Praktisi Hukum UIN Ciputat Tangsel Beberkan Prosedur SP3 Kasus Maling Uang Rakyat (Korupsi)

- 1 September 2021, 18:28 WIB
Andi Syafrani / Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI)
Andi Syafrani / Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI) /Andi Syafrani


ZONABANTEN.com - Praktisi Hukum dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Ciputat, Kota Tangerang Selatan (Tangsel) Andi Syafrani membeberkan bagaimana kasus dugaan maling uang rakyat korupsi dapat diberhentikan, atau keluarnya Surat Perintah Pemberhentian Penyidikan (SP3).

"Namanya SP3 artinya tahapannya sudah harus masuk penyidikan, penyidikan ini pada dasarnya sudah ada dugaan terjadinya tindak pidana. Dan kemudian karena sudah terjadinya tindak pidana maka sudah ada dugaan juga terhadap siapa pelaku tindak pidana, tetapi ketika dalam proses penyidikan kemudian setelah mengumpulkan bukti-bukti ternyata penyidik berkesimpulan tidak dapat diteruskan," kata Andi Syafrani saat diwawancarai wartawan, Rabu 1 September 2021.

Diberhentikan antara lain karena tidak ditemukan atau tidak tercukupinya bukti terhadap tindak pidana ini atau yang kedua ternyata dugaan pelakunya bukan orang yang dimaksud. Ternyata ada orang lain yang menjadi pelaku sebenernya. Atau yang ketiga bukti sama sekali tidak mencukupi seperti yang pertama misalnya saat tahapan penyidikan ternyata kasus tersebut dugaan pidananya berubah," tambah Andi.

Baca Juga: Kucing Jadi Majikan di Rumah, Ternyata Ini Manfaat Memelihara Kucing, Salah Satunya Dapat Membantu Percintaan

Untuk faktor kedua diberhentikannya penyidikan, tegas Andi, penyidik berhak membuka kasus serupa dengan terduga pelaku yang berbeda, sesuai dengan kesimpulan penyidik pada proses penyidikan pertama. Namun, imbuh Andi, hal tersebut tidak termaktub dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

"Sebenarnya bisa aja, jadi kan misalnya yang diberhentikan penyidikan terhadap kasus si A maka sp3nya, perintah penyidikan terkait dengan penetapan dia (si A) sebagai tersangkanya. Nah untuk kasus dugaan terhadap si B, dengan kasus yang sama tapi dengan tersangka yang berbeda, maka harusnya dia mulai baru," ujar Andi.

Disinggung soal kasus dugaan korupsi di jebolnya sheet pile Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Cipeucang yang berjalan setahun lebih, Andi mengungkapkan adanya kemungkinan kurangnya alat bukti yang dimiliki oleh penyidik. Sehingga, berjalannya kasus perkara yang tengah ditangani oleh penyidik pun, harus diinformasikan kepada publik.

"(Proses kasus TPA Cipeucang berjalan lambat) Tergantung pada alat bukti ya. Saya menduga alat bukti tidak cukup. Bukan masalah orang (tersangka) yang keliru, tapi mungkin karena dianggap alat bukti tidak cukup sehingga tidak bisa ditindak lanjuti. Ini (diinformasikan ke publik) merupakan pertanggung jawaban lembaga negara. Jadi ini kita bicaranya pada ranah hukum publik secara umum," ungkap Andi.

Baca Juga: Google Calendar Rilis Fitur Baru, Dapat Tunjukkan Berapa Banyak Waktu yang Diunakan untuk WFH

Diberitakan sebelumnya, Kepala Seksi (Kasi) Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Tangsel Ate Quesyini Ilyas mengungkapkan, saat ini kasus jebolnya sheet pile TPA Cipeucang, tengah menunggu hasil kajian dari tim ahli bangunan. Ate membenarkan bahwa kasus tersebut telah masuk di mejanya sejak September 2020 lalu.

Halaman:

Editor: Ari Kristianto


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x