Kota Yogyakarta Usung Tema ‘Sulih, Pulih, Luwih’ untuk HUT ke-266, Apa Maknanya? Berikut Penjelasannya

- 7 Oktober 2022, 13:43 WIB
Makna dari tema “Sulih, Pulih, Luwih” yang diangkat untuk memperingati HUT ke-266 Kota Yogyakarta pada 7 Oktober 2022
Makna dari tema “Sulih, Pulih, Luwih” yang diangkat untuk memperingati HUT ke-266 Kota Yogyakarta pada 7 Oktober 2022 /adminkeu.jogjakota.go.id

ZONABANTEN.com – Kota Yogyakarta usung tema “Sulih, Pulih, Luwih” untuk HUT ke-266, apa maknanya? Berikut penjelasannya.

Pada tanggal 7 Oktober 2022, Kota Yogyakarta akan merayakan hari jadinya yang ke-266. Menurut laman resmi jogjakota.go.id, berdirinya Kota Yogyakarta berawal dari adanya Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755.

Perjanjian Giyanti ditandatangani oleh Kompeni Belanda di bawah tanda tangan Gubernur Nicolaas Hartingh, atas nama Gubernur Jenderal Jacob Mossel.

Isi perjanjiannya adalah: “Negara Mataram dibagi dua: Setengah masih menjadi Hak Kerajaan Surakarta, setengah lagi menjadi Hak Pangeran Mangkubumi”.

Dalam perjanjian itu pula, Pangeran Mangkubumi diakui menjadi raja atas setengah daerah pedalaman Kerajaan Jawa, dengan gelar Sultan Hamengkubuwono Senopati Ing Alega Abdul Rachman Sayidin Panatagama Khalifatullah.

Daerah kekuasaannya terdiri dari Mataram (Yogyakarta), Pojong, Sukowati, Bagelen, Kedu, Bumigede, dan daerah mancanegara seperti Madiun, Magetan, Cirebon, separuh Pacitan, Kartosuro, Kalangbret, Tulungagung, Mojokerto, Bojonegoro, Ngawen, Sela, Kuwu, Wonosari, dan Grobogan.

Baca Juga: Rayakan HUT Ke-266, Kota Yogyakarta Angkat Tema ‘Sulih, Pulih, Luwih’, Simak Maknanya Berikut 

Setelah perjanjian pembagian daerah tersebut, Pangeran Mangkubumi atau Sultan Hamengkubuwono I segera menetapkan bahwa Mataram adalah daerah kekuasaannya, dan diberi nama Ngayogyakarta Hadiningrat, dengan ibukota Ngayogyakarta (Yogyakarta).

Pusat pemerintahannya ada di Hutan Beringin, di mana terdapat desa kecil bernama Pachetokan, dengan suatu pesanggrahan bernama Garjitowati, yang dibuat oleh Susuhunan Pakubuwono I, kemudian namanya diubah menjadi Ayodya.

Barulah setelah itu, Sultan Hamengkubuwono segera memerintahkan rakyat untuk membabat hutan tadi untuk mendirikan keraton.

Setahun kemudian, Sultan Hamengkubuwono I berkenan memasuki istana baru sebagai peresmiannya.

Dengan demikian, berdirilah Negari Ngayogyakarta Hadiningrat, atau Kota Yogyakarta. Sultan Hamengkubuwono I menetap di keraton baru, di mana persemiannya terjadi pada 7 Oktober 1756.

Kota Yogyakarta dibangun pada tahun 1756, bersamaan dengan dibangunnya Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat oleh Sri Sultan Hamengkubuwono I di Hutan Beringin.

Baca Juga: 9 Maret 2022 Diperingati Sebagai Hari Musik Nasional, Rayakan dengan 7 Twibbon Berikut 

Pada perayaan HUT ke-266 Kota Yogyakarta, pemerintah daerah setempat mengusung tema “Sulih, Pulih, Luwih”.

Tiga kata tersebut dipilih bukan tanpa alasan. Dilansir dari adminkeu.jogjakota.go.id, kata “sulih” memiliki makna berpindah dan beradaptasi dalam keadaan baru yang lebih baik.

Kedua, kata “pulih” bermakna sembuh, dan “luwih” menunjukkan harapan untuk bisa berkembang menjadi lebih baik.

Secara keseluruhan, tema “Sulih, Pulih, Luwih” dimaknai sebagai bentuk kondisi Kota Yogyakarta bersama seluruh elemen di dalamnya, yang berhasil beradaptasi hingga melewati pandemi Covid-19 dengan fase yang lebih baik.

Semangat dan tekad bersama untuk bangkit menuju pada situasi normal, kondusif, hingga bangkit menuju kondisi yang lebih baik terkandung dalam tema tersebut.

Demikian makna dari tema “Sulih, Pulih, Luwih” yang diusung untuk memperingati HUT ke-266 Kota Yogyakarta pada 7 Oktober 2022.***

Editor: Dinda Indah Puspa Rini

Sumber: jogjakota.go.id adminkeu.jogjakota.go.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x