Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman Penjarakan Pria Asing Selama 15 Tahun Gara-gara Unggahan Twitter

20 Januari 2022, 16:58 WIB
Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman Penjarakan Pria Asing Selama 15 Tahun Gara-gara Unggahan Twitter. /Instagram/@mbsalsaud1

ZONABANTEN.com - Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman telah menghukum seorang pria asing dengan hukuman penjara selama 15 tahun.

Pengadilan di negara yang kini dipimpin Putra Mahkota Mohammed bin Salman itu menjatuhkan hukuman berat gara-gara unggahan pria tersebut di Twitter.

Kasus yang menimpa pria bernama Ali Abu Luhum asal Yaman itu diungkap oleh organisasi hak asasi manusia (HAM) internasional, Human Rights Watch (HRW).

Baca Juga: Profil Pangeran Majed bin Abdul Aziz Al Saud, Ternyata Sosok Pejuang Kemanusiaan di Arab Saudi

Pria asing itu disebut telah dituduh melakukan penyangkalan terhadap keberadaan Tuhan dengan mempromosikan ateisme melalui akun Twitter.

Namun, HRW menemukan sejumlah kejanggalan dalam kasus tersebut, setelah meninjai dokumen pengadilan.

Disebutkan bahwa Ali Abu Luhum dijatuhi hukuman 15 tahun penjara karena murtad, namun tak ada rincian tentang apa yang dituduhkan kepadanya.

Naasnya, unggahan di Twitter itu berasal dari dua akun anonim, yang menurut jaksa terdaftar dengan nomor telepon yang terhubung dengan Ali Abu Luhum.

Baca Juga: Gubernur Jabar Apresiasi Permintaan Maaf Arteria Dahlan Kepada Masyarakat Jawa Barat

Tak hanya itu, pria 38 tahun tersebut juga menjalani persidangan tanpa saksi pembela, dan malah ditahan ketika mengajukan banding atas hukumannya.

Menurut HRW, Ali Abu Luhum ditangkap otoritas Arab Saudi pada Agustus 2021, dan memberi tahu keluarganya bahwa aktivitas media sosial jadi dasar penangkapannya.

Pada bulan September 2021, Abu Luhum dipindahkan ke sebuah penjara di Najran dekat perbatasan dengan Yaman, di mana dia saat ini ditahan.

Dalam laporan HRW, dsebutkan Ali Abu Luhum sempat membuat pengakuan, tetapi kemudian menariknya kembali karena itu dibuat di bawah paksaan.

HRW sendiri sudah mendesak Kerajaan Arab Saudi yang kini dikuasai oleh Mohammed bin Salman secara de facto untuk memprioritaskan kasus HAM.

Mereka menyebut kerajaan telah mempromosikan diri sebagai toleran sambil terus menyerang keyakinan pribadi individu.

Baca Juga: Minyak Goreng Mahal! Begini Cara Dapatkan Minyak Goreng Gratis di Indomaret dan Alfamart

HRW meminta pemerintahan Mohammed bin Salman melakukan dekriminalisasi dengan menganggap perilaku biasa jika menyangkut keyakinan pribadi seseorang.

"Arab Saudi tidak mengeluarkan biaya untuk menggambarkan negaranya sebagai negara toleran dan melakukan reformasi," ucap Wakil Direktur HRW Timur Tengah, Michael Page.

"Tapi itu bertentangan dengan ortodoksi negara tentang agama masih menghasilkan hukuman penjara satu setengah dekade ini," katanya.

"Arab Saudi yang melakukan modernisasi harus terlebih dahulu berhenti mengawasi keyakinan pribadi orang," ujar Michael Page.

"Saat berusaha memodernisasi sistem peradilan pidananya, Arab Saudi harus segera memprioritaskan dekriminalisasi pidato damai, dimulai dengan dekriminalisasi penistaan ​​agama," ucapnya menambahkan.

Baca Juga: Minyak Goreng Mahal! Begini Cara Dapatkan Minyak Goreng Gratis di Indomaret dan Alfamart

Di bawah penguasa de facto kerajaan, Putra Mahkota Mohammed bin Salman, Arab Saudi telah menahan banyak aktivis, ulama dan anggota keluarga kerajaan.

Itu mereka lakukan dalam tindakan keras terhadap perbedaan pendapat dengan penguasa kerajaan selama tiga tahun terakhir.

Ini telah menyoroti catatan HAM di Arab Saudi, termasuk kritik keras atas pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi pada 2018 silam.

Yaman juga menjadi salah satu korban dari intervensi sebuah koalisi yang dipimpin Arab Saudi sejak Maret 2015 silam.

Baca Juga: Mencuri Start Masuk Universitas Al-Azhar Kairo, Perdalam Penguasaan Bahasa Arab

Saat itu, pemberontak dari kelompok Houthi mulai menguasai ibu kota Yaman, Sanaa, dan sampai mendekati kota Aden.

Pemberontakan itu mendorong Abd Rabbuh Mansour Hadi, presiden yang diakui secara internasional, melarikan diri ke Riyadh, ibu kota Arab Saudi.

Hingga tahun ketujuh, korban tewas perang akan mencapai sekitar 377.000 jiwa, menurut laporan Program Pembangunan PBB, baru-baru ini.***

Editor: Bunga Angeli

Sumber: middleeasteye.net

Tags

Terkini

Terpopuler