Ir.Soekarno Sempat Dirikan Biro Arsitek di Bandung Tahun 1926

21 November 2021, 12:05 WIB
Ir. Soekarno. /Tangkap layar Instagram/@thebigbung


ZONABANTEN.com - Proklamator kemerdekaan Indonesia Ir. Soekarno juga dikenal sebagai seorang arsitek lulusan ITB Bandung.

Namun, lantaran aktif bergerak memimpin pergerakan nasional pada jaman sebelum kemerdekaan, cerita mengenai Ir. Soekarno sebagai seorang arsitek jarang diungkapkan.

Kali ini tim Pikiran Rakyat (PR) menelusuri kiprah Bung Besar saat mendirikan biro arsitek di Bandung, Jawa Barat, bersama beberapa kawannya.

Ditemukan sebuah iklan mengenai biro arsitek di koran Sipatahoenan itu terletak di pojok kanan halaman bawah. Posisinya berdampingan dengan sejumlah pariwara lain.

Yang istimewa, potongan iklan tersebut memuat tawaran menerima pekerjaan proyek bangunan dari kantor biro arsitek Ir Sukarno dan Ir Anwari. Simak saja isi iklan berbahasa Sunda tersebut:

Ingenieurs en Architecten Bureau Ir. Soekarno en Ir. Anwari Regentsweg 3, Bandoeng.‎ Nampi saniskanten padamelan noe nganggo projekten pikeun saniskanten adegan, kajaning imah, fabriek, goedang, masigit, djambatan sareng sadjabana ti eta, ti noe pang alitna doegi ti noe pang ageungna.

‎(Kantor Biro Teknik dan Arsitek Ir Sukarno serta Ir Anwari di Regentsweg 3, Bandung. Menerima segala macam pekerjaan proyek untuk segala macam bangunan, seperti rumah, pabrik, gudang, masjid, jembatan dan yang lainnya, dari bangunan paling kecil dan paling besar).

Potongan iklan Biro Teknik dan Arsitek Ir Soekarno dan Ir Anwari terpampang di Koran Sipatahoenan edisi Selasa 3 Januari 1928. Iklab tersebut menjadi bukti Bung Karno pernah berkiprah sebagai insinyur teknik atau arsitek di Bandung setelah lulus kuliah di Technische Hoogeschool te Bandoeng (THS) pada 25 Mei 1926. mikrofilm koleksi Perpusnas

Baca Juga: Watford vs Man United 4-1, Ini 7 Fakta Menarik dalam Kekalahan Setan Merah, Fakta Pertama Sangat Mengejutkan!

‎Potongan iklan tersebut nongol di koran legendaris berbahasa Sunda itu dalam beberapa edisi atau terbitan, seperti pada Selasa 3 Januari 1928, Selasa 10 Januari 1928, Selasa 17 Januari 1928, Selasa 24 Januari 1928. Sukarno memang seorang ingenieur jurusan teknik sipil Technische Hoogeschool te Bandoeng (THS) yang lulus pada 25 Mei 1926.

Sisi kehidupannya sebagai arsitek terjadi kala ia lulus dan mendirikan biro teknik bersama kawan sekampusnya. "Tanggal 26 Juli 1926 aku membuka biro teknik yang pertama, bekerja sama dengan seorang teman sekelas, Ir Anwari," kata Sukarno dalam buku Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia yang ditulis Cindy Adams.

Lokasi biro arsitek itu berada di kamar tengah rumah Bung Karno bersama isterinya, Inggit Garnasih di Jalan Dewi Sartika 22, Kota Bandung. Namun, dunia teknik sipil tak benar-benar bisa digeluti sang proklamator.

"Aku tak pernah lagi memperoleh kesempatan memasuki Dunia Keilmuan. Kehidupanku segera menenggelamkan diriku sampai ke leher dan menampakkan aku ke tumpukan sampah dan ke gubuk-gubuk reyot dan bocor. Dia melemparku aku ke pasar-pasar dan membuangku ke hutan-hutan, desa-desa dan sawah-sawah," ucapnya.

Ya, Sukarno memang lebih karib dengan dunia pergerakan kaum nasionalis kala itu. Ia lebih banyak menghadiri rapat-rapat kaum pergerakan dan berpidato di hadapan masyarakat bumiputra.

Artikel ini dapat anda baca juga di Pikiran-Rakyat.com dengan judul Kisah Bung Karno sebagai Arsitek di Bandung, Ekonomi Sulit di Tengah Perlawanan ke Hindia Belanda

Tak ayal, kehidupan ekonominya cukup berat lantaran berkecimpung dalam dunia perlawanan terhadap kekuasaan kolonial Pemerintah Hindia Belanda. Ia misalnya kerap mengalami kesulitan keuangan.

Namun segala kesulitannya justru banyak mendapatkan jalan keluar yang terduga-duga.

Dalam buku Cindy Adams tersebut umpamanya, Sukarno pernah suatu saat betul-betul tak punya uang ketika kedatangan kawan sekelasnya bernama Sutoto yang bertamu.

Padahal, ia pernah berjanji mentraktirnya. Keajaiban terjadi kala seorang wartawan melintasi kediaman Bung Besar. Sukarno menawarkan tulisan untuk koran sang jurnalis dengan upah dua rupiah.

"Dan dengan seluruh uang bayaranku itu aku membawa Sutoto dan Inggit minum kopi dan menikmati peuyeum," ucapnya.

Mendirikan biro teknik/arsitek dan menjalani kehidupan yang sulit di dunia pergerakan memang risiko karena Sukarno memilih jalan nonkooperasi atau tak bekerja sama dengan pemerintah kolonial. Ia bisa saja hidup enak dengan bekerja sebagai pegawai pemerintah.

Profesor Ir Wolf Schoemaker, gurunya di THS pernah memintanya bekerja di pemerintahan. Namun, Sukarno menolaknya. Akan tetapi, hormatnya terhadap sang guru membuat Bung Karno masih mau membuatkan satu rumah untuk bupati dalam proyek yang berlangsung sementara.

 

Kariernya sebagai insinyur teknik dan arsitek berlanjut sewaktu Sukarno kembali mendirikan biro arsitek kembali bersama Ir Rooseno. Namun tetap saja, dunia pergerakan paling membetotnya.

"Usaha itu adalah sebagai dasar penghidupan, dan di mana perlu beliau tinggalkan jika tenaganya untuk kepentingan pergerakan terhalang lantaran itu," tulis M Yunan Nasution dalam bukunya, Riwayat Ringkas Penghidupan dan Perjuangan Ir Sukarno.

Cindy Adams dalam bukunya, memaparkan pula masa sulit yang dialami Bung Karno kala berkongsi dengan Rooseno mendirikan biro arsitek.

"Kami mengalami masa yang sulit, karena para kontraktor lebih suka memakai arsitek Tionghoa atau Belanda yang tidak menimbulkan kesulitan. Sewa kantor kami 20 rupiah. Telepon 7,5 rupiah. Jadi setidak-tidaknya kami harus mendapatkan 27,5 rupiah setiap bulan," ucap Sukarno. Penghasilan mereka lebih sering tak mencukupi angka tersebut.

Namun, pembagian kerja mereka tetap berlangsung adil. "Rooseno adalah insinyur ahli kalkulasi. Pekerjaannya sangat detail. Dia yang yang membuat perhitungan dan melakukan kalkulasi dan mengerjakan matematika yang sukar itu," ujarnya.

Sedangkan Bung Karno menangani sisi artistik, rancangan bentuk-bentuk yang indah dari gedung-gedung yang bakal dibangun. Sukarnolah yang merancang sejumlah rumah kopel kecil yang berdiri di Bandung. "Rancanganku bagus-bagus, tidak begitu ekonomis, tetapi indah."

Sementara itu, M Yunan Nasution menjelaskan ‎sikap hidup Bung Karno dalam dunia teknik/arsitek dan pergerakan nasional.

"Sukarno tidak pernah memikirkan urusan penghidupannya melebihi dari urusan pergerakan. Sebagai seorang yang bertitel insinyur, bukanlah perkara yang sulit bagi beliau untuk mencari pekerjaan yang mendatangkan hasil beratus-ratus rupiah tiap bulan," tulis Yunan.

Beberapa tawaran pernah hinggap kepada Sukarno, seperti dari perusahaan partikulir milik orang Belanda untuk menjadikannya pimpinan teknik bergaji f 600 sebulan plus pembagian keuntungan. Tawaran lain yaitu menjadi lid gedelegeerde Volksraad dengan pendapatan f 100 sebulan. Semua tawaran ditolak sang Proklamator.*** (PR.com/Bambang Arifianto)

Editor: Bondan Kartiko Kurniawan

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler