Dari pertemuan tersebut, dihasilkan konsep Kredo Nicea yang lebih merincikan konsep mengenai Trinitas.
Akan tetapi konsep ini tidak benar-benar disepakati, terutama mengenai Klausa Filioque, yang ditentang oleh sebagian besar Gereja Timur.
Dalam Klausa Filioque dikatakan bahwa “…Roh Kudus, Tuhan, pemberi hidup, yang berasal dari Bapa (dan Putra).
Kata “dan Putra” bagi komunitas Gereja Latin dipercaya persekutuan kodrati yang kekal antara Bapa dan Putra, di mana dari sanalah Roh Kudus bermula.
Sementara sebagian besar komunitas Gereja Timur menganggap bahwa Klausa ini telah membuat Sang Putra menjadi sederajat dengan Bapa.
Sedangkan Santo Agustinus (354-430) menegaskan bahwa baik Bapa, Putra, maupun Roh Kudus, memiliki kesatuan Ilahi yang erat.
“… Allah Bapa dan Putera dan Roh Kudus adalah kesatuan ilahi yang erat, yang adalah satu dan sama esensinya, di dalam kesamaan yang tidak dapat diceraikan, sehingga mereka bukan tiga Tuhan, melainkan satu Tuhan: meskipun Allah Bapa telah melahirkan (has begotten) Putra, dan Putra lahir dari Allah Bapa, Ia yang adalah Putra, bukanlah Bapa, dan Roh Kudus bukanlah Bapa ataupun Putra, namun Roh Bapa dan Roh Putra; dan Ia sama (co-equal) dengan Bapa dan Putra, membentuk kesatuan Tritunggal,” kata Santo Agustinus dalam On The Trinity.
Sementara Gereja Protestan yang merupakan perpecahan dari Gereja Katolik, tentu memiliki pandangan Trinitas yang sama, hanya saja pecah karena konflik yang berbeda.***