Kenapa Wanita Tidak Melawan saat Alami Kekerasan Seksual? Ini Penjelasannya

21 Februari 2022, 14:28 WIB
Ilustrasi kekerasan seksual /Gambar oleh Nino Carè dari Pixabay

ZONABANTEN.com - Kebanyakan orang mungkin akan berfikir bahwa setiap wanita pasti melawan ketika mengalami kekerasan seksual.

Pemikiran seperti ini juga kemudian menjadi patokan hukum untuk membuktikan bahwa seorang wanita mengalami kekerasan seksual atau tidak.

Tetapi dalam sebuah studi di Swedia, membuktikan bahwa selama serangan kekerasan seksual, sebagian besar wanita akan mengalami kelumpuhan.

Kelumpuhan ini merupakan respon fisiologis yang disebut “Imobilitas Tonik ”, yang terjadi secara normal jika mengalami ketakutan secara ekstrem.

Baca Juga: Ngeri! Tanpa Alasan Jelas, Pria Asal Australia Tega Potong Kaki Kerabatnya dengan Gergaji Bundar

Pada hewan, Imobilitas Tonik adalah taktik untuk bertahan hidup. Mereka akan berpura-pura mati agar pemangsa tidak menyerang, seperti yang dikatakan oleh Dr. Anna Möller, seorang OB-GYN di Rumah Sakit Umum Stockholm Selatan di Swedia.

Permasalahannya, pada manusia Imobilitas Tonik tidaklah berguna, terutama ketika terjadi serangan seksual yang mana pelaku umumnya tidak akan menghentikan serangan.

Meskipun masih sedikit yang diketahui terhadap respon manusia, para pakar berpikir bahwa ini seperti keadaan “katatonik”, dimana seseorang tidak dapat bergerak, tidak dapat berbicara, dan tidak responsif.

Awalnya, ketika seseorang diserang, maka sistem saraf simpatik akan diaktifkan untuk membentuk respon melawan atau melarikan diri.

Baca Juga: Pendaftaran Kartu Prakerja Gelombang 23 Ditutup Kapan? Ini Prediksi Jadwal Penutupan dan Pengumuman Kelolosan

Tetapi Imobilitas Tonik merupakan respon tubuh berikutnya yang mana sistem saraf parasimpatik akan aktif dan menyeimbangkan saraf simpatik, yang mencegah gerakan otot

Ini adalah hal yang umum terjadi. Dalam studi baru, para pakar mewawancarai para korban kekerasan seksual, dan mendapatkan laporan 7 dari 10 mengalami Imobilitas Signifikan selama serangan. Sementara hampir setengahnya mengalami Imobilitas Ekstrim.

Anna bahkan mengatakan bahwa Imobilitas Tonik ini terjadi lebih umum daripada yang dijelaskan sebelum. Ia juga mengatakan bahwa informasi ini berguna dalam situasi hukum maupun psikoedukasi korban pemerkosaan.

Banyak kasus dalam hukum menolak tuntutan dengan dalil bahwa korban tidak menunjukan tanda-tanda perlawanan.

Baca Juga: Kartu Prakerja Gelombang 24 Kapan Dibuka? Cek Apakah Kamu Termasuk Golongan Prioritas Penerima

Padahal kepasifan korban seharusnya tidak boleh diartikan lebih awal sebagai persetujuan. Imobilitas Tonik, banyak menyebabkan korban merasa bersalah karena tidak melakukan perlawanan.

Ini adalah hal normal, dan harus dipahami. Bahkan seseorang yang telah dilatih untuk melawan serangan juga bisa mengalaminya.

Sebuah kuesioner pernah dilakukan di Swedia, terhadap 300 wanita korban kekerasan seksual antara tahun 2009 hingga 2011.

Kuisioner tersebut mengenai apakah para wanita tersebut mengalami Imobilitas Tonik selama penyerangan, dan apakah mereka pernah mengalami gangguan stres pasca trauma (PTSD), stres akut atau depresi.

Baca Juga: Polemik Sekda Banten, Begini Penjelasan Wahidin Halim

Hasil mengatakan bahwa 63% dari mereka mengalami PTSD, stres akut, dan depresi.

Sementara itu, 70% wanita melapor bahwa mereka mengalami Imobilitas Tonik selama penyerangan, dimana 48% diantaranya merupakan Imobilitas Ekstrim.

Sementara 81% wanita mengaku mengalami ketakutan yang signifikan selama penyerangan berlangsung.***

Editor: Yuliansyah

Sumber: LiveScience

Tags

Terkini

Terpopuler