Polemik Pro dan Kontra Ibadah Haji Virtual via Metaverse. MUI: Tidak Masuk ke Dalam Kategori.

- 9 Februari 2022, 19:56 WIB
Polemik Pro dan Kontra Ibadah Haji Virtual via Metaverse. MUI: Tidak Masuk ke Dalam Kategori
Polemik Pro dan Kontra Ibadah Haji Virtual via Metaverse. MUI: Tidak Masuk ke Dalam Kategori /

ZONABANTEN.com - Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia, Anwar Abbas, mengatakan bahwa mengelilingi ka'bah di metaverse merupakan hal yang baik, namun hal tersebut tidak dapat dikatakan sebagai bagian dari ibadah haji. Karena tidak sesuai dengan syarat pelaksanaan ibadah haji.

"Kalau ada orang yang menyelenggarakan ibadah haji secara virtual via metaverse, berarti dia menyelenggarakan ibadah hajinya tidak secara fisik, tapi hanya melalui pengelihatan saja. Maka hal demikian, sudah jelas tidak masuk ke dalam kategori sedang melaksanakan ibadah haji," ujarnya dilansir dari ANTARA, Rabu 9 Februari 2022. 
 
 
Metaverse merupakan kombinasi dari berbagai elemen dalam teknologi termasuk juga realitas virtual, realitas bertambah, dan video yang dapat dikatakan membuat para penggunanya melakukan berbagai macam aktivitas, dalam semesta digital.
 
Dari Pemerintah Arab Saudi sendiri, sudah merencanakan untuk menghadirkan ka'bah di metaverse, hal ini bertujuan agar para warga Muslim di seluruh dunia dapat merasakan pengalaman, melihat ka'bah dan hajar aswad secara virtual.
 
Anwar berpendapat, dengan hanya melihat ka'bah secara virtual seperti sedang menonton acara kuliner, memang menggugah selera tetapi tidak dapat menghilangkan rasa lapar yang sesungguhnya.
 
Ia juga menjelaskan, bahwa ibadah haji sudah termasuk kegiatan fisik di tempat-tempat yang telah ditentukan seperti di Padang Arafah, Muzdalifah, Mina, ka'bah di Masjidil Haram, Shafa, dan Marwa. Waktu pelaksanaan haji juga sudah ditentukan, yakni pada bulan Dzulhijjah.
 
 
Dalam penjelasannya, Anwar mengutip salah satu Hadis Nabi Muhammad SAW, "Barang siapa yang menjumpai wukuf di Arafah, maka ia menjumpai haji".
 
"Ini artinya kalau ada orang yang tidak bisa hadir di Padang Arafah, pada waktu yang telah ditentukan oleh syara' tersebut maka yang bersangkutan secara syar'iyah tidak bisa diakui telah melaksanakan ibadah haji, karena yang bersangkutan tidak bisa hadir di tempat dimaksud pada waktu yang telah ditentukan," katanya sembari menegaskan.
 
"Belum lagi menyangkut mabit di Muzdalifah, melempar jumroh di Mina, tawaf di ka'bah, serta sa'i antara Shafa dan Marwa. Itu semua harus dilakukan secara fisik di tempat dan waktu yang ditentukan oleh syara'," ucapnya.
 
Menurutnya, kehadiran Virtual Black Stone Initiative sebaiknya dimanfaatkan untuk pengenalan ka'bah secara virtual, serta memotivasi para umat Muslim di Indonesia untuk berangkat haji ke Tanah Suci. Namun, tetap tidak dapat dikatakan sebagai sarana untuk menunaikan ibadah haji.
 
 
"Sia-siakah perbuatan tersebut? Saya rasa tidak, karena hal demikian jelas akan menimbulkan kebaikan dan manfaat bagi yang bersangkutan, karena dengan itu dia akan tahu banyak hal tentang hal-hal yang terkait dengan masalah haji," ujarnya.***
 

Editor: Bayu Kurniya Sandi

Sumber: Antaranews


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x