Presiden Jokowi Dukung Bahasa Melayu sebagai Bahasa Kedua ASEAN, Mendikbud Ristek Menolak

- 5 April 2022, 17:06 WIB
Presiden Jokowi Dukung Bahasa Melayu sebagai Bahasa Kedua ASEAN, Mendikbud Ristek Menolak
Presiden Jokowi Dukung Bahasa Melayu sebagai Bahasa Kedua ASEAN, Mendikbud Ristek Menolak /Pixabay

ZONABANTEN.com - Pada Sabtu, 2 April 2022 ada pertemuan yang terjadi antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan PM Malaysia, Datuk Seri Ismail Sabri Yakoob.

Dalam pertemuan tersebut, banyak hal yang dibahas. Salah satu yang menarik adalah upaya menjadikan Bahasa Melayu sebagai bahasa kedua ASEAN.

PM Malaysia mengatakan bahwa Presiden Jokowi ingin bekerja sama untuk menaikkan kasta Bahasa Melayu.

Maka, dalam hal ini, Yakoob mengatakan bahwa Presiden Jokowi mau mengakui Bahasa Melayu sebagai bahasa resmi dari negara-negara ASEAN.

Baca Juga: Kartu Prakerja Gelombang 25 Segera Diumumkan, Catat 4 Hal Ini untuk Tautkan Rekening Agar Menerima Insentif

“Kami ingin berterima kasih pada Bapak Presiden (Presiden Jokowi) untuk menyetujui dengan Malaysia soal peningkatan Bahasa Melayu, yang menjadi akar dari kita,” tutur Yakoob dikutip dari Bernama.

Melihat ada dukungan penggunaan Bahasa Melayu sebagai bahasa kedua ASEAN dari Presiden Jokowi, justru ditentang oleh menterinya sendiri, Nadiem Makarim selaku Menteri Pendidikan, Budaya, Riset, dan Teknologi.

“Saya sebagai Mendikbud Ristek, tentu menolak usulan tersebut,” kata Nadiem dikutip dari ANTARA pada Selasa, 5 April 2022.

“Namun, karena ada keinginan negara sahabat kita mengajukan Bahasa Melayu sebagai bahasa resmi ASEAN, tentu keinginan tersebut perlu dikaji dan dibahas lebih lanjut di tataran regional,” ucap Nadiem melanjutkan.

Baca Juga: Menurut Jokowi, Inilah 3 Keahlian yang Harus Dimiliki Generasi Muda Saat Ini

Sementara, usulan penggunaan Bahasa Melayu sebagai bahasa kedua ASEAN ini lahir dari klaim Malaysia yang mengatakan bahwa sekitar 1.340 etnis pulau-pulau besar di Indonesia menggunakan bahasa tersebut.

Dan melihat fakta sejarah bahwa Presiden Soekarno saat itu menggunakan Bahasa Melayu untuk pembuatan deklarasi kemerdekaan Indonesia. Meskipun dirinya adalah orang Jawa.

Lantas, hal inilah yang menjadi tolak ukur Malaysia atas popularitas Bahasa Melayu serta status sebelumnya sebagai lingua franca di kawasan Asia Tenggara.

Namun, pernyataan ini justru bertentangan dengan pendapat ahli bahasa Universitas Pendidikan Indonesia, Profesor Dadang Sunendar.

“Malaysia selalu menganggap bahasa Indonesia sebagai bagian dari bahasa Melayu,” tutur Dadang dikutip dari Pikiran Rakyat.

Baca Juga: Amerika Serikat dan Eropa Rencanakan Sanksi Rusia Saat Ukraina Peringatkan Lebih Banyak Kematian Warga Sipil

Dadang membahas ini dengan melihat dari segi peraturan perundangan di Indonesia, yang mana ada tiga wujud bahasa, yaitu bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing.

Merujuk hal tersebut, bisa dikatakan bahwa bahasa Melayu adalah bagian dari bahasa daerah.

Dadang mengatakan bahwa bahasa Indonesia memiliki peluang yang besar untuk menjadi bahasa resmi kedua di ASEAN. Namun, berjalan dengan lancarnya atau tidak permasalahan ini, bergantung pada upaya dan kebijakan pemerintah.

“Hanya, saya agak pesimistis tentang keuletan pemerintah kita menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa ASEAN,” ucap Dadang.

“Indonesia adalah Sekretariat Tetap ASEAN selama puluhan tahun, tapi kita tidak mampu memanfaatkan hal itu untuk kepentingan bahasa kita menjadi bahasa kedua ASEAN,” tutur Dadang menutup.

Di sisi lain, hal yang membuat Nadiem yakin bahwa bahasa Indonesia bisa menjadi bahasa kedua ASEAN adalah, terkait penyebaran bahasa Indonesia yang sudah mencakup 47 negara di seluruh dunia.

Baca Juga: Ada Warga Indonesia Unik Sekali, Nama 4 anak di Banyuwangi Menggunakan Satu Huruf

Nadiem juga mengatakan bahwa bahasa Indonesia telah menjadi bahasa terbesar di Asia Tenggara.

Hal ini pun diamini oleh Kepala Badan Bahasa, Endang Aminudin Aziz. Dirinya juga mengatakan bahwa bahasa Indonesia memiliki persebaran yang lebih banyak dibanding bahasa Melayu.

Lebih lanjut Aminudin menjelaskan fakta yang paling sederhana, yakni jumlah penduduk Indonesia yang lebih banyak dibandingkan penduduk Malaysia. Maka, jumlah pengguna bahasa Indonesia pun jauh lebih banyak.

Alasan lainnya keluar dari mulut Mendikbud Ristek terkait adanya Pembelajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) yang semakin menguatkan pandangan bahwa bahasa Indonesia layak sebagai bahasa kedua ASEAN.

BIPA ini diketahui telah diselenggarakan oleh 428 lembaga, baik difasilitasi Kemendikbud Ristek maupun yang diselenggarakan sendiri oleh pegiat BIPA, pemerintah, dan lembaga di seluruh dunia.

Diketahui juga bahwa bahasa Indonesia diajarkan sebagai mata kuliah di sejumlah kampus di dunia, seperti Australia, Eropa, Amerika Serikat, dan beberapa perguruan tinggi di Asia.***

Editor: Bunga Angeli

Sumber: Pikiran Rakyat Antara


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x