Serangan Umum 1 Maret 1949: Strategi Indonesia Membungkam Klaim Palsu Kolonial Belanda

- 1 Maret 2022, 09:04 WIB
Ilustrasi Serangan Umum 1 Maret 1949
Ilustrasi Serangan Umum 1 Maret 1949 /Museum Benteng Vredeburg

ZONABANTEN.com- Salah satu peristiwa sejarah perjuangan Indonesia adalah peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta.

Seruan “Pantang Mundur sebelum Makmur” dipegang erat oleh masyarakat Indonesia untuk memukul pasukan Belanda pada peristiwa tersebut.

Kronologi kejadian Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta berawal dari penolakan pihak Belanda terhadap deklarasi kemerdekaan Indonesia.

Pihak Belanda akhirnya melangsungkan berbagai operasi militer. Alhasil pusat pemerintahan Indonesia di Jakarta terpaksa dipindahkan ke Yogyakarta pada awal tahun 1946 karena alasan keamanan.

Baca Juga: Bansos PBI Maret 2022 Cair! Buruan Ambil dan Cek Nama Anda Disini Agar Bisa Mendapat Bantuannya

Perundinganpun dilakukan kedua belah pihak dan akhirnya aksi militer dihentikan. 11 November 1946 terjadi perjanjian Linggarjati yang menjadi saksi meredamnya pertempuran kala itu.

Belanda tidak puas dengan hasil perjanjian akhirnya mengingkarinya. Agresi militer I dijalankan sekitar Juli-Agustus tahun 1947.

Agresi itu bertujuan untuk melakukan penguasaan kembali wilayah Indonesia beserta aset-aset penting lainnya.

Indonesia memberikan perlawanan untuk mempertahankan kemerdekaan hingga akhirnya baku-tembak dihentikan setelah PBB turun tangan.

Baca Juga: Beasiswa LPDP 2022 Resmi Dibuka, Simak Jadwal dan Proses Seleksinya

Di sinilah Serangan Umum 1 Maret 1949 menjadi salah satu dari berbagai peristiwa perlawanan penting dalam merebut kedaulatan dari kolonialisme.

Adanya peristiwa tersebut juga menjadi bukti eksistensi Republik Indonesia di hadapan dunia, sekaligus menampik klaim sepihak Belanda bahwa Indonesia telah kalah.

Serangan Umum 1 Maret 1949, pasukan TNI bersama Laskar Rakyat yang didukung berbagai elemen masyarakat termasuk perempuan dan petani mampu menguasai ibu kota Yogyakarta dalam waktu enam jam.

Serangan itu sangat penting karena berhasil membuktikan eksistensi dan kekuatan Indonesia sehingga melecutkan posisi tawar di mawa internasional.

Operasi itu diinisiasi oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX atas keprihatinannya terhadap kondisi saat itu.

Baca Juga: Ingin Mendaftar Beasiswa? Ini 5 Tips Membuat Motivation Letter Beasiswa

Sri Sultan menyurati panglima Sudirman supaya menyusun serangan pada 1 Maret 1949. Dari situ Sultan diminta berkomunikasi dengan Komandan Brigade X, Letkol Soeharto yang selanjutnya menjadi salah satu pemimpin lapangan.

Serangan dilangsungkan serentak di seluruh wilayah Divisi III dengan mengerahkan segenap potensi militer dan kekuatan sipil.

Selain di Yogyakarta, barisan prajurit juga ditempatkan di Surakarta. Hal itu untuk menahan tentara Belanda mengirimkakan bala bantuan ke pusat pertempuran.

Serangan tersebut dilancarkan saat sirine “Gaok” yang ada di sebelah barat lau pasar Beringharjo meraung-raung pada pukul 06.00 pagi.

Baca Juga: Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi, Duo Pesepakbola yang Punya Follower Sosial Media Terbanyak

Pertempuran bergulir secara gerilya, melumpuhkan serdadu Belanda dan menguasai pos-pos jaga di setiap sudut kota.

Pukul 12.00 pasukan mundur dengan kemenangan yang mengorbankan 300 prajurit dan 50 pemuda laskar sebagai pahlawan tidak dikenal.

Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta diabadikan dalam sebuah film berjudul “Enam Djam di Jogja” karya sutradara kenamaan Usmar Ismail. ***

Editor: Yuliansyah

Sumber: Museum Benteng Vredeburg


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah