Walau Jauh Dari Negaranya, Komunitas Myanmar di Jepang Turut Bantu Saudaranya Lewat ‘Perang Siber’

- 19 Mei 2021, 07:52 WIB
Aktivis Myanmar Klaim Lebih dari 800 Orang Tewas oleh Pasukan Keamanan Sejak Kudeta Militer
Aktivis Myanmar Klaim Lebih dari 800 Orang Tewas oleh Pasukan Keamanan Sejak Kudeta Militer /Unsplash/Gayatri Malhotra

ZONABANTEN.com - Komunitas Myanmar di Jepang mendukung gerakan protes negara Myanmar dari jauh. Lebih dari 33.000 orang berasal dari Myanmar menyebut Jepang sebagai rumah.

Banyak dari mereka melarikan diri selama penumpasan militer tahun 1988.

Kudeta terbaru telah membuka luka lama. Tapi itu juga membawa generasi yang lebih tua lebih dekat dengan orang-orang muda yang sekarang juga harus menentang militer mereka.

Than Swe, 60 tahun, menyaksikan pemberontakan demokrasi dan penumpasan militer pada 1988 ketika dia menjadi dosen geologi di sebuah universitas di Yangon.

Dia mendukung para aktivis muda tetapi, karena khawatir dia akan ditahan, dia melarikan diri ke Jepang pada tahun berikutnya.

Baca Juga: Aktivis Myanmar Klaim Lebih dari 800 Orang Tewas oleh Pasukan Keamanan Sejak Kudeta Militer

Generasi Than Swe dulu menyanyikan lagu menyerukan demokrasi setiap kali mereka turun ke jalan.

Lagu itu telah menjadi sebuah lagu klasik bagi masyarakat Myanmar dengan pesan abadi, lagu sama yang telah diadopsi oleh para pengunjuk rasa hari ini.

"Mereka lahir setelah 1988 dan tidak mengalami gerakan pro-demokrasi saat itu,"  ujar Than Swe seperti dikutip Zona Banten dari artikel NHK.

"Tapi kami akan menang. Dengan kekuatan mereka, kami akan mendapatkan kembali demokrasi kami pada akhirnya."

Selama beberapa dekade, Than Swe berharap tidak ada orang lain yang harus menanggung apa yang dia alami.

Dia ingin warga muda Myanmar bertindak, tetapi juga berpikir dengan hati-hati.

Nasihatnya kepada mereka adalah, mengubah politik hanya dengan hasrat adalah sesuatu yang sulit, kesabaran dan taktik harus menjadi bagian dari gerakan itu tambah Than Swe.

"Saya tahu ini akan menjadi jalan yang panjang, tetapi saya ingin percaya pada kekuatan generasi muda saat ini.” ujar Than Swe.

“Kami tidak bisa berhenti sampai rakyat Myanmar mendapatkan kembali demokrasi mereka," ujar Than Swe menambahkan.

Baca Juga: Minta Pertolongan Dunia untuk Negaranya, Kontestan Asal Myanmar Menarik Perhatian di Ajang Miss Universe

Win Kyaw adalah warga Myanmar lainnya yang melarikan diri ke Jepang pada tahun 1989.

Setelah kudeta pada Februari lalu, pria berusia 56 tahun itu merasa harus bertindak.

Dia bergabung dengan pengunjuk rasa muda Myanmar untuk menggunakan media sosial untuk melawan.

Namun, pihak militer semakin menguasai internet di Myanmar.

Antara Februari dan April, mereka menutup layanan setiap malam, dan bahkan membatasi jaringan seluler.

Tapi tidak di Jepang. Win Kyaw melihatnya sebagai kesempatan untuk menggunakan waktu yang ia habiskan di depan layarnya dengan lebih baik.

Win Kyaw mengatakan pada zamannya, mereka berhadapan dengan kekerasan, kami bertempur dengan senjata. Tapi sekarang, keadaan lebih seperti perang dunia maya.

Pada akhir Februari, pemakaman diadakan di kota Naypyidaw untuk seorang pemrotes, Mya Thwe Thwe Khine, yang ditembak di kepala dan meninggal pada tanggal 9 Februari.

Baca Juga: TERUNGKAP ! Foto dan Video Amatir Hubungkan Kematian Kyal Sin dan Senjata Militer di Polisi Myanmar

Seharusnya Mya merayakan ulang tahun ke-20 keesokan harinya.

Laporan awal menyatakan dia terkena peluru karet. Tapi saksi mata mengatakan itu adalah senapan api yang berisi.

Win Kyaw memutuskan untuk memanfaatkan kebebasannya dan menyelidiki secara online.

Ia mengumpulkan informasi dengan berbagi foto dan video dengan kaum muda dari Myanmar yang tinggal di seluruh dunia.

Dia menemukan beberapa penggemar forensik digital di antara mereka yang ingin membantu.

Win Kyaw mencocokkan foto sebuah helm yang diterimanya melalui media sosial dengan video momen pengambilan gambar.

Helm tersebut persis seperti yang dikenakan oleh Mya, dan helm itu memiliki lubang peluru.

Dia dan detektif online-nya juga memperoleh foto yang menunjukkan seorang petugas polisi mengacungkan senjata.

Mereka mencoba untuk menentukan apakah petugas ini adalah orang yang melepaskan tembakan mematikan tersebut.

Baca Juga: Pasukan Keamanan Tembaki Kerumunan, 8 Orang Pengunjuk Rasa Anti Kudeta Myanmar Tewas

Lebih dari 750 orang tewas selama protes yang sedang berlangsung, dan situasinya tidak menunjukkan tanda-tanda membaik.

Win Kyaw berharap nantinya karyanya bisa menjadi bukti di pengadilan internasional.

"Militer lupa bahwa ini tahun 2021," ujar Win Kyaw pada artikel NHK yang sama.

"Mereka hidup dalam batas-batas organisasi mereka dan tidak sadar akan apa yang terjadi di belahan dunia lain." ujar Win Kyaw menambahkan.***

Editor: Rizki Ramadhan

Sumber: NHK


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x