Menteri Jepang Sebut Diskriminasi Perempuan jadi Penyebab Rendahnya Angka Kelahiran

27 Juli 2022, 19:30 WIB
Ilustrasi diskriminasi perempuan di Jepang yang jadi penyebab rendahnya angka kelahiran /pexels-satoshi-hirayama

ZONABANTEN.com - Menteri Jepang untuk urusan kesetaraan gender dan masalah anak-anak, Seiko Noda, menyebutkan diskriminasi perempuan di negara itu jadi penyebab rendahnya angka kelahiran.

Seperti yang telah diketahui, Jepang merupakan salah satu negara di Asia yang memiliki tingkat kelahiran yang rendah.

Seiko Noda bahkan mencatat bahwa tingkat kelahiran di Jepang telah menurun drastis sejak Perang Dunia 2, yaitu dari 2,7 juta menjadi 810.000.

Baca Juga: Informasi Daftar Harga HP Samsung Terbaru 27 Juli 2022, Ada Galaxy A572, A53, S22+, Hingga Galaxy Flip3 5G

Dengan masalah demikian yang terus berlanjut, maka Jepang diprediksi akan segera menghadapi masalah eksistensial.

Seiko Noda mengatakan bahwa negara itu akan segera menghadapi ketidakcukupan pasukan pertahanan, polisi, maupun pemadam kebakaran, jika terus berlanjut.

Bagi Menteri Jepang berusia 61 tahun itu, diskriminasi terhadap kaum perempuan menjadi penyebab dari permasalahan ini.

Keberadaan laki-laki yang eksklusif, dianggap sebagai penyebab rendahnya minat generasi muda terutama perempuan, untuk menikah dan memiliki anak.

Orang-orang mengatakan bahwa anak-anak adalah harta nasional. ... Mereka mengatakan bahwa perempuan penting untuk kesetaraan gender. Tapi itu hanya perkataan saja,” kata Seiko Noda kepada AP di kantor Kabinet di kompleks pemerintah pusat kota Tokyo.

Jepang merupakan salah satu negara yang terburuk untuk urusan kesenjangan antara laki-laki dan perempuan.

Baca Juga: Tes Kepribadian: Hal Pertama yang Kamu Lihat Akan Mengungkap Kelemahan Terbesarmu

Dalam survei yang dilakukan oleh Forum Ekonomi dunia tahun 2022, negara sakura itu bahkan ada di peringkat 116 dari 146 negara.

Salah satu yang menjadi penyebab buruk dari kesenjangan ini adalah kebijakan hukum dan sistem sosial Jepang, yang dinilai konservatif dan ketinggalan jaman.

Misalnya saja kewajiban bagi pasangan yang telah menikah, untuk hanya memilih satu nama keluarga saja.

Sebagian besar aturan ini diberatkan kepada perempuan, yang menjadikan mereka harus mengubah nama keluarga mereka.

Di Jepang, perempuan diremehkan dalam banyak hal. Saya hanya ingin perempuan sejajar dengan laki-laki. Tapi kita belum sampai di sana, dan kemajuan lebih lanjut dari perempuan masih harus menunggu,” kata Seiko Noda.

Dalam kamar parlemen Majelis Rendah saja, tercatat 90% dari penghuninya adalah laki-laki. Kurangnya perwakilan perempuan membuat demokrasi ini disebut “demokrasi tanpa perempuan”.

Sebelumnya, Seiko Noda telah mengajukan kebijakan sistem kuota, untuk meningkatkan jumlah perempuan untuk urusan politik.

Baca Juga: One Piece 1055: Momonosuke Hancurkan Green Bull, Keberadaan Shanks Jadi Ancaman

Tetapi proposalnya tersebut justru ditolak, karena parlemen laki-laki mengatakan bahwa perempuan harus dinilai berdasarkan kemampuan mereka.

Itu membuat saya berpikir bahwa, ada laki-laki yang tidak memiliki kemampuan. Laki-laki bisa hanya menjadi laki-laki, dan saya kira bagi mereka menjadi laki-laki saja sudah bisa dianggap sebagai kemampuan mereka,” kata Seiko Noda.***

 

Editor: Bayu Kurniya Sandi

Sumber: Japan Today

Tags

Terkini

Terpopuler