Untuk mengatasinya, berdasarkan Maklumat 3 Oktober 1945, mata uang yang beredar sampai masa pendudukan Jepang diakui sebagai alat pembayaran yang sah di Indonesia.
Puluhan tahun kemudian, pemerintah luncurkan uang bersambung.
Uang bersambung adalah uang yang sengaja dicetak tanpa memotong kertasnya.
Sehingga uang-uang tersebut bergandengan satu sama lain.
Uang tersebut sengaja dicetak dalam jumlah terbatas untuk konsumsi para kolektor walaupun tetap merupakan alat pembayaran yang sah.
Pada 1 Desember 2004, Bank Indonesia menerbitkan uang bersambung pecahan Rp20.000 dan Rp100.000.
Keduanya dalam dua lembaran dan empat lembaran.
Kemudian pada 20 Oktober 2005 terbit lagi uang bersambung pecahan Rp10.000 dan Rp50.000, keduanya juga dalam dua lembaran dan empat lembaran.***