Sri Lanka Bangkrut, Korupsi Jadi Alasan Utama?

- 28 Juni 2022, 16:03 WIB
Sri Lanka terus mengalami keterpurukan ekonomi, sehingga hampir kehabisan bensin dan solar serta harus menutup kilang minyak.
Sri Lanka terus mengalami keterpurukan ekonomi, sehingga hampir kehabisan bensin dan solar serta harus menutup kilang minyak. /Reuters/Dinuka Liyanawatte

ZONABANTEN.com - Sri Lanka bangkrut dan runtuh setelah kehabisan uang untuk membayar makanan dan bahan bakar.

Sri Lanka juga gagal membayar utangnya dari negara tetangga seperti India dan China. Selain itu, tagihan utang Sri Lanka juga datang dari Dana Moneter Internasional.

Orang-orang Sri Lanka rela tidak makan karena mereka mengalami kekurangan, mengantre berjam-jam untuk mencoba membeli bahan bakar yang langka.

Perdana Menteri Sri Lanka, Ranil Wickremesinghe, mengemban tugas berat dalam membalikkan ekonomi negara tersebut.

Baca Juga: LUAR BIASA! Disebut Titisan Neymar Jr, Wonderkid Asal Banjarmasin Dikontrak 5 Tahun oleh Sao Paulo Brasil

Seberapa Serius Krisis Sri Lanka?

Sri Lanka memilik utang hingga $51 miliar dan tidak dapat melakukan pembayaran bunga atas pinjamannya, apalagi mengurangi jumlah yang dipinjam.

Sektor Pariwisata yang tersendat karena pandemi dan kekhawatiran tentang keselamatan setelah serentetan serangan terror membuat ekonomi Sri Lanka terseok-seok.

Rupee yang jadi mata uang Sri Lanka telah jatuh hingga 80%.

Hal tersebut membuat impor jadi lebih mahal dan memperburuk inflasi yang sudah tidak terkendali.

Bahkan biaya makanan dilaporkan naik 57% menurut data resmi.

Hasilnya negara tersebut mengalami kebangkrutan, dengan hampir tidak ada uang untuk mengimpor bensin, susu, gas untuk memasak, dan bahkan kertas toilet.

Korupsi politik juga merupakan masalah yang udah jadi rahasia umum.

Tidak hanya memainkan peran dalam negara dengan menghambur-hamburkan kekayaannya, tetapi juga mempersulit penyelamatan keuangan apa pun bagi Sri Lanka.

Anit Mukherjee, seorang rekan kebijakan dan ekonom di Pusat Pembangunan Global di Washington, mengatakan bahwa jika ada bantuan dalam bentuk apa pun dari IMF atau Bank Dunia harus disertai dengan persyaratan yang ketat untuk memastikan bantuan itu tidak salah kelola.

Mukherjee mencatat bahwa Sri Lanka berada di salah satu jalur pelayaran tersibuk di dunia, sehingga membiarkan negara dengan signifikansi strategis seperti itu runtuh bukanlah suatu pilihan.

Baca Juga: Tangki Gas Klorin Bocor di Pelabuhan Aqaba Yordania, 12 Orang Tewas dan Ratusan Lainnya Terluka

Mengapa Ekonomi Sri Lanka Bisa Dalam Kesulitan Seperti Itu?

Para ekonom mengatakan krisis Sri Lanka tersebut berasal dari faktor domestik seperti salah urus selama bertahun-tahun dan korupsi.

Sebagian besar kemarahan publik terfokus pada Presiden Gotabaya Rajapaksa dan saudaranya, mantan Perdana Menteri Mahinda Rajapaksa.

Mahinda Rajapaksa mengundurkan diri setelah berminggu-minggu protes anti-pemerintah yang akhirnya berubah menjadi kekerasan.

Kondisinya telah memburuk selama beberapa tahun terakhir.

Pada 2019, bom bunuh diri Paskah di gereja dan hotel menewaskan lebih dari 260 orang.

Hal itu jelas menghancurkan pariwisata yang jadi sumber utama devisa.

Pemerintah perlu meningkatkan pendapatannya karena utang luar negeri untuk proyek infrastruktur besar melonjak, tetapi Rajapaksa malah mendorong pemotongan pajak terbesar dalam sejarah Sri Lanka.

Kreditur menurunkan peringkat Sri Lanka, menghalanginya untuk meminjam lebih banyak uang karena cadangan devisanya merosot. Kemudian pariwisata kembali datar selama pandemi.

ppdbBaca Juga: PPDB SMP Negeri Kota Tangerang: Cek Hasil Seleksi DISINI

Pada April 2021, Rajapaksa tiba-tiba melarang impor pupuk kimia.

Dorongan untuk pertanian organik mengejutkan petani dan menghancurkan tanaman padi pokok, mendorong harga lebih tinggi.

Untuk menghemat devisa, impor barang lain yang dianggap mewah juga dilarang. Sementara itu, perang Ukraina telah mendorong harga makanan dan minyak lebih tinggi. Inflasi mendekati 40% di bulan Mei.

HIngga akhirnya Kementerian Keuangan mengatakan Sri Lanka hanya memiliki $25 juta dalam cadangan devisa yang dapat digunakan.

Hal itu membuat negara itu tidak memiliki kemampuan untuk membayar impor, apalagi membayar miliaran utang.

Sementara itu, nilai rupee Sri Lanka melemah menjadi sekitar 360 hingga $1.

Itu membuat biaya impor menjadi lebih mahal. Sri Lanka telah menangguhkan pembayaran sekitar $7 miliar pinjaman luar negeri yang jatuh tempo tahun ini dari $25 miliar yang akan dilunasi pada tahun 2026.

Informasi menarik lainnya KLIK DISINI***

Editor: Rahman Wahid

Sumber: Yahoo News


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah