Hari Valentine di Suriah, Merayakan Cinta di Tengah Konflik Militer Berkepanjangan

- 14 Februari 2022, 21:46 WIB
Hari Valentine di Suriah, Merayakan Cinta di Tengah Konflik Militer Berkepanjangan. /REUTERS/Yamam Al Shaar/
Hari Valentine di Suriah, Merayakan Cinta di Tengah Konflik Militer Berkepanjangan. /REUTERS/Yamam Al Shaar/ /
 
ZONABANTEN.com - Hari Valentine dirayakan di seluruh dunia setiap tanggal 14 Februari sebagai hari kasih sayang.
 
Hari Valentine diyakini terkait dengan pejuang Kristen bernama Valentine dari zaman Romawi Kuno. Namun, kini telah dirayakan secara universal.
 
Di Suriah yang dikenal sebagai salah satu negara Timur Tengah dengan penduduk mayoritas Muslim juga ditemukan perayaan Hari Valentine.
 
Namun, mereka memang tidak merayakan Hari Valentine untuk memperingatinya, melainkan untuk merayakan cinta di tengah konflik militer berkepanjangan.
 
 
"Kami tidak merayakan Hari Valentine atau Tahun Baru untuk memperingatinya," kata Haitham al-Khalif, dilansir Middle East Eye pada 14 Februari 2021.
 
Haitham adalah seorang penduduk Suriah di Idlib di barat laut Suriah, 59 kilometer barat daya Aleppo, ibukota kegubernuran tersebut.
 
"Tapi hanya untuk merasa bahwa kami memiliki hari yang tidak biasa, untuk menikmati beberapa perubahan dari rutinitas harian kami," ucapnya lagi.
 
Konflik militer telah terjadi hampir satu dekade di Suriah. Kini, Hari Valentine menjadi kesempatan untuk pelarian dari trauma sehari-hari.
 
 
Di Alun-Alun Kota Idlib yang dikuasai pemberontak, di mana banyak warga Suriah berbelanja, toko-toko telah menjadi lebih meriah.
 
Bunga, boneka beruang, perhiasan, dan benda berbentuk hati dari berbagai ukuran berkumpul di rak, jelang beberapa warga merayakan Hari Valentine.
 
Meskipun tidak dirayakan secara luas di Suriah, para pemilik toko mengatakan anak-anak muda Suriah telah mengadopsinya dalam beberapa tahun terakhir.
 
Mereka merayakannya sebagai jeda dari kesulitan perang. Bahkan, meski hanya sedikit juga yang mampu membeli hadiah karena pengangguran dan kemiskinan.
 
 
Ahmed Aswad (56 tahun) yang menjual bunga di dekat alun-alun mengatakan pekerjaan tersebut telah memberikannya banyak kegembiraan.
 
"Bekerja dengan bunga adalah hal yang indah. Saya menyukainya sejak lama. Bunga memberikan kenyamanan psikologis. Baunya sangat harum," katanya.
 
Begitu pula Tariq Qusra (16 tahun) yang bekerja di toko suvenir, mengatakan Hari Valentine adalah salah satu waktu terbaik dalam setahun untuk bisnis.
 
"Kami mempersiapkan diri dengan baik sebelum setiap kesempatan, seperti Hari Ibu, Tahun Baru, Hari Valentine dan lain-lain," ucapnya.
 
 
"Pelanggan datang lebih banyak pada saat itu karena anak muda ingin merayakan acara ini dan membeli mawar dan hadiah," katanya lagi.
 
Haitham mengatakan Hari Valentine adalah gangguan yang disambut baik di Idlib, saat dia melihat bunga untuk diberikan kepada orang yang dicintai.
 
Dia menyebut Hari Valentina sebagai perayaan "Barat" yang tidak tertanam secara budaya di Suriah, namun kini menjadi hiburan bagi mereka.
 
"Kami menunggu acara, apa pun itu untuk sedikit menghibur diri dan istirahat dari memikirkan perang dan kekhawatiran akan masa depan," katanya.
 
 
"Kami telah banyak menderita selama bertahun-tahun, dan kami mencari kesempatan untuk menghibur diri kami sendiri," ujarnya menambahkan.
 
Pada awal 2020, serangan oleh pasukan yang mendukung Presiden Suriah Bashar al-Assad di Idlib menewaskan dan membuat banyak orang mengungsi.
 
Idlib telah menjadi wilayah terakhir yang dikuasai oleh pemberontak di negara Timur Tengah yang lama hidup dalam perang saudara itu.
 
"Tahun lalu sekitar Hari Valentine, pemboman hebat, dan banyak warga sipil mengungsi karena kampanye militer rezim Suriah," kata Anas Abu Mohammad.
 
 
"Kami tidak bisa menjual banyak dalam keadaan seperti itu," ujar pria 30 tahun yang memiliki toko suvenir di Idlib tersebut bercerita.
 
Namun, kini dia punya harapan lebih besar. Terutama sejak gencatan senjata yang ditengahi oleh Rusia dan Turki mulai berlaku pada Maret 2020.
 
Perlahan, kehidupan di Suriah kembali seperti normal. Itu memungkinkan orang untuk memikirkan hal-hal di luar pertimbangan hidup atau mati.
 
Hussein Abu Ras (52 tahun), seorang penjual bunga ikut mengenang perjalanan hidupnya. Dia mengungsi dari Aleppo beberapa tahun yang lalu karena konflik.
 
 
Kini, dia menjual bunga tak jauh dari bangun Universitas Idlib yang rusak akibat serangan udara. Dia mengaku tetap mencintai bunga di tempat baru ini.
 
"Saya dulu menanam bunga di kebun saya di rumah yang harus saya tinggalkan di Aleppo," kata Hussein menceritakan kehidupannya dulu.
 
Seperti penduduk Suriah lainnya, dia mengungkapkan pertentangan soal perayaan Hari Valentine dalam ajaran Islam.
 
Namun, ini telah mendorong kesempatan ketika orang dapat mengekspresikan kasih sayang mereka, dan membeli bunga yang dijualnya.
 
 
Hussein mengakui anak-anak muda di Suriah lebih cenderung ingin membeli bunga untuk menunjukkan cinta mereka.
 
"Saya tidak mendorong Hari Valentine dari sudut pandang agama. Tapi bunga dan cinta cukup bagus, tanpa menyisihkan hari tertentu untuk itu," ucapnya.
 
Begitulah penduduk Suriah merayakan cinta melalui Hari Valentine di tengah konflik militer yang bekepanjangan.***

Editor: IDHY ADHYANINDA SUGENG MULYANDINI

Sumber: Middle East Eye


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah