Biografi Singkat Jenderal Ahmad Yani, Pahlawan Revolusi yang Gugur dalam Peristiwa G30S PKI

- 30 September 2020, 11:44 WIB
Biografi Lengkap Jenderal Ahmad Yani, Pahlawan Revolusi yang Gugur dalam Peristiwa G30S PKI
Biografi Lengkap Jenderal Ahmad Yani, Pahlawan Revolusi yang Gugur dalam Peristiwa G30S PKI /

ZONABANTEN.com – Ahmad Yani lahir di Jenar, Purworejo, pada tanggal 19 Juni 1922. Ia adalah putra tertua dari Sarjo bin Suharyo dan Murtini, ayahnya tersebut sebagai nama M. Wongsorejo. Ahmad mempunyai dua orang adik yang bernama Asma dan Asina.

Ahmad Yani diambil dan diasuh oleh seorang Belanda yang bernama Hultsyn yang mana ia adalah majikan dari ayahnya, Hultsyn mengasuhnya karena ia melihat sosok Yani kecil yang menarik perhatiannya dengan ketenangannya ketika menangani kekacauan di kampungnya. Nama Ahmad kemudian ditambah dengan ‘Yani’ oleh Hultsyn.

Baca Juga: Mengharukan, Begini Detik-detik Tragis Jenderal Ahmad Yani Gugur dalam Peristiwa G30S PKI

Sejak kecil Ahmad Yani sudah disuapi oleh sejarah-sejarah dari kampung kelahirannya, daerah kelahiran Ahmad Yani dikenal sebagai kawasan dengan banyak mitos atau cerita-cerita kepahlawanan warisan dari masa perjungan Diponogoro mulai dari ditinggal oleh pasukannya hingga kisah serangan grilya terhadap Belanda.

Pendidikan Ahmad Yani : Yani dimasukan ke HIS (Hollandsch Inlandsche School) di Purworejo oleh Hutslyn. Ia menempuh pendidikan di sekolah ini di tiga tempat: kelas III HIS di Magelang, dan sejak kelas IV sampai tamat di Bogor.

Yani tergolong murid yang pintar sekaligus disegani oleh murid lainnya Karena karakternya yang tenang, pendiam dan tidak suka dipuji, temannya tahu karena setiap kali ada tantangan yang diberikan padanya Yani pasti berani menjawabnya.

Baca Juga: Pelaku Vandalisme di Musholla Pasar Kemis Kabupaten Tangerang, Diringkus Polisi

Ahmad Yani tamat dari HIS pada tahun 1935 dan meneruskan pendidikannya ke MULO bagian B di Bogor, Yani berhasil menjadi tiga terbaik di sekolahnya. Setelah tamat pada tahun 1938, prestasi Yani membawanya meneruskan pendidikan ke AMS (Algemeene Middelbare School) bagian B di Jakarta.

Pendidikan Militer : Tahun 1940, Yani meninggalkan AMS dan mendaftarkan diri sebagai aspirant pada dinas Topografi militer, ia menempuh pendidikan selama 6 bulan di Malang. Yani ditugaskan di Bandung pada tahun 1941, melihat bakat militer yang cukup besar pada diri biantara ini, menjadikan Yani dikirim ke Bogor tahun 1941 untuk mengikuti pendidikan militer secara intensif.

Saat pertempuran Jepang di Ciater, Lembang, Sersan Yani ditawan karena ikut serta menahan serangan psukan jepang ketika kota Bandung jatuh ke tangan Jepang. Ia ditempatkan di Kamp tawanan Cimahi dan dibebaskan setelah pemeriksaan.

Baca Juga: Event Virtual Job Fair 2020 Kembali Digelar 1 Oktober, Pemkot Tangerang Sediakan 210 Lowongan

Yani menjadi militer penuh atas usulan seorang perwira Jepang Obata yang melihat bakat militer pada dirinya ketika dirinya tengah mengikuti tes untuk menjadi juru bahasa (Cuyaku). Yani mengikuti pendidikan militer untuk Hei.ho di kota Magelang. Kemudian ia lulus dengan hasil gemilang dan dikirim untuk mengikuti pendidikan Syodanco pada Boei Giyugun Kambu Renseitai karena prestasinya.

Sewaktu diadakan upacara penutupan pendidikan, Yani dinyatakan lulus sebagai siswa terbaik dan mendapat penghargaan sebilah pedang samurai berbentuk istimewa hal ini ia dapatkan karena Kapten Yanagawa melihat prestasi Ahmad Yani.

Selama empat bulan lamanya Ahmad Yani menempuh pendidikan yang cukup berat di Bogor tersebut, masa-masa itu memberi tantangan untuk jiwa militernya.

Baca Juga: Uang Pensiunan Orangtua Untuk Jajan Narkoba, Residivis Dibekuk Tim Satresnarkoba Polresta Tangerang

Pada Januari tahun 1944 Ahmad Yani pindah ke Magelang dan menjalani dinas aktif sebagai Komandan Dai lci Syodan Dai San Cudan dari Dai Ni Daidan (Komandan Seksi I Kompi III Batalyon II).

Meninggalnya Ahmad Yani : Setelah banyak perjuangan yang ia lakukan, Ahmad Yani meraih pangkatnya sebagai seorang Mayor Jenderal pada tanggal 1 Januari 1963 dan setahun setelahnya ia menjadi Letnan Jenderal.

Jenderal Ahmad Yani memegang jabatan Menteri/Panglima Angkatan Darat tepat pada saat situasi politik di tanah air tengah didominasi PKI.

PKI berusaha memudahkan cara untuk merebut kekuasaan negara. Puncak dari usaha itu ialah pemberontakan yang mereka lancarkan pada tanggal 30 September 1965 yang kemudian dikenal dengan nama G.30S/PKI.

Sasaran pertama dari pemberontakan itu adalah melumpuhkan Angkatan Darat. Untuk melancarkan rencananya itu mereka membuat para pejabat-pejabat Angkatan Darat harus diculik dan dibunuh, termasuk Jenderal Ahmad Yani.

Ahmad Yani meninggal dunia dikediamannya  di Lembang, Jakarta kira-kira pukul 05.00 tanggal 1 Oktober 1965, saat itu sekelompok penculik berhasil menyergap pasukan pengawal, mereka memasuki pekarangan. Sersan Tumiran dalam pakaian seragam Cakrabi­rawa (pasukan Pengawal Istana) berhasil masuk ke rumahnya.

Baca Juga: Pentingnya Menjaga Keamanan Akun ShopeePay, Simak Caranya

Ketika Ahmad Yani dibangunkan oleh anaknya Diberitahukan ada utusan yang menghadap, Jenderal Yani segera bangun dan keluar ke ruang tamu belakang untuk menemui utusan tersebut

Tidak ada rasa curiga dalam benak Ahmad Yani sebab yang datang itu adalah anggota Cakrabirawa, pasukan pengawal Presiden sendiri.

Sersan Raswad yang memakai tanda pangkat Kapten melaporkan bahwa, Jenderal Yani diperintahkan Presiden segera menghadap ke Istana.

Jenderal Yani sempat berdebat karena prajurit tersebut melarang Yani untuk bersiap bahkan untuk cuci muka sekalipun, Yani yang marah membalikkan badannya melangkah masuk ke ruangan tengah sambil menutup pintu kaca hendak bersiap.

Prajurit yang berdebat dengan Yani itu adalah Praka Dokrin. Sersan Giyadi yang berdiri di samping Dokrin melepaskan serentetan tembakan Thomson ke arah Yani yang sedang membelakang.

Baca Juga: Mata Satu Kaitkan Airin Dalam Laporan Dugaan Pelanggaran Pilkada ke Bawaslu

Dalam keadaan berlumuran darah tubuhnya diseret ke pekarangan dan kemudian dilemparkan ke atas sebuah truk.

Jenazah Tokoh Angkatan Darat dan ayah dari delapan orang anak itu dimasukkan ke dalam sebuah sumur tua di Lubang Buaya.

Ke dalam sumur yang sama, dimasukkan pula korban-korban lainnya. Sumur baru ditemukan setelah daerah Lubang Buaya dan sekitarnya dibersihkan dari gerombolan PKI pada tanggal 3 Oktober 1965.

Jenazah-jenazah korban pengkhianatan PKI itu dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kali Bata Pada Hari Ulang Tahun ke-20 ABRI, dengan upacara militer yang khidmat dan mengharukan.

Setelah gugurnya, pemerintah menganugerahkan kepadanya gelar Pahlawan Revolusi pada tanggal 5 Oktober 1965 berkat pengabdian kepada negara, Ahmad Yani juga memiliki tiga belas buah tanda jasa Darat berkat pengabdiannya tersebut.***

Editor: Bondan Kartiko Kurniawan

Sumber: sejarahtni.mil.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x