Ngaji Kebangsaan, Lakpesdam PCNU Kota Serang Konflik Sosial Agama Dapat Diurai Melalui Pendekatan...

- 20 Oktober 2022, 19:23 WIB
A'wan PBNU, KH. Matin Syarkowi dalam Ngaji Kebangsaan Lakpesdam PCNU Kota Serang
A'wan PBNU, KH. Matin Syarkowi dalam Ngaji Kebangsaan Lakpesdam PCNU Kota Serang /

ZONABANTEN.com - Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) PCNU Kota Serang menggelar Ngaji Kebangsaan pada rangkaian acara pelantikan di Aula Kanwil Kemenag Provinsi Banten, Kamis, 20 Oktober 2022.

Dalam Ngaji Kebangsaan kali ini, Lakpesdam PCNU Kota Serang, mendorong Inklusifitas dalam beragama dan kesalehan sosial di masyarakat.

Hal ini dilakukan oleh Lakpesdam PCNU Kota Serang sebagai upaya pencegahan terhadap ekstremisme dan radikalisme yang selalu menunggangi isu agama dalam setiap kampanye gerakannya.

Baca Juga: One Piece: Musuh Alamiah, Hanya Luffy yang Bisa Kalahkan Blackbeard! Ini Buktinya

Dalam rekomendasi dan notulensi Ngaji Kebangsaan tersebut disebutkan bahwa konflik agama sejatinya tidak disebabkan oleh nilai-nilai keagamaan atau doktrinasi yang berpijak pada wahyu (Kitab Suci).

Ajaran agama selalu selaras dan sejalan dengan keberanaran universal yang tidak lekang oleh masa dan Agama sebenarnya adalah solusi atas berbagai fenomena dan konflik sosial.

Konflik sosial yang terjadi dipusaran agama dapat diurai melalui pendekatan sosial historis dan pendekatan secara humanis.

Baca Juga: Prediksi Osasuna vs Espanyol di La Liga, Berita Tim, Kemungkinan Susunan Pemain dan Skor Akhir

Terkait dengan konflik sosial yang terjadi dipusaran agama, konflik pendirian rumah ibadah bagi pemeluk agama di Indonesia, terutama bagi umat minoritas menjadi perhatian besar.

Hal itu juga sekaligus menjadi catatan bagi kehidupan beragama yang harmonis.

Dari hasil FGD Ngaji Kebangsaan Lakpesdam PCNU Kota Serang ada beberapa hal yang direkomendasikan terkait penyelesaian konflik dalam pusaran agama tersebut.

Berikut ini hasil FGD Ngaji Kebangsaan Lakpesdam PCNU Kota Serang.

Baca Juga: Dari Jakarta hingga Surabaya, Berikut Prakiraan Cuaca Tanggal 21 Oktober 2022 di Pulau Jawa

Penguatan Civil Society yang Ditopang Dengan Politik Anggaran

Kesadaran dalam bertoleransi harus lahir dari masyarakat.

Pemerintah berperan sebagai regulator, fasilitor dan administrator untuk membangun kesadaran tersebut dengan penguatan civil society yang ditopang oleh politik anggaran.

Kesadararan toleransi telah lama terbina oleh masyrakat nusantara, jauh sebelum kemerdekaan.

Hal ini dibuktikan dengan lahirnya Bhineka Tunggal Ika.

Sejalan dengan pertumbuhan masyarakat dan terjadinya polarisasi budaya serta dinamika sosial politik di Indonesia, Pemerintah seharusnya mampu merawat dan melestarikan kesadaran toleransi yang sudah dimiliki oleh masyarakat Indonesia.

Akan tetapi, kebijakan dan program pemerintah kaitannya dengan merawat toleransi seakan berbalik menajdi pemicu lemahnya toleransi di tubuh masyarakat Indonesia.

Alih-alih menjadi fasilitor dan fungsi administrator bagi terpeliharanya sikap toleransi, Pemerintah tampak memiliki standar ganda dalam penerapan nilai-nilai toleransi.

Standar ganda yang dipegang oleh pemerintah dapat kita lihat dari berbagai fenomena, salah satunya pada fenomena pendirian rumah ibadah bagi umat minoritas.

Baca Juga: Belajar Ideologi: Kapitalisme, Pengertian dan Sejarah Perkembangannya

Maka dari itu, Civil Society sebagai basis kedaulatan berbangsa dan bernegara harus ikut melindungi hak-hak asasi manusia.

Penguatan Civil Society melalui politik anggaran juga tidak boleh dimonopoli oleh elit baik eksekutif maupun legislatif.

Jangan sampai, Civil Society terkesan hanya menghabiskan anggaran tanpa memperhatikan esensi dan hakikat Civil Society itu sendiri.

Kembali lagi, Pemerintah berperan sebagai regulator, fasilitor dan administrator untuk membangun kesadaran tersebut dengan penguatan civil society yang ditopang oleh politik anggaran.

Peran Lembaga BPIP dan BNPT membangun kesadaran masyarakat dalam Bernegara

Konflik agama yang terjadi di tengah masyarakat disebabkan antara lain oleh semangat beragama yang lebih dominan di satu sisi namun di sisi lain lemah dalam kesadaran bernegara.

BPIP dan BNPT adalah salah satu upaya Pemerintah dalam mengantisipasi dan menangkal potensi konflik ideologi dan terorisme.

Peran BPIP sangat vital dalam memberikan pembinaan dan pemahaman terkait ideologi Pancasila yang telah disepakati oleh founding father bangsa Indonesia.

Baca Juga: Kapitalisme, Sebuah Teori Ekonomi dari Adam Smith, Sang Bapak Kapitalisme

Sementara BNPT yang dibentuk untuk mengantisipasi dan pencegahan Tindakan terorisme juga tidak dapat dipandang sebagai sebuah tanggung jawab yang ringan, mengingat Gerakan terorisme didominasi oleh pengaruh geo politik global.

Akan tetapi perlu ada evaluasi terhadap peran dan fungsi lembaga BPIP dan BNPT untuk membangun kesadaran masyarakat dalam bernegara yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Saat ini, BPIP ‘seakan’ belum berhasil menanggulangi konflik ideologi di masyarakat.

Justru intervensi ideologi Pancasila menjadi magnet bagi konstelasi ideologi transnasional dan kontra Pancasila.

Masyarakat yang sebelumnya tidak pernah mempermasalahkan Ideologi Pancasila, terpaksa menarik diri dan terjebak dalam perdebatan dan konflik Ideologi.

Hal ini disebabkan karena BPIP tidak melibatkan unsur-unsur dalam struktur masyarakat sampai ke level terkecil.

BPIP hanya menjadi lahan eksistensi elit untuk memperdagangkan hegemoni sosial politik berbaju Pancasila.

Di sisi lain, efek domino dari tumbuh berkembangnya ideologi kontra Pancasila menyebabkan gerakan-gerakan yang dapat menimbulkan tendensi di tengah masyarakat.

Bahkan bertranformasi menjadi gerakan terorisme.

Baca Juga: Simak Prakiraan Cuaca Bandung Raya, Tanggal 21 Oktober 2022

Peran BNPT dipertaruhkan untuk mengantisipasi hal tersebut.

Akan tetapi BNPT justru kehilangan jati diri dan bermetamorfosis ‘seakan’ menjadi Ormas.

Hal ini dibuktikan dengan gagalnya BNPT melibatkan masyrakat secara massif dan sistematis dalam berbagai regulasi dan programnya.

Pemberdayaan Peran Tokoh Masyarakat atau Pemuka Agama Tingkat Lokal Dalam Antisipasi  dan Penanggulangan Konflik Agama.

Sementara ini, penanggulangan konflik agama masih mengandalkan tokoh elit nasional atau istilah lainnya elitsentris.

Tidak ada upaya untuk melibatkan peran masyarakat lokal dalam upaya mengantisipasi dan penanggulangan konflik tersebut.

Sebut saja seperti sosialisasi 4 Pilar NKRI yang sejak awal selalu dimonopoli oleh elitis.

Begitupun dengan berbagai program pemerintah lainnya seperti penerapan Moderasi Beragama, Komitmen Kebangsaan, Toleransi dan Anti Kekerasan dan lain sebagainya yang dalam hal transfer knowledge dan transfer experience nya selalu mengandalkan unsur elitis semata.

Baca Juga: NingNing aespa Diacuhkan oleh MY Korea Selatan, Inikah Penyebabnya?

Tidak banyak peran tokoh lokal atau lokalsentris yang dilibatkan dalam skema dan regulasi untuk mengantisipasi dan menanggulangi konflik agama.

Dalam hal ini, melalui FGD Lakpesdam PCNU Kota Serang memandang perlu agar Pemerintah memperhatikan keterlibatan stakeholder local.

Lebih lanjut, Sosialisasi 4 Pilar oleh anggota MPR dan DPR harus ditinjau ulang karena tidak berdampak signifikan dan subtansial.

Sosialisasi 4 Pilar bahkan cenderung hanya sebagai alat kampanye politik praktis dengan memanfaatkan anggaran negara.

Sebaiknya, kembali kepada penguatan civil society oleh lembaga kemasyarakatan.***

Editor: Rahman Wahid


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah