Pertempuran Terjadi di Khartoum Sudan, Berikut Profil Singkat Jenderal Abdel Fattah al-Burhan

- 17 April 2023, 17:30 WIB
Potret pemimpin militer Sudan, Jenderal Abdel Fattah al-Burhan
Potret pemimpin militer Sudan, Jenderal Abdel Fattah al-Burhan /bing.com/

ZONABANTEN.com – Bentrokan pertempuran meletus antara tentara Sudan dan paramiliter Rapid Support Forces (RSF) di ibukota Sudan, Khartoum.

Pertempuran yang mulai terjadi pada hari Sabtu kemarin, memiliki resiko terhadap perkembangan negara tersebut ke pemerintahan sipil.

Setelah dua hari berlangsung, setidaknya terdapat 600 orang terluka akibat pertempuran tersebut.

Baca Juga: Wajib Dicoba, Berikut 10 Menu Makanan Diet untuk Berpuasa yang Bersumber dari Al-Qur'an

 

Sudan saat ini dikunci oleh negara-negara tetangga, akibat terjadinya pertempuran di kota Khartoum. Para ahli menilai, tentara Sudan memiliki kekuatan yang lebih unggul dalam pertempuran kali ini.

Jenderal Abdel Fattah al-Burhan adalah komandan militer yang memimpin tentara melawan RSF. Namun, siapakah pria yang telah bertahun-tahun menjadi pemimpin de facto Sudan?

Meskipun al-Burhan pada awalnya tidak terkenal sampai pada 2019, ia memiliki peran aktif dalam militer negara itu jauh sebelumnya. Dia ditempatkan di Darfur pada awal tahun 2000-an selama konflik di sana, di mana dia naik pangkat menjadi komandan regional pada tahun 2008.

Sementara itu, mantan Presiden Omar al-Bashir dan pejabat tinggi Sudan lainnya telah didakwa dengan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan oleh Pengadilan Kriminal Internasional atas apa yang terjadi di Darfur. Lain halnya denga al-Burhan yang belum didakwa terkait hal itu. Begitu juga Mohamed Hamdan "Hemedti" Dagalo, kepala RSF, mantan sekutunya dan saingannya saat ini.

Selama bertahun-tahun, al-Burhan menjauhkan diri dari kekejaman yang dilakukan di sana. Ketika itu, tentara, yang didukung oleh RSF, menghancurkan pemberontakan dalam konflik yang menewaskan sekitar 300 ribu orang dan menelantarkan 2,7 juta lainnya.

Pada 2019, al-Burhan telah melakukan perjalanan ke Yordania dan Mesir untuk pelatihan militer lebih lanjut. Saat itu al-Burhan telah menjadi kepala staf tentara Sudan, posisi yang dia dapatkan ketika promosi jabatan pada Februari 2018.

Baca Juga: KKB Menyerang TNI dalam Upaya Penyelamatan Pilot Susi Air

Ketika pemberontakan yang menggulingkan al-Bashir terjadi pada April 2019, yang mengakhiri hampir 30 tahun pemerintahannya, al-Burhan adalah inspektur jenderal tentara dan jenderal paling senior ketiga di Sudan.

Di tengah protes rakyat terhadap menteri pertahanan era Bashir yang memimpin Dewan Militer Transisi (TMC) pasca-penggulingan, al-Burhan diangkat menjadi kepala TMC.

Beberapa bulan kemudian, tekanan internasional menyebabkan pembentukan Sovereign Council (SC), kemitraan sipil-militer untuk mengarahkan negara menuju pemilihan tahun ini, menggantikan TMC.

Sebagai kepala SC, al-Burhan menjadi kepala negara de facto, bekerja bersama pasukan sipil pro-demokrasi di negara itu.

Namun, pada tahun 2021, al-Burhan dan komandan keduanya, Hemedti, memimpin kudeta untuk merebut kekuasaan dan menggagalkan jalan Sudan menuju demokrasi yang berumur pendek

Sebagai kepala negara de facto, al-Burhan telah menjalin hubungan lebih dekat dengan Uni Emirat Arab, Arab Saudi dan Mesir, negara-negara yang telah mendorong jenderal dan Hemedti, kepala RSF, untuk mendukung penghapusan al-Bashir.

Baca Juga: Mantan Legislator India Tewas Ditembak saat sedang Siaran Langsung

Negara-negara Teluk khususnya memberikan sejumlah besar bantuan ke Sudan, ketika pasukan Sudan dikerahkan dalam koalisi pimpinan Saudi untuk berperang melawan pemberontak Houthi, yang bersekutu dengan Iran di Yaman.

Al-Burhan juga memiliki hubungan dekat dengan Mesir, dengan kedua tentara melakukan latihan militer bersama. Di sisi lain, al-Burhan telah berlatih dengan banyak jenderal Mesir di perguruan tinggi militernya.

Hubungan antara tentara dan RSF telah memburuk untuk sementara waktu karena partai-partai telah berebut kekuasaan dan melakukan kekerasan. Hal tersebut tampaknya merupakan pemicu dari konflik yang terjadi saat ini.

Baca Juga: Pertempuran Terjadi di Khartoum Sudan, 97 Orang Tewas dalam Waktu Dua Hari

Di bawah kerangka kerja yang dicapai Desember lalu antara tentara Sudan, RSF dan pasukan sipil pro-demokrasi Sudan, tentara Sudan telah sepakat untuk kembali ke barak dan RSF untuk diserap ke dalam jajarannya, kedua kekuatan disatukan di bawah kepemimpinan tentara Sudan.

Ketika waktu semakin dekat untuk penandatanganan perjanjian berikutnya, untuk dimulainya pengimplementasian dari perjanjian ini, aliansi tampaknya bergeser dan wacana publik menjadi lebih tegang.

Dengan pecahnya kekerasan baru-baru ini di Sudan, membuat pemulihan pemerintah sipil di Sudan, semakin jauh dari apa yang diharapkan.***

Editor: Rahman Wahid

Sumber: Al Jazeera


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah