BMKG menganalisis sejumlah gempa tektonik tersebut berada di zona aktif gempa wilayah Aceh-Sabang, Bengkulu, Lampung, selatan Banten dan Jawa Barat, selatan Jawa Timur, Bali, Lombok, Sumbawa, Sumba, Banda, Palu, Poso, Morowali, Maluku Utara, Sulawesi Utara, Mamberamo dan Papua.
Sebagai bagian upaya peringatan dini BMKG mengoperasikan 372 sensor seismograf. Pihaknya masih akan melakukan pembangunan 39 lokasi pada 2020 dan 29 lagi pada tahun depan. Di samping itu, BMKG juga mengoperasikan 590 peralatan penyebarluasan informasi gempa bumi dan peringatan dini tsunami yang terdiri dari DVB (205), WRS (70) dan WRS NewGen-Realtime (315) yang dipasang pada 2019.
Baca Juga: Dipanggil Bawaslu Soal Dugaan Netralitas ASN, Kepala Kemenag Tangsel Bungkam
Sejumlah perangkat bagian dari sistem peringatan dini tersebut dibutuhkan mengingat wilayah nusantara yang berisiko tinggi gempa bumi. Pusat Studi Gempa Nasional (Pusgen) merilis sumber gempa di Indonesia mencapai 295. Sebanyak 242 sumber gempa baru yang teridentifikasi menambah 53 sumber gempa yang sebelumnya terpetakan pada tahun 2010.
Berdasarkan data InaRISK, Indonesia memiliki potensi bahaga gempa bumi dengan kategori sedang hingga tinggi. Wilayah Indonesia yang berpotensi bahaya mencakup lebih dari 52 juta hektar, sedangkan populasi terpapar hingga lebih dari 86 juta jiwa.
Di tengah pandemi COVID-19 yang masih terjadi penularan, tantangan masyarakat menjadi bertambah. Contohnya, kejadian bencana yang terjadi di wilayah dengan kasus positif tinggi. Ini membutuhkan kesiapsiagaan ekstra dan antisipasi semua pihak di daerah sehingga potensi tertular pada saat melakukan respon darurat dapat dihindarkan. ***(Julian)