'Gus' Gelar Untuk Siapa? Simak Arti dan Keistimewaan Sapaan Sakral Masyarakat Jawa yang Kerap Diperdebatkan

- 26 Mei 2024, 10:30 WIB
Arti dan makna panggilan 'Gus' yang kerap diperdengarkan di kalangan masyarakat.
Arti dan makna panggilan 'Gus' yang kerap diperdengarkan di kalangan masyarakat. /Instagram/@zannnsrn

ZONABANTEN.com-Kata 'Gus' menjadi panggilan atau sapaan yang cukup populer di kalangan pesantren. Bahkan, kini sapaan tersebut banyak didengar di lingkungan masyarakat umum, namun apa sebenarnya arti sebenarnya? Sapaan 'Gus' ini pun semakin populer setelah munculnya tokoh-tokoh agama yang kerap dipanggil demikian.

Namun, sebagai masyarakat awam, pastinya banyak yang belum tahu akan arti dan makna dibalik panggilan sakral tersebut.

Beberapa tokoh terkenal bahkan menggunakan sapaan ini sebagai nama panggungnya, sebut saja Gus Baha, yang merupakan salah satu kiai dari pondok pesantren Rembang yang cukup populer di kalangan masyarakat.

Selain Gus Baha, tokoh dengan gelar “Gus” yang sangat terkenal bahkan terkenang bagi masyarakat ialah K.H. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Presiden ke-4 Republik Indonesia.

Dengan adanya fenomena ini, banyak masyarakat yang akhirnya mempertanyakan arti dari sapaan tersebut? Lalu, apa arti sebenarnya?

Simak pembahasan berikut ini yang akan membahas lebih jauh terkait topik tersebut.

Arti 'Gus' Secara Umum

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, panggilan 'Gus' secara umum merujuk pada nama julukan atau nama panggilan untuk anak laki-laki.

Baca Juga: Siapa Itu Gus Zizan? Ini Profil dan Biodata Lengkap Konten Kreator yang Keciduk Nongkrong Bareng Zoe Levana

Artinya, panggilan ini dapat ditujukan kepada seluruh laki-laki seperti sapaan Aa, mas, bahkan Abang.

Namun, pada definisi khusus, KBBI menjelaskan bahwa 'Gus' adalah nama panggilan untuk ulama, kiai, atau orang yang dihormati, serta jamak digunakan untuk anak lelaki yang merupakan putra kiai atau pemilik pesantren.

Di wilayah Jawa, khususnya Jawa Tengah dan Jawa Timur, gelar ini disematkan oleh masyarakat kepada anak kiai sejak ia baru lahir.

Pemberian gelar ini di kalangan pesantren atau masyarakat luas tidak dapat dilakukan secara sembarangan.

Orang yang berhak mendapat panggilan ini adalah orang-orang yang bernasab dan bersanad.

Bernasab artinya sosok yang memiliki gelar 'Gus' harus memiliki garis keturunan yang jelas dari tokoh agama Islam, sesuai dengan definisi bahwa sebutan tersebut digunakan untuk anak kiai.

Sedangkan bersanad artinya orang yang menyandang gelar ini harus memiliki kapasitas keilmuan Islam yang mumpuni. 

Beberapa ulama mengatakan jika sapaan ini biasanya ditujukan kepada putra kiai yang belum pantas disebut kiai, sehingga seorang Gus dapat disebut sebagai kiai muda.

Sayangnya, istilah ini tidak lagi sakral seperti zaman dulu.

Makna Gus Dalam Prespektif NU

Baca Juga: Spesial Kajian Ramadhan! Beberapa Hal Penting yang Harus Dikuasai Oleh Seorang Pendakwah Menurut Gus Mus

Melansir dari alam resmi NU Online, KH Afifuddin menyampaikan jika gelar 'Gus' memiliki keistimewaan tersendiri dalam tradisi Nahdlatul Ulama, yang mencerminkan kehormatan dan penghormatan terhadap tokoh-tokoh yang memiliki kontribusi besar dalam dunia keagamaan dan sosial.

Tradisi ini awalnya diperuntukkan bagi putra seorang kiai. Namun, di berbagai daerah lain di Indonesia juga terdapat tradisi panggilan khusus bagi anak kiai, seperti ‘lora’, ‘ajengan’, ‘buya’, ‘anre’, atau ‘aang’.

Namun, seiring dengan perkembangan zaman, sapaan ini pun mulai mengalami pergeseran makna. Awalnya sapaan ini hanya ditujukan pada putra kiai yang masih kecil.

Pada zaman sekarang ini, panggilan ini tetap disematkan kepada putra kiai meskipun mereka sudah dewasa.

Bahkan, penggunaan panggilan ‘Gus’ telah meluas dan menjadi simbol ketokohan seseorang dari sisi agama.

Beberapa orang yang dianggap memiliki pemahaman ilmu agama yang mendalam juga kerap disapa dengan sebutan ini.

Meskipun sapaan ini bersifat turun temurun, namun kenyataannya beberapa orang bisa mendapatkan gelar ini dengan perjuangan yang dilakukannya, seperti mempelajari lebih dalam terkait ilmu-ilmu agama dan mendedikasikannya kepada masyarakat.

Panggilan "Gus" di masyarakat, khususnya Jawa Timur, bukanlah sekadar seruan biasa.

Dalam tradisi kebudayaan dan keagamaan, panggilan ini mengandung makna yang dalam serta kewajiban moral yang penting.

Sebagai individu yang dipanggil "Gus", seseorang diharapkan tidak hanya mengandalkan nasab atau keturunan, tetapi juga membangun karya dan perjuangan sendiri.***

Editor: Dinda Indah Puspa Rini

Sumber: NU Online


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah