Konsekuensi suhu muka laut yang hangat menurut PAW akan menyebabkan tekanan udara mulai lingkup lokal (puluhan kilometer) hingga regional (ratusan meter) untuk kawasan sekitar Benua Maritim Indonesia.
Kondisi tekanan rendah merupakan syarat utama bagi terbentuknya awan hujan yang menjulang tinggi dengan volume air cukup besar dan menyimpan tenaga terutama dengan angi turun dari awan.
Jenis awan yang menurut kalangan yang bekerja di BMKG bidang meteorologi disebut dengan awan badai atau jenis awan yang menghasilkan 3 kondisi badai yaitu hujan badai/hujan sangat lebat hingga esktrem, angin kencang/badai dan badai guntur, ujar PAW lebih lanjut.
Jenis awan inilah yang telah giat dan terjadi di kawasan Benua Maritim Indonesia sejak awal musim hujan 2021/2022 yang telah, sedang dan berjalan sesuai informasi BMKG sebelumnya. Menurut PAW kecenderungan gejala alam La Nina kian menguat seiring informasi nasional dari BMKG dan internasional/global dari Badan Meteorologi Dunia (World Meteorological Organization = WMO) di akhir November 2021.
Sebagai penutup wawancara, PAW memberi ilustrasi hasil pengamatan awan dari Satelit Cuaca BMKG jam 09.10 WIB yang menunjukan sebaran awan badai di kawasan selatan katulistiwa yang menandai masih adanya ancaman potensi cuaca/iklim ekstremnya.
Harapan PAW dengan perkembangan bahwa cuaca/iklim ekstrem dapat diperoleh dari BMKG yang secara rutin memberikan informasi kepada masyarakat berupa informasi prakiraan cuaca dan iklim serta peringatan dini cuaca/iklim esktrem di Indonesia. ***