Hukum Potong Rambut dan Kuku bagi Orang yang Berkurban, Simak Penjelasannya di Sini!

26 Juni 2023, 10:11 WIB
Hukum memotong rambut dan kuku bagi orang yang berkurban /RDNE Stock project/Pexels

ZONABANTEN.com - Berikut ini merupakan penjelasan mengenai hukum potong rambut dan kuku bagi orang yang berkorban. Aturan mengenai potong rambut dan kuku bagi orang yang berkurban masih menjadi perdebatan hingga kini. Perdebatan mengenai hukum potong rambut dan kuku bagi orang yang berkurban ini juga selalu didiskusikan oleh para ulama terdahulu. Adanya perdebatan mengenai hukum potong rambut dan kuku bagi orang yang berkurban ini muncul setelah adanya perdebatan pada ulama dalam memahami hadist riwayat Ummu Salamah. Hadist tersebut telah banyak dituliskan dalam banyak kitab hadits. Hadits tersebut berisi tentang sabda Rasulullah SAW yang bekata:

إذا دخل العشر من ذي الحجة وأراد أحدكم أن يضحي فلا يمس من شعره ولا بشره شيئا حتى يضحي 

Artinya: "Apabila sepuluh hari pertama Dzulhijjah telah masuk dan seorang di antara kamu hendak berkurban, maka janganlag menyentuh rambut dan kulit sedikitpun, sampai (selesai) berkurban," (HR. Ibnu Majah, Ahmad, dan lain-lain).

Para ulama ada yang memahami bahwa maksud dari hadist tersebut adalah Rasulullah SAW melarang orang yang berkurban untuk memotong rambut dan kuku.

Sedangkan ada ulama yang juga memahami bahwa arti hadist tersebut adalah bukan memotong kuku dan rambut orang yang berkurban (al-mudhahhi), tetapi hewan yang dijadikan hewan kurban (al-mudhahha).

Pendapat Pertama

Ulama yang setuju dengan perndapat pertama mengatakan bahwa pada hadist tersebut Rasullah SAW melarang orang yang ingin berkurban untuk memotong rambut dan kuku.

Larangan untuk potong rambut dan kuku ini berlaku sejak awal sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah.

Orang yang berkurban baru diperbolehkan untuk memotong kuku dan rambut setelah selesai berkurban.

Baca Juga: Ustadz Adi Hidayat Jelaskan Hukum Memotong Rambut dan Kuku Jelang Idul Adha: Boleh Dilakukan, Asal…

Meskipun sama-sama memaknai bahwa orang yang berkurban tidak boleh memotong rambut dan kuku, para ulama tersebut memiliki pendapat yang berbeda mengenai maksud dan hukum larangannya.

Perbedaan tersebut terkait larangan yang ada termasuk haram, makruh, atau mubah.

Berdasarkan perbedaan tersebut, Al-Qari dalam Mirqatul Mafatih membuat kesimpulan berupa:

 الحاصل أن المسألة خلافية، فالمستحب لمن قصد أن يضحي عند مالك والشافعي أن لا يحلق شعره، ولا يقلم ظفره حتي يضحي، فإن فعل كان مكروها. وقال أبو حنيفة: هو مباح ولا يكره ولا يستحب، وقال أحمد: بتحريمه 

Artinya: "Intinya masalah khilafiyah: menurut Imam Malik dan Syafi'i disunahkan tidak memotong rambut dan kuku orang yang berkurban sampai selesai penyembelihan. BIla dia memotong kuku ataupun rambutnya sebelum penyembelihan dihukumi makruh".

Abu Hanifah sendiri berpendapat bahwa perkara itu hukumnya mubah, tidak makruh jika dipotong, dan tidak sunah jika tak dipotong.

Imam Ahmad sendiri mengharamkannya. Adapula ulama yang menganjurkan, memperbolehkan, bahkan mengharamkannya.

An-Nawawi sendiri mengatakan bahwa hikmah dari kesunahan ini bertujuan agar seluruh anggota tubuh dapat menyelamatkan seseorang dari api neraka.

Pendapat Kedua

Pendapat kedua mengenai perkara ini menyatakan bahwa larangan tersebut artinya bukan memangkas rambut dan kuku bagi orang yang berkurban, namun artinya memotong bulu dan kuku hewan kurban.

Pendapat kedua ini memiliki alasan bahwa bulu, kuku, dan kulit hewan kurban tersebut akan bersaksi di hari akhirat kelak.

Ini merupakan pendapat yang tidak populer dalam kitab fikih, terutama fikih klasik. Al-Qari sendiri awalnya menyebut pendapat ini termasuk gharib (aneh/unik,asing).

Baca Juga: Potong Rambut dan Kuku Jelang Hari Raya Idul Adha, Bagaimana Hukumnya? Berikut Penjelasan Ustadz Adi Hidayat

وأغرب ابن الملك حيث قال: أي: فلا يمس من شعر ما يضحي به وبشره أي ظفره وأراد به الظلف

Artinya: "Ada pendapat gharib dari Ibnu Malak. Menurutnya, hadist tersebut berarti tidak boleh mengambil (memotong) bulu dan kuku hewan yang dikurbankan."

Pendapat tersebut dikuatkan oleh Kyai Ali Mustafa Yaqub dalam kitab At-Turuqus Shahihah fi Fahmis Sunnatin Nabawiyah.

Ia mengatakan bahwa perlu ada komparasi hadist yang dilakukan, dan dalam memahami arti dari suatu hadist, harus dibandingkan juga dengan hadist lain agar pemahamannya lebih sempurna.

Kyai Ali menjelaskan bahwa dalam memahami hadist dari Ummu Salamah diatas harus membandingkannya dengan riwayat yang pernah disampaikan oleh 'Aisyah ra.

'Aisyah ra pernah mengatakan hal ini:

ما عمل آدمي من عمل يوم النحر أحب إلى الله من إهراق الدم، إنه ليأتي يوم القيامة بقرونها وأشعارها وأظلافها. وإن الدم ليقع من الله بمكان قبل أن يقع من الأرض فطيبوا بها نفسا 

Artinya: "Rasulullah SAW mengatakan, "Tidak ada amalan anak adam yang dicintai Allah pada hari idul Adha kecuali berkurban. Karena ia akan datang pada hari kiamat bersama tanduk, bulu, dan kukunya. Saking cepatnya, pahala kurban sampai kepada Allah sebelum darah hewan kurban jatuh ke tanah. Maka hiasilah diri kalian yang berkurban," (HR. Ibnu Majah).

Apa yang dikatakan oleh 'Aisyah ra tersebut sejalan dengan hadist yang diriwayatkan At-Tirmidzi: 

لصاحبها بكل شعرة حسنة

Artinya: "Bagi orang yang berkurban, setiap helai rambut (bulu hewan kurban) adalah kebaikan," (HR. At-Tirmidzi).

Dari kedua hadist yang ada, Kyai Ali menimpulkan bahwa laranya potong rambut dan kuku itu tidak ditujukan untuk orang yan berkurban, namun hewan kurban.

Artinya: "Illat larangan memotong rambut dan kuku ialah karena ia akan menjadi saksi di hari kiamat nanti. Hal ini tepat bila dikaitkan dengan larangan memotong bulu dan kuku hewan kurban, bukan rambut orang yang berkurban,".***

Editor: Dinda Indah Puspa Rini

Sumber: Fikih empat mahzab HR. At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad Kitab At-Turuqus Shahihah fi Fahmis Sunnatin Nabawiyah

Tags

Terkini

Terpopuler