Network
ZONABANTEN.com - Israel dan kelompok Jihad Islam Palestina telah mengumumkan gencatan senjata pada Minggu, 7 Agustus 2022.
Dikutip ZONABANTEN.com dari Arab News, serangan tiga hari Israel ke Jalur Gaza, Palestina yang dimulai pada Jumat, 5 Agustus 2022 lalu menewaskan sebanyak 44 warga sipil termasuk 15 anak-anak, dan melukai 350 lainnya.
Kemudian pengumuman gencatan senjata yang ditengahi oleh Mesir pada Minggu membawa sukacita dan kebahagiaan kembali bagi warga Gaza.
Seperti yang disampaikan oleh penjaga toko Gaza, Hazem Douima dalam wawancaranya bersama Arab News.
“Kami menerima berita gencatan senjata dengan sukacita dan kebahagiaan, dan kami kembali bekerja,” ujar Hazem.
"Kami tidak ingin lebih banyak pertumpahan darah," lanjutnya.
Di samping itu, warga Gaza lainnya, Sobhi El-Wawy mengungkapkan rasa syukurnya kepada Tuhan bahwa dirinya masih diberi kesempatan hidup.
“Kami bersyukur kepada Tuhan bahwa kami masih hidup. Itu adalah hari-hari yang sulit. Ada pengeboman di mana-mana, menakutkan bagi orang dewasa dan anak-anak,” kata Sobhi.
“Ini bukan pertama kalinya ini terjadi, dan saya tidak berpikir ini akan menjadi yang terakhir,” sambungnya.
Baca Juga: Merasa Terkena Sihir? Coba Cek Ciri-ciri Berikut, Penjelasan dari Ustadz Khalid Basalamah
Sobhi juga mengatakan bahwa dirinya dan penduduk Gaza lainnya menginginkan kehidupan yang damai seperti penduduk dunia lainnya.
"Kami ingin hidup seperti penduduk dunia lainnya. Kami tidak ingin perang dan kami tidak ingin eskalasi, kami ingin perdamaian," tutupnya.
Sementara itu, pada Senin, 8 Agustus 2022 kemarin, Dewan Keamanan PBB menggelar pertemuan untuk membahas agresi brutal Israel di Jalur Gaza.
Koordinator khusus PBB untuk proses perdamaian Timur Tengah, Tor Wennesland, mengatakan Israel telah meluncurkan sebanyak 147 serangan ke Gaza, sementara kelompok Jihad Islam Palestina menembakkan 1.100 roket dan mortir ke Israel. Angka-angka itu bersifat sementara dan "verifikasi sedang berlangsung."
Baca Juga: Mengerikan! Inilah 10 Foto Penampakan Banjir Bandang di Seoul, Korea Selatan
Selain itu, dirinya juga menegaskan bahwa di bawah hukum internasional, semua penggunaan kekuatan harus proporsional dan mengambil semua langkah yang layak untuk menghindari korban sipil.
“Anak-anak, khususnya, tidak boleh menjadi sasaran kekerasan atau berada dalam bahaya,” tegas Wennesland.***
