Tak Bisa Kembali ke Myanmar, Sutradara Jepang Tayangkan Kembali 'Passage of Life'

- 1 Juni 2021, 08:22 WIB
Tangkap layar film Passage of Life
Tangkap layar film Passage of Life /passage-of-life.com

ZONABANTEN.com —‌‌‌‌ Sebuah Film berjudul Passage of Life yang menjadi pemenang penghargaan tahun 2017 kembali menarik perhatian warga Jepang sekali lagi setelah terjadinya kudeta militer tahun ini. 

Film ini yang menceritakan kisah nyata sebuah keluarga dari Myanmar yang mencari perlindungan di Jepang mulai diputar ulang di Jepang baru-baru ini.

Fujimoto Akio, selaku direktur dari film tersebut, bahkan mengadakan pemutaran khusus di Tokyo bulan lalu.

Fujimoto merencanakan pemutaran berikutnya di kota-kota Jepang lainnya. 

Dengan pemutaran khusus ini, Fujimoto berharap filmnya dapat meningkatkan kesadaran dan dukungan bagi orang-orang di Myanmar.

Dukungan ini semakin menjadi penting, terutama, mengingat jumlah korban tewas dari pihak sipil terus meningkat setiap kali pasukan keamanan menindak pengunjuk rasa.

Baca Juga: 1 Juni Diperingati Hari Lahir Pancasial, Berikut Makna dari Garuda Pancasila

Film yang dirilis pada tahun 2017 ini menggambarkan kisah nyata sebuah keluarga yang melarikan diri ke Jepang setelah protes anti-pemerintah pada tahun 2007. 

Film tersebut memenangkan Penghargaan sebagai Best Asian Future Film Award and the Spirit of Asia Award  di Festival Film Internasional Tokyo.

Direktur Fujimoto menikah dengan wanita asal Myanmar. 

Dia tinggal di sana selama setahun dan memiliki hubungan khusus. 

“Ini adalah tempat yang ingin saya jadikan tempat kembali suatu hari nanti,” ujar Fujimoto. 

Namun, mengingat situasi yang terjadi saat ini, ia tidak akan bisa melaksanakan impiannya dalam waktu dekat.

Fujimoto dan istrinya Yadana mengkhawatirkan keluarganya di Myanmar. 

Mereka telah dapat memastikan keselamatan orang tua dan saudara perempuannya, dan kadang-kadang berhasil berbicara di telepon. 

Tetapi ketika situasi keamanan memburuk, kekhawatiran mereka terus meningkat.

“Orang tua saya mengatakan mereka tidak bisa tidur nyenyak karena takut akan serangan pembakaran di malam hari.” ujar Yadana.

“Mereka juga berbicara tentang korban di kota mereka, ada orang-orang ditembak dari luar rumah mereka,”ujar Yadana.

Baca Juga: Megawati Persilahkan Kadernya Mundur dari Partai Jika Tidak Patuh Aturan

Pasangan itu berencana mengunjungi Myanmar pada Mei agar putra mereka yang berusia dua tahun dapat bertemu dengan kakek neneknya. 

Mereka harus membatalkan perjalanan tersebut, sementara itu Yadana tidak tahu kapan dia bisa bertemu keluarganya lagi. 

Yadana kecewa melihat negaranya mengalami kekacauan.

“Myanmar telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir dengan perbaikan infrastruktur dan pertumbuhan perdagangan.” ujar Yadana. 

“Kami merasa negara ini bergerak maju, tapi sekarang terbalik, ”ujar Yadana mengeluhkan situasi negaranya kini.

Dia mengatakan orang-orang di Myanmar merasa dikecewakan oleh Jepang, yang selama bertahun-tahun menjadi investor dan kontributor utama. 

“Orang-orang di Myanmar berharap Jepang akan melakukan sesuatu untuk membantu mereka melawan junta militer. Tapi ekspektasi itu berubah menjadi kekecewaan." ujar Yadana/

Fujimoto mengatakan meskipun orang Jepang mengetahui apa yang sedang terjadi di Myanmar, mereka bisa lebih bersimpati dan memahami masalahnya lebih dalam. 

Baca Juga: WHO Desak AS Beberkan Hasil Intelijen Terkait Penyelidikan Asal-usul Virus Corona di Wuhan

Itu sebabnya dia mengadakan pemutaran khusus dari filmnya lagi, pada pemutaran khusus sebelumnya, sekitar 100 orang menghadiri acara tersebut. 

Fujimoto menyumbangkan semua pendapatannya ke sebuah LSM yang membantu orang-orang di Myanmar. 

“Saya senang melihat banyak orang berkumpul dengan minat di Myanmar, ketika Jepang sendiri mengalami kesulitan karena pandemi virus corona,” ujar Fujimoto.***

Editor: Bondan Kartiko Kurniawan

Sumber: NHK


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah