Hal tersebut merupakan timbangan pertama dari sisi spiritual. Jangan sampai aspek-aspek yang seharusnya dikerjakan di dunia nyata, ibadah, maka tentu tidak akan sah ketika dilakukan dalam dunia virtual.
Dalam hal muamalah, interaksi yang dilarang adalah fahsya’ (keji) dan mungkar. Kata-kata jorok, lgbt, pornografi, pornoaksi, zina, dan sebagainya.
Melalui internet 2.0 peluang untuk berinteraksi dengan maksiat sangat tinggi. Mulai dari foto, video, hingga kebiasaan klik hal-hal aneh.
Kini saat 3.0 Metaverse diluncurkan, peluang maksiat akan terbuka lebar. Bukan hanya gambar yang dilihat, akan tetapi akan menghadirkan sensasi tersendiri. Mungkin berpeluang adanya nikah virtual, zina virtual, selingkuh virtual, dan lain-lain.
Baca Juga: Washington dan Moskow Akhirnya Bertemu demi Atasi Konflik Rusia-Ukraina
Dalam menyikapi hal ini, seorang muslim harus cerdas dengan mengupayakan peluang kecanggihan teknologi untuk hal-hal yang bermanfaat.
Hingga sisi Metavers yang condong pada jiwa fujur dapat terkikis dan beralih pada jiwa taqwa. Sebab, kecanggihan teknologi merupakan hal yang tidak dapat dihindari, karena ia hidup dalam kehidupan manusia.***