Makna Kurban Bagi Tiga Agama Abrahamik: Serupa Tapi Tak Sama

22 Juni 2023, 17:10 WIB
Ilustrasi kurban yang dilakukan Islam, Yahudi, dan Kristen /Pexels/Pixabay

ZONABANTEN.com - Kurban biasanya menjadi sebuah kata yang lazim di dengarakan ketika menjelang perayaan Idul Adha, yaitu sebuah perayaan besar bagi umat Islam.

Di Indonesia, karena Idul Adha lebih sering diidentikan dengan Islam, maka tak heran jika banyak orang lebih memahami tradisi kurban sebagai tradisi Islam.

Tetapi meskipun begitu, rupanya tradisi kurban tak hanya dimiliki Islam, dua agama Abrahamik lainnya seperti Yahudi dan Kristen ternyata juga memilikinya.

Baca Juga: Berikut 30 Contoh Soal KSM Fisika Terintegrasi MA / SMA, Ayo Semangat Latihan!

Hal ini tak aneh karena tiga agama Abrahamik ini merupakan tiga agama yang serumpun, karena didasarkan pada kepercayaan yang sama yaitu kepercayaan Abraham/Ibrahim.

Lantas apa makna kurban bagi tiga agama Abrahamik ini, dan apa saja yang membedakannya. Dilansir dari berbagai sumber, berikut penjelasannya:

 

Islam

Islam seringkali mengkaitkan kurban dengan peristiwa Ibrahim, yaitu ketika Nabi tersebut melakukan pengorbanan untuk menyerahkan anaknya kepada Tuhan, sesuai dengan perintah Tuhan.

Tetapi kemudian Tuhan mengubah perintahnya setelah melihat ketaatan Ibrahim, dengan menyuruhnya menyembelih seekor kambing besar sebagai tebusan anaknya.

Baca Juga: DKI Jakarta Ulang Tahun, Tarif Rp1 Khusus Hari Ini untuk TransJakarta Hingga LRT

Kisah ini kemudian dimaknai sebagai bentuk dari ketaatan dan penyerahan diri bagi umat Islam, yang harus diteladani.

Selain itu, karena daging kurban kemudian akan dibagi-bagikan, umat Islam juga memaknai tradisi ini sebagai bentuk dari kepedulian terhadap sesama.

Meski begitu, dalam Idul Adha upacara kurban bukanlah ritus yang utama, melainkan berziarah ke tanah suci.

 

Yahudi

Sebelum Islam muncul pada abad ke-7M, tradisi kurban sebenarnya sudah dilakukan umat Yahudi sejak ribuan tahun sebelum masehi.

Umat Yahudi percaya bahwa Adam dan Hawa yang merupakan dua manusia pertama, telah melakukan kesalahan kepada Tuhan, yang membuat mereka dan keturunannya dicampakkan.

Untuk menebus dosa tersebut, Tuhan memerintahkan manusia untuk melakukan upacara kurban setiap tahunnya, sebagai pendamaian dosa atau upaya rekonsiliasi.

Baca Juga: 4 Kecamatan yang Paling Ramai di Kabupaten Serang, Apakah Cikande Termasuk?

Mulanya tradisi ini dilakukan diberbagai mezbah buatan, hingga akhirnya Bait Allah atau Bait Salomo didirikan.

Bait Salomo menjadi satu-satunya tempat yang diperbolehkan untuk pengorbanan, tetapi sejak penghancurannya oleh Romawi pada tahun 70M, tradisi ini menjadi terhenti.

 

Kristen

Berbeda dengan Yahudi, umat Kristen memandang kurban darah atau kurban dengan penyembelihan hewan, adalah upaya rekonsiliasi sementara dengan Tuhan.

Adapun rekonsiliasi permanen hadir dalam peristiwa pengorbanan Yesus Kristus di kayu salib, yang membuat tradisi ini dianggap tidak diperlukan lagi.

Mereka kemudian mengganti tradisi ini dengan sakramen ekaristi, yang selalu dilakukan selama peribadatan di gereja.

Baca Juga: Idul Adha Makin Dekat, Beberapa Hewan Kurban di Kota Serang Terkena Flu dan Orf

Tetapi meski begitu, tradisi penyembelihan hewan ini sempat masih dipertahankan di abad-abad pertama, khususnya umat Kristen di Yunani.

Kala itu umat Kristen seringkali melakukan ritual kurban, untuk didedikasikan kepada orang-orang kudus atau Tritunggal Mahakudus.

Tetapi setelah diadakannya Sinode Kartago pada abad ke-4, tradisi ini menjadi terlarang karena dianggap sebagai kebiasaan bar-bar dan pagan.***

Editor: Christian Willy Kalumata

Sumber: Berbagai Sumber

Tags

Terkini

Terpopuler