Profil Singkat 10 Pahlawan Revolusi, Diculik dan Gugur dalam Pemberontakan G30S/PKI

28 September 2022, 16:35 WIB
Mengenang Pahlawan Revolusi yang gugur dalam peristiwa G30S/PKI /@pahlawan_revolusi_/Instagram

ZONABANTEN.com – Profil singkat 10 Pahlawan Revolusi, diculik gugur dalam pemberontakan G30S/PKI.

Setiap tanggal 30 September, Indonesia memperingati peristiwa G30S/PKI, yaitu pemberontakan oleh Partai Komunis Indonesia atau PKI untuk mengubah ideologi Bangsa Indonesia.

Peringatan peristiwa G30S/PKI juga sekaligus mengenang 10 Pahlawan Revolusi yang gugur dalam peristiwa tersebut.

Peristiwa G30S/PKI, ada baiknya kita mengenal 10 Pahlawan Revolusi yang gugur akibat pemberontakan tersebut.

Dilansir dari laman resmi ditsmp.kemdikbud.go.id, berikut profil singkat dari 10 Pahlawan Revolusi yang gugur dalam peristiwa G30S/PKI:

Baca Juga: Mengenang Peristiwa 30 September, Berikut 10 Profil Pahlawan Revolusi yang Gugur dalam Pemberontakan G30S/PKI

1. Jenderal (Anumerta) Ahmad Yani

Ahmad Yani adalah seorang petinggi TNI AD di masa Orde Lama, yang lahir di Jenar, Purworejo, pada 19 Juni 1922.

Di masa mudanya, Ahmad Yani mengikuti pendidikan Heiho di Magelang, Pembela Tanah Air pemberantasan PKI di Madiun pada 1948, Agresi Militer Belanda II, dan penumpasan DI/TII di Jawa Tengah.

Pada tahun 1958, ia diangkat sebagai Komandan Komando Operasi 17 Agustus di Padang, Sumatera Barat, untuk menumpas pemberontakan PRRI.

Kemudian, 4 tahun setelahnya, tepatnya tahun 1962, ia diangkat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD).

Namun, di tahun 1965 Ahmad Yani difitnah ingin menjatuhkan Presiden Soekarno, dan tewas ketika pemberontakan G30S/PKI pada 1 Oktober 1965.

Baca Juga: Kumpulan Kata-kata Mutiara dari Tan Malaka, Cocok Dibagikan ke Media Sosial pada Tanggal 2 Juni 

2. Letjen (Anumerta) Suprapto

Suprapto lahir di Purwokerto pada 20 Juni 1920. Ia sempat mengikuti pendidikan di Akademi Militer Kerajaan Bandung, namun terhenti karena pendaratan Jepang di Indonesia.

Di awal kemerdekaan Indonesia, Suprapto aktif dalam usaha merebut senjata pasukan Jepang di Cilacap, serta masuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Purwokerto dan ikut dalam pertempuran di Ambarawa sebagai ajudan Panglima Besar Sudirman.

Kariernya semakin meningkat di militer, namun saat PKI mengajukan pembentukan angkatan perang kelima, Suprapto menolaknya.

Ia pun menjadi korban pemberontakan G30S/PKI, jasadnya ditemukan di Lubang Buaya, dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan, Kalibata, Jakarta Selatan.

Baca Juga: 11 September Hari Wafatnya Raden Dewi Sartika, Simak Biografi dan Perjuangannya Memajukan Pendidikan Wanita 

3. Letjen (Anumerta) S. Parman

Siswondo Parman atau yang lebih dikenal dengan S. Parman, adalah salah satu petinggi TNI AD di masa Orde Lama.

S. Parman lahir pada 4 Agustus 1918, di Wonosobo, Jawa Tengah. Pendidikannya lebih berkutat di bidang intelijen.

Ia pernah dikirim ke Jepang untuk memperdalam ilmu intelijen pada Kenpei Kasya Butai, dan setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, ia mengabdi kepada Indonesia untuk memperkuat militer Tanah Air.

Pengalamannya di bidang intelijen sangat berguna bagi TNI saat itu. Ia mengetahui rencana-rencana PKI yang ingin membentuk angkatan kelima.

Namun, pada 1 Oktober 1965, ia diculik dan dibunuh bersama para jenderal lainnya, dan diberi gelar Pahlawan Revolusi.

Baca Juga: Kisah Pemberontakan Peta, Pemimpinnya Dinyatakan Hilang dalam Peristiwa 

4. Letjen (Anumerta) M.T. Haryono

Nama lengkapnya adalah Mas Tirtodarmo Haryono, lahir pada 20 Januari 1924 di Surabaya, Jawa Timur.

Sebelum masuk ke dunia militer, M.T. Haryono pernah mengikuti Ika Dai Gaku (sekolah kedokteran) di Jakarta pada masa penjajahan Jepang.

Barulah setelah Indonesia merdeka, M.T. Haryono bergabung bersama TKR dengan pangkat mayor.

Keahliannya dalam berbahasa Belanda, Inggris, dan Jerman berguna bagi Indonesia ketika melakukan berbagai perundingan internasional.

Ia kemudian berkutat di Kementerian Pertahanan, dan pernah menjabat sebagai Sekretaris Delegasi Militer Indonesia.

Pada 1950, M.T. Haryono kemudian menjadi Atase Militer RI untuk Negeri Belanda dan Direktur Intendans dan Deputi III Menteri/Panglima Angkatan Darat pada tahun 1964.

Sayangnya, di tahun 1965, M.T. Haryono gugur bersama dengan para petinggi TNI AD lainnya pada peristiwa pemberontakan G30S/PKI.

Baca Juga: Ramaikan Hari Peringatan PETA 2022 dengan Twibbon Berikut, Lengkap dengan Cara Memasangnya 

5. Mayjen (Anumerta) D.I. Panjaitan

Bernama lengkap Donald Ignatius Panjaitan, ia dilahirkan pada 9 Juni 1925 di Balige, Tapanuli. Pada masa pendudukan Jepang, ia memasuki militer Gyugun.

Kemudian, ia ditempatkan di Pekanbaru, Riau, sampai saat proklamasi. Setelah Indonesia merdeka, D.I. Panjaitan ikut membentuk TKR dan memiliki karier cemerlang di bidang militer.

Menjelang akhir hidupnya, ia diangkat sebagai Asisten IV Menteri/Panglima Angkatan Darat dan mendapat tugas belajar ke Amerika Serikat.

Bersama dengan petinggi TNI AD lainnya, D.I. Panjaitan juga harus tewas dalam peristiwa pemberontakan G30S/PKI pada tahun 1965.

Baca Juga: Tutup Usia, Berikut 5 Fakta Menarik Ratu Elizabeth II yang Belum Diketahui Banyak Orang 

6. Mayjen (Anumerta) Sutoyo Siswomiharjo

Lahir pada 28 Agustus 1922 di Kebumen, Jawa Tengah, Sutoyo Siswomiharjo sempat mendapat pendidikan pada Balai Pendidikan Pegawai Tinggi di Jakarta saat masa penjajahan Jepang, kemudian menjadi pegawai negeri pada Kantor Kabupaten di Purworejo.

Setelah Indonesia merdeka, Sutoyo memasuki TKR bagian kepolisian, dan akhirnya menjadi anggota Korps Polisi Militer.

Sutoyo diangkat menjadi ajudan Kolonel Gatot Subroto, lalu menjabat sebagai Kepala Bagian Organisasi Resimen II Polisi Tentara di Purworejo.

Kariernya terus melesat, bahkan di tahun 1961 ia mengemban tugas sebagai Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal Angkatan Darat.

Ia juga salah satu petinggi TNI AD yang menentang adanya pembentukan angkatan kelima dan gugur dalam peristiwa G30S/PKI.

Baca Juga: Hasil Seleksi Kartu Prakerja Gelombang 45 Segera Keluar, Simak Cara Menautkan Rekening atau E-Wallet ke Akunmu 

7. Brigjen (Anumerta) Katamso

Katamso lahir pada 5 Februari 1923 di Sragen, Jawa Tengah. Pada masa pendudukan Jepang, ia mengikuti pendidikan militer PETA di Bogor, lalu diangkat menjadi Shodanco PETA di Solo.

Setelah kemerdekaan Indonesia, Katamso masuk TKR dan menjadi TNI. Tahun 1958, ia dikirim ke Sumatera Barat untuk menumpas pemberontakan PRRI sebagai Komandan Batalyon A Komando Operasi 17 Agustus.

Katamso juga pernah menjabat sebagai Kepala Staf Resimen Tim Pertempuran (RIP) II Diponegoro di Bukittinggi.

Ia menjadi salah satu korban pemberontakan G30S/PKI. Jasadnya ditemukan pada 22 Oktober 1965 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta.

Baca Juga: Resep Membuat Teh Hijau Alami di Rumah, Bisa Membantu Proses Diet dan Kaya Antioksidan 

8. Kapten (Anumerta) Pierre Tendean

Pierre Tendean lahir di Jakarta pada 21 Februari 1939. Setelah mengikuti pendidikan di Akademi Militer Jurusan Teknik pada 1962, ia menjabat sebagai Komandan Peleton Batalyon Zeni Tempur 2 Komando Daerah Militer II/Bukit Barisan di Medan.

Ia juga pernah bertugas untuk menyusup ke daerah Malaysia ketika sedang berkonfrontasi dengan Malaysia.

April 1965, ia diangkat sebagai ajudan Menteri Koordinator Pertahanan Keamanan/Kepala Staf Angkatan Bersenjata, Jenderal Nasution.

Saat bertugas, Pierre Tendean tertangkap oleh kelompok G30S dan mengaku sebagai A.H Nasution, dan sang jenderal berhasil melarikan diri.

Pierre Tendean harus mengorbankan nyawanya untuk melindungi Jenderal Nasution dan gugur dalam peristiwa G30S/PKI.

Baca Juga: Resep Ramyun Ala 6 K-Pop Idol Ini Wajib Dicoba, Dijamin Bikin Ketagihan! 

9. A.I.P II (Anumerta) K.S. Tubun

K.S. Tubun bernama lengkap Karel Satsuit Tubun, lahir di Tual, Maluku Tenggara pada 14 Oktober 1928.

Selesai menempuh pendidikannya di Sekolah Polisi Negara di Ambon, ia diangkat sebagai Agen Polisi Tingkat II dan mendapat tugas dalam kesatuan Brigade Mobil (Brimob) di Ambon.

Lalu, ia ditempatkan di kesatuan Brimob Dinas Kepolisian Negara di Jakarta. Pada 1955, ia dipindahkan ke Medan, dan dipindahkan lagi ke Sulawesi 3 tahun setelahnya.

Saat adanya pemberontakan G30S/PKI, ia termasuk salah seorang korban. Kala itu, K.S. Tubun sedang bertugas sebagai pengawal di kediaman Dr. Y. Leimena yang berdampingan dengan rumah Jenderal A.H. Nasution.

K.S. Tubun melawan, dan terjadi pergulatan hingga akhirnya ia ditembak dan gugur. Jenazahnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan, Kalibata, Jakarta Selatan.

Baca Juga: Resmi Debut Solo, Wonpil DAY6 Puaskan Hati Penggemar Lewat 'Voiceless' 

10. Kolonel (Anumerta) Sugiyono

Sugiyono lahir di Desa Gendaran, daerah Gunung Kidul, Yogyakarta, pada 12 Agustus 1926. Ia pernah menjalani pendidikan militer PETA pada masa pendudukan Jepang.

Kemudian, ia diangkat menjadi Budanco di Wonosari, lalu mengikuti beberapa penumpasan pemberontakan di Tanah Air.

Pada 1 Oktober 1965, Sugiyono yang baru saja kembali dari Pekalongan, ditangkap di Markas Korem 072 yang telah dikuasai oleh kelompok PKI.

Ia telah dibunuh di Kentungan di sebelah utara Yogyakarta, jenazahnya ditemukan pada 22 Oktober 1965, dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta.***

Editor: Bondan Kartiko Kurniawan

Sumber: ditsmp.kemdikbud.go.id

Tags

Terkini

Terpopuler