sebuah pesan WeChat kepada para pemegang tiket, mereka mengatakan: "Karena keadaan yang tidak terduga, kami harus menunda acara hari ini. Kami sangat menyesal.” *** 

Editor: Bondan Kartiko Kurniawan

Sumber: Japan Times

Tags

Terkini

Terpopuler