Mengharukan, Begini Detik-detik Tragis Jenderal Ahmad Yani Gugur dalam Peristiwa G30S PKI

27 September 2020, 20:44 WIB
Mengharukan, Begini Detik-detik Tragis Jenderal Ahmad Yani Gugur Dalam Peristiwa G.30S/PKI /

 

 

ZONABANTEN.com – Ahmad Yani adalah sosok Jenderal yang dikenal tenang dalam setiap tindakannya, ia lahir di Jenar, Purworejo, pada tanggal 19 Juni 1922, Yani kecil juga dikenal sebagai siswa yang berbrestasi dan mempunyai sifat yang berani hingga disegani oleh teman-temannya.

Setelah banyak perjuangan yang ia lakukan, Ahmad Yani meraih pangkatnya sebagai seorang Mayor Jenderal pada tanggal 1 Januari 1963 dan setahun setelahnya ia menjadi Letnan Jen­dera.

Baca Juga: Korea Selatan Perketat Protokol Covid-19, Konser Virtual BTS Tetap Diadakan Oktober Mendatang

Jenderal Ahmad Yani memegang jabatan Menteri/Panglima Angkatan Darat tepat pada saat situasi politik di tanah air tengah didominasi PKI.

Sebelumnya, pada  September 1948 pangkat Yani dinaikkan menjadi Letnan Kolonel, dan jabatan itu baru beberapa hari dipegangnya ketika PKI melancarkan pemberontakan.

PKI yang semakin hari semakin meningkatkan usaha untuk merongrong negara. Hal itu dirasakan pula terhadap Angkatan Darat dimana mereka diberi tuduhan-tuduhan yang jauh dari kebenarannya.

Baca Juga: Foto Wika Salim Terpampang di Bak Truk, Ini Komentar Pelantun Lagu Penyesalan di Instagram

PKI berusaha memudahkan cara untuk merebut kekuasaan negara. Puncak dari usaha itu ialah pemberontakan yang mereka lancarkan pada tanggal 30 September 1965 yang kemudian dikenal dengan nama G30S PKI.

Sasaran pertama dari pemberontakan itu adalah melumpuhkan Angkatan Darat. Untuk melancarkan rencananya itu mereka membuat para pejabat-pejabat Angkatan Darat harus diculik dan dibunuh, termasuk Jenderal Ahmad Yani.

Berikut kronolgis kejadian detik-detik gugurnya Jenderal Ahmad Yani Dalam Peristiwa G.30S/PKI seperti yang kamu lansir dari sejarahtni.mil.id:

Baca Juga: Sedang Asyik Malam Mingguan, 50 Remaja di Cikupa Kena Sanksi PSBB

Di rumah yang terletak di ujung Jalan Lembang, Jakarta kira-kira pukul 05.00 tanggal 1 Oktober 1965, mbok Milah, pembantu rumah tangga Yani dan Eddy, putra bungsu Yani sudah bangun.

Sementara itu di luar rumah, sekelompok penculik berhasil menyergap pasukan pengawal, mereka memasuki pekarangan. Sersan Tumiran dalam pakaian seragam Cakrabi­rawa (pasukan Pengawal Istana) masuk melalui pintu depan yang kebetulan tidak terkunci dan memerintahkan mbok Milah membangunkan Jenderal Yani.

Lantaran mbok Milah tidak berani, maka Eddylah yang diperintahkan membangunkan ayahnya tersebut. Beberapa orang anggota penculik masuk melalui pintu samping dan menimbulkan suara bising yang menyebabkan terbangunnya semua anak-anak Yani.

Baca Juga: Ingat Besok Terakhir, Jika Email Verifikasi Akun Kartu Prakerja Tidak Masuk, Coba Langkah Ini

Diberitahukan ada utusan yang menghadap, Jenderal Yani segera bangun dan keluar ke ruang tamu belakang untuk menemui utusan tersebut.

Tidak ada rasa curiga dalam benak Ahmad Yani sebab yang datang itu adalah anggota Cakrabirawa, pasukan pengawal Presiden sendiri.

Sersan Raswad yang memakai tanda pangkat Kapten melaporkan bahwa, Jenderal Yani diperintahkan Presiden segera menghadap ke Istana. Maka berlangsunglah dialog dan peristiwa ini :

“Baik, tunggu dulu, saya mau mandi,” kata Yani sambil berbalik untuk masuk kamar, “Tidak usah mandi,” Balas Tumiran, “Baik, saya akan cuci muka dan berpakaian,” ujar Yani lagi, “Tidak usah berpakaian.” Tegas Tumiran.

Baca Juga: Menkopolhukam Mahfud MD Ajak Pemuda Muhammadiyah Perjuangkan Nilai Islami Yang Inklusif

Karenanya, Jenderal Yani menjadi marah. Ia membalikkan badannya dan menampar prajurit yang berdiri persis di belakangnya sambil berkata, “Tahu apa kau prajurit,” Ahmad Yani lantas melangkah masuk ke ruangan tengah sambil menutup pintu kaca.

Prajurit yang diteampar itu adalah Praka Dokrin. Sersan Giyadi yang berdiri di samping Dokrin melepaskan serentetan tembakan Thomson ke arah Yani yang sedang membelakang.

Dengan cepat peluru-peluru itu menembus pintu kaca dan mengenai tubuh Jenderal Yani. Jenderal Ahmad Yani pun runtuh. Dalam keadaan berlumuran darah tubuhnya diseret ke pekarangan dan kemudian dilemparkan ke atas sebuah truk.

Baca Juga: Geger Gempa Sunda Megathrust, BMKG Berikan penjelasan

Jenazah Tokoh Angkatan Darat dan ayah dari delapan orang anak itu dimasukkan ke dalam sebuah sumur tua di Lubang Buaya.

Ke dalam sumur yang sama, dimasukkan pula korban-korban lainnya. Sumur baru ditemukan setelah daerah Lubang Buaya dan sekitarnya dibersihkan dari gerombolan PKI pada tanggal 3 Oktober 1965.

Jenazah-jenazah korban pengkhianatan PKI itu dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kali Bata Pada Hari Ulang Tahun ke-20 ABRI, dengan upacara militer yang khidmat dan mengharukan.

Setelah gugurnya, pemerintah menganugerahkan kepadanya gelar Pahlawan Revolusi pada tanggal 5 Oktober 1965 berkat pengabdian kepada negara, tak hanya itu, Ahmad Yani juga memiliki tiga belas buah tanda jasa Darat berkat pengabdiannya tersebut.***

 

Editor: Bondan Kartiko Kurniawan

Sumber: sejarahtni.mil.id

Tags

Terkini

Terpopuler