Naskah Khutbah Jumat, 5 Januari 2024: Tantangan Masa Depan Umat

5 Januari 2024, 10:00 WIB
Ilustrasi khutbah Jum’at, 05 Januari 2024 /Admin/yppmalfalahjatirokeh

ZONABANTEN.com - Pada khutbah Jumat kali ini, kita akan membahas tentang tantangan masa depan umat. Di hadapan kita terbentang serangkaian tantangan yang akan membentuk jalan ke depan bagi seluruh umat. Namun, keberhasilan kita dalam menghadapinya tergantung pada upaya kita dalam mengamati dengan seksama dan menghadapinya dengan bijaksana.

Jika kita lengah atau mengabaikan tugas ini, dampaknya dapat menjadi lebih dari sekadar masalah kecil, mungkin akan menjadi ancaman besar yang merongrong stabilitas serta eksistensi masa depan umat.

Oleh karena itu, pada seri khutbah Jum’at, 05 Januari 2024 ini, penulis akan memberikan contoh naskah khutbah dengan tema “Tantangan Masa Depan Umat”, seperti di bawah ini:

Khutbah Pertama

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا, مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اما بعـد. فَيَاعِبَادَ الله اُوْصِيْكُمْ وَنَفِى بِتَقْوَى اللهَ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالىَ: أعوذ بالله من الشيطان الرَّ جيم بِسۡمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَقُولُوا۟ قَوْلًا سَدِيدًا . يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَٰلَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَمَن يُطِعِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

Ma'asyiral jamaati fii shalatil Jum'ah rahimakumullah.

Mengawali khutbah ini khatib berwasiat untuk pribadi serta seluruh jamaah sekalian untuk sama-sama meningkatkan kualitas ketakwaan kita kehadirat Allah SWT, karena taqwa merupakan mustika yang paling indah di dalam menghiasi hidup dan kehidupan kita.

Taqwa merupakan azimat penyelamat dari berbagai kesesatan dunia maupun akhirat, taqwa merupakan senjata yang paling ampuh dalam melawan berbagai pesona godaan setan yang sesat dan menyesatkan.

Oleh karena itu berbekallah dalam setiap derap langkah kehidupan kita dan sebaik-baiknya bekal, seindah-indahnya bekal, sekuat-kuatnya bekal adalah bersenjatakan taqwa kepada Allah Subhanahu wa ta'ala, dengan melaksanakan segala perintah Allah SWT dan menjauhi segala yang dilarang oleh Allah subhanahu wa ta'ala.

Ma'asyiral jamaati fii shalatil Jum'ah rahimakumullah.

Perkembangan masa depan umat menuntut pemahaman dan penanganan yang cermat. Ketidaktahuan terhadap hal ini berpotensi menciptakan masalah serius yang mengancam kelangsungan hidup umat.

Berikut beberapa tantangan yang patut kita bahas pada khutbah singkat kali ini:

1. Radikal-Ekslusif

Radikalisme setingkat di bawah terorisme dan sudah jelas menodai keluhuran ajaran Islam.

Dalam Kamus Besar bahasa Indonesia, radikalisme diartikan sebagai paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis.

Kelompok radikal selalu berusaha untuk mengganti tatanan nilai yang hidup di dalam masyarakat dengan tatanan nilai baru sesuai dengan apa yang diyakininya sebagai tatanan nilai paling benar.

Kaum radikal bukan hanya bersumber dari latar belakang agama tetapi juga dari latar belakang lain, seperti kelompok separatisme yang berusaha untuk memisahkan diri dengan suatu negara yang sah dengan cara melakukan kekerasan dan berbagai ancaman.

Baca Juga: Naskah Khutbah Jum’at, 29 Desember 2023: Muhasabah Pergantian Tahun, Mengingat Umur dan Waktu

Radikalisme politik bisa juga terjadi jika mereka merasa kecewa dengan garis politik yang dilakukan oleh para penguasa yang dinilai tidak adil atau melakukan peraktek kecurangan.

Radikalisme politik bisa berlindung di bawah panji-panji demokrasi dan Hak Asasi Manusia (HAM) kemudian melakukan penzaliman terhadap kelompok lain yang dinilai tidak sejalan dengan mazhab politiknya.

Radikalisme pasar bebas yang mendukung secara berlebihan terhadap sistem pasar bebas yang memberi peluang lebih besar kepada sekolompok masyarakat untuk mengakses mangsa pasar, sementara kelompok masyarakat mayoritas hanya bisa berebutan di sektor informal yang semakin mengecil.

Akibatnya, mereka yang tidak memiliki kekuatan dan daya saing terlempar ke pinggiran menunggu saat-saat kehancurannya.

Apapun bentuknya, radikalisme bukan saja tidak sesuai dengan falsafah bangsa Indonesia, Pancasila, tetapi juga tidak ada tempatnya di dalam ajaran Islam.

Dalam Islam tidak dibenarkan seseorang mengahalalkan segala cara di dalam mencapai tujuan.

Sebagus apapun sebuah tujuan tidak boleh menggunakan kekerasan. Kekerasan, untuk tujuan apapun, kepada siapapun, dan dari manapun tidak ada tempatnya dalam Islam, sebagaimana diingatkan dalam ayat:

لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ

“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam),” (QS. al-Baqarah/2: 256).

Juga dalam ayat lain ditegaskan:

وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik,” (QS. al-Baqarah/2: 195).

Ma'asyiral jamaati fii shalatil Jum'ah rahimakumullah.

2. Liberal-Individual

Liberalisme adalah suatu faham yang berusaha untuk memilih kebebasan berprilaku (try to keep a liberal attitude) dengan menonjolkan sikap fair-mindedopen-minded dan toleransi. Begitu besar toleransinya sehingga kebatilan dan kekufuran pun ditoleransi.

Liberalisme dalam pengertian popular ialah suatu faham mengedepankan kebebasan dan acuannya hanya kepada dasar-dasar Hak Asasi Manusia (HAM) dan HAM pun dibatasi pada humanitarianisme atau dalam bahasa filsafat disebut antropocentrisme.

Antroposntrisme ialah faham serba manusia. Yang bisa memanusiakan manusia ialah manusia itu sendiri.

Manusia dalam faham ini seolah-olah tidak membutuhkan “kekuatan luar” di luar diri manusia seperti Tuhan, Dewa, agama untuk memanusiakan diri manusia.

Kebalikan dari faham ini ialah teosentrisme, yaitu suatu faham  yang serba Tuhan atau fatalisme.

Baca Juga: Naskah Khutbah Jum’at, 22 Desember 2023: Muhasabah Diri sebagai Refleksi Keimanan kepada Allah SWT

Faham liberalisme sangat membahayakan kehidupan beragama dan berbangsa. Islam yang mengenal Tuhan sebagai sumber nilai-nilai kebenaran paling tinggi dan bangsa Indonesia yang menganut faham dan ideologi Pancasila, tentu tidak sejalan dengan faham liberalisme di atas.

Kewajiban manusia untuk menyembah Tuhan dan keharusan warga negara Indonsia menjunjung tinggi nilai-nilai luhur budaya dan agama seharusnya liberalisme  sulit tumbuh subur di bumi Indonesia.

Namun demikian, liberalisme memiliki banyak “topeng” yang bisa mengecoh setiap orang. Setiapkali pertimbangan rasio harus dikedepankan dan memaksa kelompok-kelompok sistem nilai lain untuk menyesuaikan diri maka sesungguhnya ini merupakan perwujudan liberalisme.

Liberalisme bisa meminjam bahasa agama, bahasa budaya, atau  bahasa politik di dalam menjabarkan nilai-nilainya.

Liberalisme bisa bersembunyi di belakang HAM, kesetaraan jender, demokrasi, local wisdom, Tafsir, dan Ushul Fikih. Bahkan lebih rigis bisa menggunakan istilah teknis agama seperti konsep al-maqashid al-syari’ah dan al-mashlahat al-‘ammah.

Faham liberalisme beririsan dengan sekularisme, sebuah faham faham atau kepercayaan yang berpendirian bahwa paham agama tidak dimasukkan dalam urusan politik, negara, atau institusi publik.

Agama dianggap urusan privat sehingga tidak perlu dilibatkan di dalam ruang publik.

Bagi masyarakat bangsa Indonesia, khususnya umat Islam, memberi ruang khusus kepada pemerintah atau negara mengatur urusan-urusan pemerintahan dan kenegaraan, tetapi tidak berarti para ulama dan pemimpin agama lainnya tidak boleh berbicara tentang urusan politik dan masyarakat.

Dalam berbagai ayat di dalam Al-Qur’an dijelaskan betapa tidak relevannya memperhadap-hadapkan antara urusan negara dan agama.

Ajaran Islam bersifat komperhensif tidak bisa dipilah-pilah, sebagaimana dijelaskan dalam ayat:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱدۡخُلُواْ فِي ٱلسِّلۡمِ كَآفَّةٗ

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya,...” (QS. al-Baqarah/2: 208).

Dalam ayat lain ditegaskan:

ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَىٰ شَرِيعَةٍ مِّنَ الْأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ

“Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan agama itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui,” (QS. al-Jâtsiyah/45: 18).

Faham liberalisme juga beririsan dengan faham Individualisme adalah sebuah faham yang menghendaki kebebasan berbuat dan menganut suatu kepercayaan bagi setiap orang (individual freedom).

Faham ini lebih mementingkan hak perseorangan daripada kepentingan masyarakat atau negara.

Orang yang berpandangan hidup individualisme selalu atau seringkali mengedepankan kepentingan pribadi di atas atau di tengah kehidupan masyarakat.

Baca Juga: Naskah Khutbah Jumat, 15 Desember 2023: Belajar Mengenal Diri, sebab Itu adalah Kunci untuk Mengenal Allah SWT

Ia seringkali menentang intervensi dan pengaruh masyarakat, negara, badan, atau kelompok atas pilihan pribadinya.

Faham ini selalu berhadapan dengan atau melawan segala pendapat yang menempatkan tujuan suatu kelompok lebih penting dari tujuan seseorang individu.

Ia menentang faham holisme, kolektivisme, dan statisme.

Faham individualisme juga tidak senang atau kurang nyaman dengan segala standar moral yang otoritatif seperti ajaran agama yang menghalangi kebebasan seseorang.

Sementara Islam menyerukan semangat kolektifisme, sebagaimana ditegaskan dalam ayat:

وَلَا تَكُونُواْ كَٱلَّذِينَ تَفَرَّقُواْ وَٱخۡتَلَفُواْ مِنۢ بَعۡدِ مَا جَآءَهُمُ ٱلۡبَيِّنَٰتُۚ وَأُوْلَٰٓئِكَ لَهُمۡ عَذَابٌ عَظِيمٞ

“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat,” (Q.S. Ali ‘Imran/3: 105).

Dalam ayat lain juga dinyatakan:

قُلۡ يَٰٓأَهۡلَ ٱلۡكِتَٰبِ تَعَالَوۡاْ إِلَىٰ كَلِمَةٖ سَوَآءِۢ بَيۡنَنَا وَبَيۡنَكُمۡ

“Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kalian,” (Q.S. Ali 'Imran/3: 64).

Ma'asyiral jamaati fii shalatil Jum'ah rahimakumullah.

3. Fragmatisme-Hedonisme

Pragmatisme adalah sebuah aliran filsafat yang beranggapan bahwa nilai-nilai kebenaran, kebaikan, dan kewajaran kebenaran di dalam hidup ialah seberapa besar sesuatu itu memberi manfaat dan kegunaan di dalam diri, keluarga, atau kelompok.

Standar nilai menjadi sangat subyektif. Nilai-nilai dasar universal dan fundamental, seperti yang ditemukan di dalam agama menjadi terpinggirkan, karena segalanya diukur berdasarkan kepentingan subyektif.

Sadar atau tidak, ada kecenderungan kuat di dalam masyarakat kita mulai terkontaminasi pandangan hidup seperti ini.

Asas kegunaan dan manfaat dalam kehidupan praktis ini seolah mengubah pandangan hidup di dalam masyarakat, sehingga para tokoh agama dan para ilmuan merasa terpaksa harus mengevaluasi dan mereinterpretasi pemahaman dalil-dalil agama yang selama ini dipegang di dalam masyarakat.

Bukan hanya terhadap nilai-nilai budaya yang profan, tetapi nilai-nilai agama yang sakral pun ikut tergerus dengan arus perkembangan faham pragmatism ini.

Paham ini seolah menjadi sebuah agama baru di dalam masyarakat. Apa jadinya masyarakat bangsa dan umat beragama, khususnya umat Islam, jika pandangan hidup pragmatism ini terus menggejala di dalam masyarakat?

Bagaimana kita sebagai umat dan warga bangsa harus bersikap dan apa yang harus dilakukkan guna mengantisipasi fenomena sosial umat menggelobal sedemikian pesat ini?

Baca Juga: Naskah Khutbah Jum’at 8 Desember 2023: Manfaat Introspeksi Diri di Akhir Tahun

Padahal, jika kita mau mendengarkan bisikan hati kecil orang tua yang sudah jompo, tentu salah satu jeritannya ialah yang kami butuhkan bukan hanya perawatan tetapi kami juga butuh untuk mencintai anak dan para cucu.

Hidup terasing di dalam “sangkar emas” merupakan penderitaan tersendiri bagi siapapun.

Demikian pula anak-anak disable, yang dibutuhkan bukan hanya pengurusan dan pelayanan dari suster tetap mereka juga mendambakan kehangatan pelukan orang tua kandungnya.

Mereka ingin bercanda dengan saudara-saudaranya seperti anak-anak lain. Bukan untuk diisolasi dan digabungkan dengan para anak-anak cacat lain.

Faham pragmatism betul-betul sangat kejam. Orang tua yang pernah dengan susah payah melahirkan, merawat, menyekolahkan, dan terus mendoakan anak-anaknya, setelah mereka berhasil dan dirinya sudah jompo, terpaksa harus “diusir” secara halus oleh anak-anaknya.

Nanti hari-hari minggu, sisa-sisa waktu di long weekend baru sesekali ditengok. Itupun sekejap karena keterbatasan ruang tamu di rumah jompo.

Sang anak disable seolah tidak lagi mengenal orang tuanya. Mereka lebih rindu kepada susternya ketimbang orang tuanya sendiri.

Orang tua dan anaknya saja diperlakukan seperti itu, apalagi orang lain?

Bukankah Al-Qur’an telah mengingatkan kita:  فَأَيۡنَ تَذۡهَبُونَ  (Maka kalian mau ke mana? (QS. al-Takwir/81: 26). Al-Qur’an juga mengingatkan kita:

وَتَزَوَّدُواْ فَإِنَّ خَيۡرَ ٱلزَّادِ ٱلتَّقۡوَىٰۖ

“… Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa,” (QS. al-Baqarah/2: 197).

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْم إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah Kedua

اَلْحَمْدُ لله حَمْدًا كَثِيْرًا كَمَا اَمَرَ, أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. امّا بعـد. فَيَاعِبَادَ الله، اُوْصِيْكُمْ وَنَفِى بِتَقْوَى اللهَ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْن.

قَالَ اللهُ تَعَالى, إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.  

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنا إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنا إِبْرَاهِيْمَ، فِي العَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، اَللّهُمَّ اغْفِرْلِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلاَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ, رَبَّنَا ظَلَمْنَآ اَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخٰسِرِينَ,رَبَّنَااَتِنَافِي الدُّنيْاَحَسَنَةَ وَفِي الْأَجِرَةِحَسَنَةَوَقِناَعَذَابَ النَّارِ.

عِبَادَ اللهِ.. إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي القُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ.  وَلَذِكْرُاللَّهِ اَكْبَرُ... أقِم الصَّلَه

Demikian naskah khutbah dengan tema "Tantangan Masa Depan Umat". Disarikan dari khutbah Prof. Dr. K. H. Nasaruddin Umar, M.A, di Masjid Istiqlal pada Jumat, 13 Januari 2023.

Semoga bisa memberikan manfaat dan membawa barakah untuk kita semua, aamiin ya rabbal'alamin.***

Editor: Dinda Indah Puspa Rini

Sumber: Masjid Istiqlal TV

Tags

Terkini

Terpopuler