Tren Teknologi Digital: Teman Atau Musuh yang Melawan Perubahan Iklim? Berikut Jawabannya

- 12 Oktober 2021, 12:11 WIB
Ilustrasi Lalu Lintas Smart City/Unsplash/Denys Nevozhai
Ilustrasi Lalu Lintas Smart City/Unsplash/Denys Nevozhai /



ZONABANTEN.com - Dari energi yang digunakan untuk membuat smartphone, hingga fakta bahwa email pun menghasilkan emisi karbon, kecanduan internet di dunia yang menimbulkan dampak terhadap iklim.

Tapi bisakah teknologi digital menjadi bagian dari solusi perubahan iklim, sekaligus masalahnya?

Menjelang pembicaraan iklim COP26 bulan depan, AFP melihat lima cara dimana teknologi dapat membantu membatasi dampaknya.

Baca Juga: Aksi Iklim Global COP26 Dapat Selamatkan Jutaan Nyawa Per Tahun, Liputi Aksi Transformasional Berbagai Sektor

1.Kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI).

Di antara banyak item dalam agenda COP26, negara-negara sedang mempersiapkan peta jalan untuk menggunakan kecerdasan buatan (AI) untuk memerangi perubahan iklim.

AI bergantung pada perhitungan kompleks oleh komputer bertenaga tinggi yang dapat menghabiskan banyak energi.

Pelatihan sistem algoritma AI tunggal dapat menggunakan hampir lima kali lipat emisi yang dihasilkan oleh mobil selama masa pakainya, menurut peneliti University of Massachusetts.

Tetapi AI membantu membuat berbagai proses industri menjadi lebih hemat energi, hanya dengan membuat perhitungan yang tidak bisa dilakukan manusia.

Penggunaan AI yang lebih besar di empat sektor utama ekonomi, termasuk pertanian dan transportasi, dapat mengurangi emisi global hingga empat persen.

2. Aplikasi dan mesin telusur.

Orang-orang yang skeptis mungkin berpendapat bahwa satu orang hanya dapat memiliki dampak yang terbatas.

Tetapi mereka yang sadar lingkungan memiliki berbagai aplikasi untuk memantau jejak karbon pribadi mereka.

Berbagai aplikasi untuk memperkirakan emisi yang dihasilkan dari mobil atau pesawat.

Google minggu lalu mengumumkan perubahan pada alat pencariannya untuk menunjukkan kepada pengemudi rute yang paling hemat bahan bakar.

Baca Juga: Jelang Olimpiade Musim Dingin Beijing, Setidaknya 9 Provinsi di China Luncurkan Suntikan Booster COVID-19

Serta menampilkan informasi emisi untuk penerbangan.

Sementara itu, mesin pencari Ecosia, menggunakan keuntungan dari iklannya untuk membayar reboisasi, dengan lebih dari 135 juta pohon ditanam sejauh ini.

3. Kerja jarak jauh.

Apakah peralihan ke pekerjaan jarak jauh selama pandemi baik untuk lingkungan? Masih belum jelas, kata para peneliti.

Tahun lalu terjadi penurunan besar dalam perjalanan pulang-pergi ke tempat kerja.

Yang diapresiasi sebagai kontributor terhadap penurunan emisi global, karena sebagian besar dunia memberlakukan lock-down.

Bekerja secara online berarti karyawan menggunakan energi di rumah.

Badan Energi Internasional menemukan bahwa jika semua pekerja kerah putih kerja dari rumah satu hari dalam seminggu, yang dapat mengurangi emisi global hingga 24 juta ton.

Kira-kira setara dengan emisi London dalam setahun.

Pekerja yang mengurangi perjalanan mobil dapat mengurangi jejak karbon

4. Komputasi awan atau cloud computing.

Selama bertahun-tahun dikhawatirkan bahwa pusat data raksasa yang haus energi yang menjadi sandaran internet dapat menjadi kontributor utama perubahan iklim.

Tetapi sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Science tahun lalu menunjukkan ketakutan ini belum terwujud, karena lompatan efisiensi yang tak terduga.

Pada 2018, pusat data hanya mengonsumsi sekitar satu persen dari listrik dunia, meskipun permintaan penyimpanan data meroket.

Misalnya Google, menggunakan AI untuk mengurangi biaya pendinginan pusat datanya hingga empat puluh persen.

Baca Juga: Adik Korban Penembakan Polisi Kanada Lega Kematian Kakaknya Disebut Pembunuhan, Ini yang Dikatakan Pengacara

5. Kota pintar atau smart city.

PBB memperkirakan bahwa kota menyumbang tujuh puluh persen dari emisi gas rumah kaca.

Dengan perkiraan populasi yang semakin bertambah di perkotaan, merancang kota hemat energi adalah prioritas utama.

Internet of Things (IoT), menghubungkan objek dengan sensor yang dapat berkomunikasi dan membuat keputusan cerdas.

Yang sudah digunakan dalam desain perkotaan.

Misalnya sebuah proyek percontohan di Amsterdam, menggunakan IoT untuk memandu pengemudi ke tempat parkir yang kosong.

Untuk mengurangi waktu yang dihabiskan mengemudi di sekitar kota untuk mencarinya.***

Editor: Rizki Ramadhan

Sumber: Japan Today


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x