Ramai Laporan Minta Jokowi Dimakzulkan, Apa itu Pemakzulan dan Bagaimana Prosesnya?

8 Juni 2023, 16:45 WIB
Potret Presiden Jokowi yang dilaporkan untuk dimakzulkan /YouTube Sekretariat Presiden

ZONABANTEN.com - Presiden Jokowi belakangan ramai dibicarakan, pasalnya adanya laporan yang meminta orang nomor satu di Indonesia itu untuk dimakzulkan.

Laporan pemakzulan Presiden Jokowi ini dilayangkan oleh Denny Indrayana, seorang Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM.

Dalam surat itu Denny Indrayana menyatakan bahwa menurutnya, Presiden Jokowi yang telah menjabat selama dua periode sejak tahun 2014 itu, sudah tidak layak lagi menjadi Presiden.

Baca Juga: Sudah Cair 7 Juni 2023! Dana KJP Plus Belum Masuk Rekening, Segera Cek Disini

Hal ini ia katakan lantaran dirinya menilai bahwa Presiden Jokowi telah melakukan perbuatan yang inkonstitusional, yaitu dengan melakukan cawe-cawe yang tidak netral terhadap proses Pemilu 2024.

Dengan ini, jika laporan Denny Indrayana diterima oleh DPR RI, maka bukan hal yang tidak mungkin jika Presiden ke-7 Indonesia itu dicopot dari jabatannya.

Pemakzulan presiden sendiri sebenarnya bukan hal yang baru di Indonesia. Bahkan dalam sejarah, kita memiliki dua presiden yang berhenti akibat dimakzulkan.

Sebut saja Presiden ke-2 Soeharto yang berhenti pada 21 Mei 1998, dan ke-4 Abdurrahman Wahid yang dimakzulkan pada tanggal 23 Juli 2001.

Baca Juga: Kuota Terbanyak! Jalur Zonasi PPDB SD di Kota Tangerang, Kuota 80 Persen, Informasi Lengkapnya Disini

Meski kini ramah dibicarakan dan bukan hal yang baru lagi di negara ini, rupanya masih banyak orang yang tidak mengerti apa itu pemakzulan.

Kebanyakan memahami pemakzulan sebagai pemecatan presiden. Tetapi jika merujuk dalam definisi menurut Achmad Roestandi yang ditulis dalam buku Mahkamah Konstitusi dalam Tanya Jawab, rupanya pengertian itu kurang tepat.

Dalam bahasa Inggris, pemakzulan berarti impeachment, yang berasal dari kata impeach. Menurut Ahmad Roestandi, memiliki padanan kata accuse atau charge, yang bermakna menuduh atau mendakwa.

Jika dilihat dari pengertian ini, pemakzulan hanyalah saranan untuk mendakwa seorang presiden untuk dapat diberhentikan.

Baca Juga: Siap-siap! Kartu Prakerja Gelombang 55 Bakal Dibuka di Tanggal Ini, Simak Syarat dan Cara Mendaftarnya

Sehingga hasil akhir dari pemakzulan tidaklah selalu dengan pemberhentian, karena bergantung dengan proses yang berjalan.

Di Indonesia, proses pemakzulan tentu tidak dapat dilakukan secara instan. Ada beberapa proses yang perlu dijalani, hingga seorang Presiden dapat dinyatakan layak untuk dicopot jabatannya.

Dalam UUD 1945, hanya ada dua pejabat yang dapat dimakzulkan, yaitu presiden dan wakil presiden, baik dilakukan secara sendiri-sendiri, maupun sekaligus.

Dalam pasal 7A UUD 1945 dikatakan bahwa pemakzulan hanya dapat diproses jika ada usulan dari DPR kepada MPR.

Baca Juga: Adakan Program Sekolah Swasta Gratis, Pemkot Tangerang Diharapkan Bisa Jadi Role Model Pemda Lain

Usulan pun baru dapat dibuat jika DPR memiliki bukti bahwa presiden memang memenuhi syarat untuk dimakzulkan.

Adapun syarat-syarat tersebut diantaranya adalah jika presiden terbukti melakukan pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela.

Atau jika presiden terbukti tidak lagi memenuhi syarat untuk tetap diamanatkan memegang jabatan sebagai presiden.

Adapun mekanisme pemberhentiannya adalah sebagai berikut:

Baca Juga: Gelar Rakernas Hari ke-3, PDIP Fokus untuk Hadapi Pemilu 2024

  1. DPR mengajukan permintaan kepada MK, untuk menyelidiki, mengadili, dan memutuskan pendapat bahwa presiden telah melakukan pelanggaran hukum, atau tidak layak lagi menjabat.
  2. MK akan dan wajib untuk memeriksa, mengadili, dan memutuskan seadil-adilnya pendapat DPR.
  3. Jika MK melihat bahwa presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum, maka DPR harus mengadakan rapat paripurna untuk meneruskan usulan terkait pemberhentian kepada MPR.
  4. MK wajib menyidangkan usulan DPR yang telah masuk, paling lama 30 hari sejak usulan tersebut diterima.
  5. Keputusan MPR mengenai pemberhentian presiden harus dilakukan dalam rapat paripurna MPR.
  6. Pemberhentian dinyatakan sah jika rapat dihadiri sekurang-kurang 3/4 jumlah anggota, dan disetujui oleh 2/4 jumlah anggota yang hadir, serta setelah presiden diberi kesempatan untuk memberikan penjelasan dalam rapat paripurna.***
Editor: Christian Willy Kalumata

Tags

Terkini

Terpopuler