Mengenal Apa Itu Kelenteng? Tempat Ibadah yang Memiliki Bentuk Unik dan Kaya Akan Tradisi

- 5 Februari 2024, 22:00 WIB
Pengertian kelenteng atau tempat ibadah umat Konghucu/Instagram/@klentengkwansingbio
Pengertian kelenteng atau tempat ibadah umat Konghucu/Instagram/@klentengkwansingbio /
 
ZONABANTEN.com - Tahun Baru Imlek, atau yang dikenal sebagai perayaan Tahun Baru Tionghoa, merupakan salah satu momen paling penting dalam budaya Tionghoa. Dalam rangka merayakan Imlek, kelenteng menjadi pusat kegiatan keagamaan dan budaya bagi komunitas Tionghoa di berbagai belahan dunia. 
 
Kelenteng, yang juga dikenal sebagai klenteng atau vihara, memiliki peran sentral dalam merayakan Tahun Baru Imlek. Tempat ibadah ini memiliki akar sejarah yang penuh makna.
 
Kelenteng adalah tempat ibadah bagi umat Buddha dan Tao. Namun, saat perayaan Imlek, kelenteng menjadi pusat kegiatan yang melibatkan berbagai keyakinan dan tradisi. 
 
Umat Buddha, Tao, dan Konghucu sering berkumpul di kelenteng untuk berdoa, menghormati leluhur, dan memohon keberuntungan di tahun yang baru.
 
 
Pengertian Kelenteng
Kelenteng, dalam konteks budaya Tionghoa, merujuk pada tempat ibadah yang memiliki peran penting dalam menjaga tradisi keagamaan dan kebudayaan. 
 
Sebagai pusat spiritual bagi komunitas Konghucu dan Taois, tempat ibadah ini mencerminkan kekayaan nilai-nilai dan praktik-praktik keagamaan yang telah melanglang buana sepanjang sejarah.
 
Sejarah Kelenteng
Kelenteng, dalam keberagaman kepercayaan di Tiongkok, menjadi titik pusat spiritual dan budaya yang sarat dengan sejarah yang panjang dan kaya. 
 
Jejak sejarah kelenteng tidak hanya mencerminkan perkembangan keagamaan, tetapi juga perubahan sosial dan politik yang melanda Tiongkok selama berabad-abad.
 
Pada zaman kuno, praktik keagamaan di Tiongkok dipengaruhi oleh kepercayaan animisme dan pemujaan terhadap roh-roh alam. Kelenteng awalnya muncul sebagai tempat-tempat sederhana di mana masyarakat memuja leluhur dan dewa-dewa alam. Bangunan-bangunan ini mencerminkan pola arsitektur klasik Tionghoa.
 
 
Pada abad pertengahan, tempat ini mulai menampung pengaruh dari agama-agama lain seperti Buddha dan Taoisme. Integrasi elemen-elemen dari kedua kepercayaan ini membentuk kelenteng-kelenteng dengan karakteristik unik. 
 
Munculnya patung-patung dewa dan adegan mitologis menjadi bagian integral dari arsitektur kelenteng.
 
Pada periode Dinasti Ming (1368-1644) dan Dinasti Qing (1644-1912), bangunan ini mengalami puncak keemasan dalam hal arsitektur dan seni. 
 
Bangunan-bangunan megah dengan atap melengkung yang indah, ornamen-ornamen artistik, dan taman-taman yang dirancang dengan cermat menjadi ciri khas kelenteng pada masa ini.
 
Pada abad ke-20, Tiongkok mengalami transformasi besar-besaran, termasuk era Revolusi Budaya yang mempengaruhi tatanan keagamaan. Banyak kelenteng mengalami penganiayaan dan penghancuran. 
 
Namun, sejak era reformasi ekonomi pada akhir abad ke-20, kebebasan beragama di Tiongkok telah meningkat, memungkinkan kelenteng-kelenteng untuk pulih dan berkembang kembali.
 
 
Di era kontemporer, kelenteng tetap berperan sebagai pusat keagamaan dan kebudayaan. Perayaan-perayaan tradisional, upacara peribadatan, dan kegiatan sosial masih dilaksanakan di sekitar kelenteng. 
 
Masyarakat Tionghoa dan wisatawan sering mengunjungi kelenteng untuk merayakan perayaan-perayaan keagamaan atau sekadar menikmati keindahan arsitektur dan seni yang terdapat di dalamnya.
 
Fungsi Kelenteng dalam Keagamaan
Kelenteng adalah tempat ibadah bagi umat Buddha, Tao, dan Konghucu. Umat yang memeluk salah satu dari kepercayaan ini berkumpul di kelenteng untuk berdoa, bermeditasi, dan melakukan ritual keagamaan lainnya. 
 
Didalam tempat ibadah ini, terdapat altar yang dipersembahkan untuk dewa-dewa dan roh leluhur. Patung atau gambar dewa-dewa dan tokoh-tokoh agama menjadi pusat perhatian, dan umat seringkali membawa persembahan berupa bunga, makanan, atau dupa saat beribadah.
 
Selain sebagai tempat ibadah, kelenteng juga menjadi pusat kegiatan budaya. Berbagai festival dan perayaan tradisional diadakan di kelenteng, mempertahankan dan merayakan warisan budaya Tionghoa. 
 
Pertunjukan seni tradisional, seperti tarian naga dan singa, seringkali diadakan di sekitar kelenteng. Banyak juga yang memanfaatkan bangunan ini yang sebagai tempat pertemuan sosial, pembelajaran bahasa Tionghoa, dan kegiatan amal yang bermanfaat bagi masyarakat.
 
 
Dengan segala kompleksitasnya, kelenteng tidak hanya menjadi simbol keagamaan, tetapi juga merangkum keberagaman budaya Tionghoa. Sebagai pusat spiritual dan kebudayaan, kelenteng terus menghidupkan dan merawat tradisi serta nilai-nilai yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.
 
Upacara dan Ritual dalam Kelenteng
Selama perayaan Imlek, kelenteng menjadi saksi dari berbagai upacara dan ritual yang kaya akan simbolisme. 
 
Upacara kebersihan, penyalaan dupa, dan pemujaan dewa-dewa tertentu menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan di kelenteng. 
 
Suasana khusyuk dan penuh warna menciptakan pengalaman spiritual yang mendalam bagi para jemaah.
 
Busana tempat ini akan dihiasi dengan kertas merah yang melambangkan keberuntungan, lentera merah, dan patung dewa-dewa yang mendapatkan perhatian khusus selama perayaan Imlek. 
 
Warna merah yang dominan melambangkan kebahagiaan, keberuntungan, dan energi positif yang diharapkan membawa keberkahan di tahun yang baru.
 
 
Menariknya, kelenteng bukan hanya menjadi tempat ibadah bagi komunitas Tionghoa saja. Semakin banyak kelenteng yang membuka pintunya bagi komunitas non-Tionghoa, menciptakan suasana inklusif dan mempromosikan pemahaman lintas budaya.***
 

Editor: Bayu Kurniya Sandi

Sumber: p2k.stekom.ac.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah