Polri Ungkap Kejahatan Online di Balik Lapas & Belum Terima Berkas Penangguhan Penahanan Ferdinand Hutahaean

- 19 Januari 2022, 16:22 WIB
Bareskrim Polri Belum Terima Surat Permohonan Penangguhan Tahanan Ferdinand Hutahaean/DivHumasPolri
Bareskrim Polri Belum Terima Surat Permohonan Penangguhan Tahanan Ferdinand Hutahaean/DivHumasPolri /

ZONABANTEN.com – Berita dari Divisi Humas menyampaikan bahwa Polri berhasil mengungkap kejahatan online dari balik lapas. Kejahatan tersebut dilakukan oleh oknum tahanan yang masih berstatus warga binaan.

Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) mengungkapkan bahwa sejumlah tindak kejahatan online yang dilakukan tahanan terjadi di berbagai lapas. Kasus ini pertanda maraknya penggunaan internet dari balik jeruji besi.

“Saat ini pelaku sebagai warga binaan dan atau narapidana yang masih menjalani hukuman,” tutur Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan, Selasa 18 Januari 2022.

Ahmad menjelaskan, salah satu kasus yang sudah terungkap adalah penipuan oleh pelaku berinisial AAS pada September 2021 lalu.

Baca Juga: Tewaskan satu orang, Begini Hasil Olah TKP Kecelakaan Maut di Tol Pekanbaru

AAS mengakses para korbannya melalui aplikasi pencarian teman berbasis lokasi.

“Setelah berkenalan dengan korban atas nama RO, setelah berteman, saling meminta nomor telepon dan nomor Whatsapp, setelah itu yang bersangkutan mengaku sebagai salah satu anggota Polri, kemudian mengaku bertugas di Kota Medan yang akan pindah ke Jakarta,” jelasnya.

Ahmad lebih lanjut menerangkan, AAS berusaha meyakinkan korbannya dengan mengirimkan sejumlah dokumen mutasi penugasan.

Setelah dirasa akrab, AAS kemudian meminta RO mengirimkan sejumlah uang ke rekening atas nama rekannya.

“Modus operasi tersangka atas nama AAS yang merupakan napi atau warga binaan yang saat ini menjalani hukuman seumur hidup, kasusnya ada kasus narkoba. Jadi melakukan aksi penipuan dan ini masih didalami korban korban yang lainnya,” ungkapnya.

Selain AAS, Ahmad memaparkan kasus serupa yang melibatkan tahanan berinisial MOA.

Baca Juga: Penggerak Muda Pasar Rakyat, Sinergisitas Kemendag dan Kemendikbud ristek

MOA merupakan seorang napi di Lapas Kelas II A Bulak Kapal, Bekasi. MOA mendekam di tahanan dengan perkara pencemaran nama baik, manipulasi data, pembuatan surat palsu, dan penghinaan.

Ada juga kasus dengan tersangka napi SR di Lapas Kelas II Jambi. SR diketahui ditahan dengan tindak pidana menyebarkan berita hoaks, penipuan, dan TPPU.

Kemudian menyusul kasus penipuan serupa lewat media sosial yang dilakukan tahanan MF, MA, KR, AP, dan MF di Lapas Siborong-Borong, Sumatera Utara.

Adapun kasus-kasus serupa juga terungkap di Lapas Tebing Tinggi, Lapas Kelas II Pamekasan, Lapas Kelas II A Curug, dan Lapas Kelas II A Kurungan. Rentetan kasus tersebut dilakukan para pelaku dalam kurun waktu 2018 hingga 2021.

“Agar masyarakat tahu bahwa kejahatan tindak pidana siber itu banyak dilakukan oleh warga binaan. Ada 2020, ada 2021, ada 2018, ada 2019, jadi berkisar dari 2018, 2019, 2020 dan 2021,” pungkas Ahmad.

Baca Juga: Bencana Banjir dan Longsor di Jepara Akibat Hujan Lebat

Bareskrim Polri Belum Terima Berkas Penangguhan Tahanan Ferdinand Hutahaean

Penyidik Bareskrim Polri belum menerima surat permohonan penangguhan penahanan tersangka kasus dugaan penyebaran hoaks bermuatan SARA, Ferdinand Hutahaean.

Ahmad mengatakan, penyidik akan mempertimbangkan isi surat tersebut apabila dilayangkan. Hal itu dilakukan sebelum mengambil kebijakan apabila tersangka melayangkan surat penangguhan.

“Permohonan penangguhan penahanan saudara FH belum diterima penyidik. Jadi belum ada permohonan penangguhan yang diterima,” tutur Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan, Rabu 19 Januari 2022.

 “Kita akan mempertimbangkan dasarnya dari permintaan. Permintaan penangguhan itu alasannya apa. Kita belum bisa mempertimbangkan karena permohonan permintaan penangguhan itu belum kita terima,” tuturnya.

Sebelumnya, Polri menyatakan penahanan Ferdinand dilakukan karena khawatir yang bersangkutan melarikan diri.

Baca Juga: INFO LOKER! Kementerian Agama Buka Lowongan, Gaji Mantap Kerja Nyaman, Link Daftar Ada Disini

Alasan lain adalah agar tersangka tidak mengulangi perbuatannya serta menghilangkan barang bukti.

Ferdinand dijerat dengan Pasal 14 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan Pasal 45 ayat 2 jo Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Mantan Politisi Partai Demokrat itu tidak dikenakan pasal terkait penistaan agama. Proses peradilan Ferdinand masih terus berjalan. Dia dikenakan ancaman berupa 10 tahun penjara.

Ferdinand sendiri telah meminta maaf kepada masyarakat Indonesia atas perbuatannya yang mengakibatkan dirinya dibui. Dia menuliskan permohonan maaf tersebut dalam sepucuk surat.***

Editor: Rizki Ramadhan

Sumber: Div Humas Polri


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x